Tuesday, December 8, 2015

ANGKA DAN USIA 40 : SAATNYA MENYADARI USIA TUA (BANYAK IBADAH, DEKAT MATI)








Dalam ajaran Islam,
tidak ada pengelompokkan angka seperti itu.
Semua angka sama nilainya.
Artinya, tidak ada yang namanya “angka sial” dan ”angka keberuntungan” itu. Sebab, yang namanya “sial” atau “beruntung” itu
tidak bisa ditentukan oleh angka-angka.
Kalaupun ada salah satunya yang benar,
itu hanya  Alloh yang menghendaki meletakkan “sial” atau “beruntung ”
pada salah satu angka tersebut.

Saya akan membahas angka 40.

Angka 40 ini memiliki “keistimewaan”.  Sebab, beberapa kali dia disebutkan dalam Al-Quran dan Hadits Rosululloh. Di antaranya:
  •          Ketika Nabi Musa (‘alaihissalam) bermunajat di bukit Thursina ialah selama 40 malam.
“Dan telah Kami janjikan kepada Musa sesudah berlalu waktu 30 malam (turunnya Taurot), dan Kami sempurnakan malam itu dengan 10 malam lagi, maka sempurnalah waktu yang ditentukan Tuhannya itu menjadi 40 malam...”(QS. Al-A’rof: 142).
  •          Kaum Bani Israil mengalami masa-masa kebingungan selama 40 tahun.
“Alloh berfirman: ‘Maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka (Bani Isroil) selama 40 tahun, mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi itu...’.”(QS. Al-Maidah: 26).
  •         Prosesi pengumpulan air mani (nuthfah) di dalam rahim perempuan ialah selama 40 hari/malam, dan menjadi ‘alaqoh (gumpalan darah) ialah selama 40 hari, dan 40 hari kemudian menjadi mudhghoh (daging), selanjutnya Alloh mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalam janin tersebut. (HQR. Bukhori).
  •          Lebih baik berhenti selama 40, dari pada lewat di depan orang yang sedang sholat. (HR. Bukhori).
  •          Muhammad bin Abdulloh (Rosululloh SAW) di angkat oleh Alloh menjadi Nabi dan Rosul-Nya ialah dalam usia 40 tahun.
  •          Dan masih ada lagi hal-hal lainnya yang berhubungan dengan angka 40 itu.

Dan, inilih inti pembahasan saya berkaitan dengan angka 40 itu...
Adapun saya akan membahas angka 40 ini yang berkaitan dengan usia kita (manusia). Yaitu, usia di mana kita sudah sampai di angka 40 tahun, mengacu dari firman Alloh di bawah ini:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah-payah , dan melahirkannya dengan susah-payah. Dan masa mengandungnya dan menyapihnya selama 30 bulan.
Sehingga apabila dia (anak itu) sampai dewasa dan sampai 40 tahun, (hendaknya) dia berkata: ‘Ya Tuhanku, ajarilah aku mensyukuri nikmat-Mu, yaitu nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang-tuaku, dan agar aku beramal sholih yang Engkau meridhoinya, dan perbaikilah aku dalam urusan anak-keturunanku.
Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu, dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang Islam ’.”(QS. Al-Ahqof: 15).

Angka “40 tahun (arba’iina sanah)” dalam ayat tersebut, merupakan “titik perhentian” bagi kita untuk kembali “merenungi dan mengkaji-ulang” tentang perjalanan hidup kita yang sudah sampai di usia 40 tahun itu. Sebab, masa-masa di usia 40 tahun itu bisa dikatakan:
  •          Sudah berada di tengah-tengah perjalanan usia hidup ini.
  •          Sudah kelewat muda, tapi belum terlalu tua.
  •          Sudah sampai kepada perkembangan fisik (tubuh) yang maksimal.
  •          Sudah sampai kepada kedewasaan yang matang dan mandiri dalam hal intelejensia, pemikiran dan sikap.

Oleh karena itu, orang yang sudah berusia 40 tahun harus benar-benar banyak
 merenungi dan mengkaji-diri”, kemudian “memfokuskan-diri” sesuai yang diperintahkan oleh Alloh dalam ayat-Nya di atas itu, yakni dalam hal:

Pertama: Bersyukur (an-asykur)
Yaitu, mengingat-ingat nikmat Alloh yang sudah diberikan kepada kita. Jumlahnya tentu sudah tak terhingga. Sebagaimana Alloh sendiri sudah bilang:
“... Dan jika kamu menghitung nikmat Alloh, tidaklah akan bisa menjumlahnya...” (QS. Ibrohim:).
Karena itu, sudah seharusnya kita ini banyak-banyak bersyukur kepada Alloh atas nikmat-Nya yang telah diberikan kepada diri kita dan kepada kedua orang tua kita yang telah ikut dalam rangka memelihara diri kita ini.
Dan, “kemanfaatan” dari bersyukur itu bukan untuk kepentingan Alloh. Dia tidak butuh apapun dari manusia. Sebagaimana firman-Nya:
“Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka (manusia), dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Alloh, Dia-lah pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kukuh.”(QS. Az-Zariyat: 57-58).
Tetapi, manfaat bersyukur itu ialah kembali lagi untuk manusia itu sendiri. Sebagaimana firman Alloh ini:
  •          “... Barangsiapa bersyukur (kepada Alloh), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri... ”(QS. Luqman: 12).
  •          “Dan ingatlah ketika Tuhanmu menyatakan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, sungguh akan Aku tambah (nikmat) kepadamu; tapi jika kamu mengingkari, sesungguhnya azab-Ku sangat keras’.” (QS. Ibrohim: 7).

Lalu, apa yang dimaksud dengan syukur itu?
Syukur ialah lawannya kufur (kafir) berdasarkan Surah Ibrohim: 7 itu.
Kufur/kafir artinya “menutup-diri atau mengingkari (terhadap nikmat Alloh atau dalam hal beriman kepada-Nya)”.
Maka sebagai lawannya, syukur artinya “membuka-diri, mau menerima apa adanya, menjaga dan menempatkan nikmat-nikmat Alloh (yang kecil dan yang besar) sesuai yang diperintahkan-Nya”.
Syukur ini bisa terbagi dua, yakni:

Satu: Syukur lisaniyah
Yaitu, ungkapan syukur yang dilakukan dengan ucapan atau kata-kata. Misalnya, jika sesorang mendapat nikmat lalu dia mengucapkan: “Alhamdulillah (segala puji bagi Alloh)”. Ini sebagai ucapan “terima kasih”, atau dalam bahasa lainnya  thank to God (berterima kasih kepada Tuhan)”. Sebagai ucapan orang-orang yang akan masuk surga:
“Dan mereka berkata: ‘Alhamdulillah, Dia yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah memberi kepada kami tempat ini, sedang kami menempati surga di mana yang kami suka. Maka itu adalah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal’.”(QS. Az-Zumar: 74).

Dua: Syukur amaliyah
Ialah pembuktian syukur dengan perbuatan. Ada dua poin yang harus diperhatikan:
  •          Contohnya, orang yang menggunakan nikmat-nikmat Alloh sesuai yang diridhoi-Nya, seperti: peduli, berbagi dan membantu kepada sesama (terutama kepada orang-orang yang sangat membutuhkan). Sebagaimana diperintahkan oleh Alloh ini:
 “Hai orang-orang  yang beriman! Infakkanlah (sedekahkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang jelek-jelekn lalu kamu sedekahkan darinya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, sesungguhnya Alloh Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”(QS. Al-Baqoroh: 267).
  •          Meningkatkan semangat ibadah kepada Alloh. Artinya, kita tahu-diri (menyadari) akan nikmat-nikmat Alloh yang sudah dilimpahkan-Nya. Sehingga kita berusaha mati-matian dalam beribadah kepada-Nya. Sebagaimana yang diingatkan-Nya ini:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu, dan kepada surga yang bluasnya seluas langit dan bumi, nyang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”(QS. Ali Imron: 133).

Jadi, syukur itu bukan hanya menerima nikmat Alloh apa adanya dengan diiringi ucapan “alhamdulillah” atau “terima kasih” semata. Tetapi juga, harus dibuktikan dengan perbuatan, seperti dengan “infak/sedekah” atau “meningkatkan semangat dalam beribadah”.

Kedua: Beramal sholih (an-a’malu sholihat)
Yaitu, memperbanyak amal sholih. Karena, pada usia 40 tahun itu merupakan masa-masa proses penurunan kekuatan fisik (tubuh) mulai banyak terasa, seperti: gampang sakit-sakitan, cepat lupa, dan berkurangnya daya-lihat (mata) dan daya-dengar (telinga).
Semakin jauh melewati usia 40 tahun, akan semakin cepat proses penurunan kekuatan tubuh itu. Keluhan-keluhan di tubuhpun akan semakin banyak dirasakan, dan sulit mengatasi kesakitan-kesakitan yang terus bermunculan.
Hingga bila sampai pada usia 60 tahun, dinyatakan oleh para ahli kesehatan, bahwa “proses pertumbuhan tubuh manusia itu hanya tinggal 25%”. Berarti, 75% tubuh manusia itu sudah tidak bisa diperbaiki lagi.
Dan melewati usia 60 tahun, kondisi tubuh manusia sudah berada di titik yang sangat payah dan lemah. Inilah yang diingatkan oleh Alloh:
  •          “... Dan di antara kamu ada yang diwafatkan, dan di antara kamu ada pula yang dikehendaki sampai kepada usia yang tua-renta (pikun), agar tidak mengetahui lagi sesuatu yang dulunya telah diketahuinya...”(QS. Al-Hajj: 5).
  •          “... Kemudian Dia menjadikan kamu sesudah kuat  menjadi lemah lagi dan beruban...”(QS. Ar-Rum: 54).

Untuk selanjutnya, semakin jauh perjalanan usia, harus semakin berhati-hati dan bersiap-siap untuk menyambut datangnya kematian.

Itu berarti, harus semakin banyak dan konsentrasi dalam beramal sholih. Jangan sampai usia yang diberikan oleh Alloh itu terbuang sia-sia. Sebab, setelah mati nanti, Alloh akan mempertanyakan tentang amal-amal yang sudah kita perbuat selama di dunia ini. 

Ketiga: Memperbaiki Anak-keturunan (ashlih fii dzurriyyat)
Bagi orang yang belum mempunyai anak-keturunan pada usia 40 tahun itu, berarti harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya, yaitu dengan membuat program-program yang jitu. Sehingga pada saat punya anak, nantinya tinggal mengarahkan sesuai program-program tersebut.
Dan, bagi orang sudah punya anak, maka harus sering-sering mengkoreksi dan mengarahkan anaknya ke jalan yang benar sesuai dengan petunjuk Alloh.
Jadi, jangan sampai orang tua setelah pulang ke akhirat nanti meninggalkan anak-anak atau generasi yang “lemah”. Sebagaimana yang sudah diperingatkan oleh Alloh ini:
“Dan hendaklah takut kepada Alloh orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-keturunan yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Alloh, dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan (nasehat) yang tegas.”(QS. An-Nisa: 9).
Pada intinya, orang tua harus membentuk anaknya menjadi “orang yang kuat”, yang apabila dia sudah meninggalkan dunia ini, anaknya mampu berdiri sendiri sebagai orang yang teguh dan lurus.
Adapun “kuat” yang dimaksud di sini ialah:
  •          Kuat ilmu.
  •          Kuat iman.
  •          Kuat ekonomi.

Poin ke-1 dan ke-2 adalah harus ada pada diri anak. Sedangkan poin ke-3, tidaklah menjadi tiang-utama dan keharusan. Sebab, materi (harta) yang melimpah bukanlah jaminan seorang anak akan lurus dan benar jalan hidupnya sesuai ajaran Alloh. Karena Alloh sudah menggariskan:
  •          “... Dan Alloh menyempitkan (menahan) dan melapangkan (rezeki hanba-Nya), dan kepada-Nya kamu dikembalikan.”(QS. Al-Baqoroh: 245).
  •          “Alloh melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki...”(QS. Ar-Ro’d: 26).

Dengan demikian, kekuatan ilmu dan iman lebih penting dan menjamin, daripada kekuatan ekonomi (materi, harta), apalagi jika  tidak ditopang oleh ilmu dan iman (yang ke sananya bisa menjadikan harta-benda sebagai “tuhan”).
Memang, yang terbaiknya ialah “3 poin kekuatan” itu terkumpul pada diri anak. Secara perhitungan teorinya, hal itu akan membuatnya lebih kokoh dan mapan dalam kehidupannya.
Tapi, manusia hanya bisa berusaha, di tangan Alloh-lah segala ketentuannya.
Maka, berusahalah semaksimal mungkin, dan serahkanlah hasilnya kepada Alloh. Dia-lah yang lebih tahu tentang kebaikan untuk semua makhluk-Nya...

Keempat: Bertobat (tubtu)
Bagi orang yang belum menyadari perbuatan-perbuatan dosanya hingga usia 40 tahun, maka segeralah bertobat. Sebab, menunda-nunda tobat, bisa-bisa kematian mendahuluinya.
Dan, bagi orang yang sudah menyadari dosa-dosanya, perbanyaklah bertobat, agar benar-benar bersih dari dosa.
Tidak ada kata terlambat dalam bertobat kepada Alloh, selama nyawa belum sampai di kerongkongan (detik-detik menjelang kematian).
Tapi perlu diingat! Bukan hanya bertobat di mulut saja, melainkan diiringi dengan praktek-praktek ibadah kepada Alloh sebenar-benarnya!
“Katakanlah: ‘’Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Alloh. Sesungguhnya Alloh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Az-Zumar: 53).

Kelima: Berserah-diri (muslim)
Semakin usia melewati 40 tahun, sudah keharusan semakin menyerahkan diri kepada Alloh. Artinya, lebih banyak menyibukkan diri ini dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Tidak lagi mati-matian dan bersaing tak mau kalah dalam mengejar materi-duniawi. Pasrah total menerima apa-apa yang sudah didapatkan. Sebab, semakin jauh perjalanan usia, akan semakin dekat detik-detik kematian...
 “Hai orang-orang beriman! Bertakwalah kepada Alloh dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah-diri (muslim).”(QS. Ali Imron: 102).

Demikianlah, renungan di usia 40 tahun itu...
Adapun bagi orang yang belum sampai usia 40 tahun, bukan berarti belum penting untuk banyak-banyak bersyukur, beramal sholih, memperbaiki anak-keturunan, bertobat dan berserah-diri. Tapi justeru, lebih awal berbuat hal-hal seperti itu malah lebih baik. Firman Alloh:
“Berlomba-lombalah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu...”(QS. Al-Hadid: 21).

Jadi, bisa juga dikatakan, bahwa usia di titik 40 tahun itu adalah sebagai peringatan bagi orang-orang yang lalai, lupa atau belum sadar, dan sebagai penguat bagi orang-orang yang sudah menyadari perjalanan usianya hingga sampai 40 tahun itu (bahwa dirinya harus banyak-banyak berbuat seperti di atas itu).

Sedangkan bagi orang-orang yang sudah melewati usia 40 tahun (50 tahun, 60 tahun, 70 tahun dan seterusnya), sudah bukan waktunya lagi memikirkan kesenangan-kesenangan duniawi, benar-benar harus konsentrasi-penuh untuk mendapatkan kesenangan-kesenangan di akhirat nanti yang kekal selama-lamanya. Sebab, kematian sudah semakin dekat...

Ya, berapapun usia kita saat ini, yang jelas kita harus banyak-banyak beribadah kepada Alloh. Panjang atau pendeknya usia, dan banyaknya beribadah di dalamnya, tentu akan lebih baik dalam penilaian-Nya.
“Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (kematian).”(QS. Al-Hijr: 99).

*****






No comments:

Post a Comment