Tuesday, December 8, 2015

ANGKA DAN USIA 40 : SAATNYA MENYADARI USIA TUA (BANYAK IBADAH, DEKAT MATI)








Dalam ajaran Islam,
tidak ada pengelompokkan angka seperti itu.
Semua angka sama nilainya.
Artinya, tidak ada yang namanya “angka sial” dan ”angka keberuntungan” itu. Sebab, yang namanya “sial” atau “beruntung” itu
tidak bisa ditentukan oleh angka-angka.
Kalaupun ada salah satunya yang benar,
itu hanya  Alloh yang menghendaki meletakkan “sial” atau “beruntung ”
pada salah satu angka tersebut.

Saya akan membahas angka 40.

Angka 40 ini memiliki “keistimewaan”.  Sebab, beberapa kali dia disebutkan dalam Al-Quran dan Hadits Rosululloh. Di antaranya:
  •          Ketika Nabi Musa (‘alaihissalam) bermunajat di bukit Thursina ialah selama 40 malam.
“Dan telah Kami janjikan kepada Musa sesudah berlalu waktu 30 malam (turunnya Taurot), dan Kami sempurnakan malam itu dengan 10 malam lagi, maka sempurnalah waktu yang ditentukan Tuhannya itu menjadi 40 malam...”(QS. Al-A’rof: 142).
  •          Kaum Bani Israil mengalami masa-masa kebingungan selama 40 tahun.
“Alloh berfirman: ‘Maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka (Bani Isroil) selama 40 tahun, mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi itu...’.”(QS. Al-Maidah: 26).
  •         Prosesi pengumpulan air mani (nuthfah) di dalam rahim perempuan ialah selama 40 hari/malam, dan menjadi ‘alaqoh (gumpalan darah) ialah selama 40 hari, dan 40 hari kemudian menjadi mudhghoh (daging), selanjutnya Alloh mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalam janin tersebut. (HQR. Bukhori).
  •          Lebih baik berhenti selama 40, dari pada lewat di depan orang yang sedang sholat. (HR. Bukhori).
  •          Muhammad bin Abdulloh (Rosululloh SAW) di angkat oleh Alloh menjadi Nabi dan Rosul-Nya ialah dalam usia 40 tahun.
  •          Dan masih ada lagi hal-hal lainnya yang berhubungan dengan angka 40 itu.

Dan, inilih inti pembahasan saya berkaitan dengan angka 40 itu...
Adapun saya akan membahas angka 40 ini yang berkaitan dengan usia kita (manusia). Yaitu, usia di mana kita sudah sampai di angka 40 tahun, mengacu dari firman Alloh di bawah ini:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah-payah , dan melahirkannya dengan susah-payah. Dan masa mengandungnya dan menyapihnya selama 30 bulan.
Sehingga apabila dia (anak itu) sampai dewasa dan sampai 40 tahun, (hendaknya) dia berkata: ‘Ya Tuhanku, ajarilah aku mensyukuri nikmat-Mu, yaitu nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang-tuaku, dan agar aku beramal sholih yang Engkau meridhoinya, dan perbaikilah aku dalam urusan anak-keturunanku.
Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu, dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang Islam ’.”(QS. Al-Ahqof: 15).

Angka “40 tahun (arba’iina sanah)” dalam ayat tersebut, merupakan “titik perhentian” bagi kita untuk kembali “merenungi dan mengkaji-ulang” tentang perjalanan hidup kita yang sudah sampai di usia 40 tahun itu. Sebab, masa-masa di usia 40 tahun itu bisa dikatakan:
  •          Sudah berada di tengah-tengah perjalanan usia hidup ini.
  •          Sudah kelewat muda, tapi belum terlalu tua.
  •          Sudah sampai kepada perkembangan fisik (tubuh) yang maksimal.
  •          Sudah sampai kepada kedewasaan yang matang dan mandiri dalam hal intelejensia, pemikiran dan sikap.

Oleh karena itu, orang yang sudah berusia 40 tahun harus benar-benar banyak
 merenungi dan mengkaji-diri”, kemudian “memfokuskan-diri” sesuai yang diperintahkan oleh Alloh dalam ayat-Nya di atas itu, yakni dalam hal:

Pertama: Bersyukur (an-asykur)
Yaitu, mengingat-ingat nikmat Alloh yang sudah diberikan kepada kita. Jumlahnya tentu sudah tak terhingga. Sebagaimana Alloh sendiri sudah bilang:
“... Dan jika kamu menghitung nikmat Alloh, tidaklah akan bisa menjumlahnya...” (QS. Ibrohim:).
Karena itu, sudah seharusnya kita ini banyak-banyak bersyukur kepada Alloh atas nikmat-Nya yang telah diberikan kepada diri kita dan kepada kedua orang tua kita yang telah ikut dalam rangka memelihara diri kita ini.
Dan, “kemanfaatan” dari bersyukur itu bukan untuk kepentingan Alloh. Dia tidak butuh apapun dari manusia. Sebagaimana firman-Nya:
“Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka (manusia), dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Alloh, Dia-lah pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kukuh.”(QS. Az-Zariyat: 57-58).
Tetapi, manfaat bersyukur itu ialah kembali lagi untuk manusia itu sendiri. Sebagaimana firman Alloh ini:
  •          “... Barangsiapa bersyukur (kepada Alloh), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri... ”(QS. Luqman: 12).
  •          “Dan ingatlah ketika Tuhanmu menyatakan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, sungguh akan Aku tambah (nikmat) kepadamu; tapi jika kamu mengingkari, sesungguhnya azab-Ku sangat keras’.” (QS. Ibrohim: 7).

Lalu, apa yang dimaksud dengan syukur itu?
Syukur ialah lawannya kufur (kafir) berdasarkan Surah Ibrohim: 7 itu.
Kufur/kafir artinya “menutup-diri atau mengingkari (terhadap nikmat Alloh atau dalam hal beriman kepada-Nya)”.
Maka sebagai lawannya, syukur artinya “membuka-diri, mau menerima apa adanya, menjaga dan menempatkan nikmat-nikmat Alloh (yang kecil dan yang besar) sesuai yang diperintahkan-Nya”.
Syukur ini bisa terbagi dua, yakni:

Satu: Syukur lisaniyah
Yaitu, ungkapan syukur yang dilakukan dengan ucapan atau kata-kata. Misalnya, jika sesorang mendapat nikmat lalu dia mengucapkan: “Alhamdulillah (segala puji bagi Alloh)”. Ini sebagai ucapan “terima kasih”, atau dalam bahasa lainnya  thank to God (berterima kasih kepada Tuhan)”. Sebagai ucapan orang-orang yang akan masuk surga:
“Dan mereka berkata: ‘Alhamdulillah, Dia yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah memberi kepada kami tempat ini, sedang kami menempati surga di mana yang kami suka. Maka itu adalah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal’.”(QS. Az-Zumar: 74).

Dua: Syukur amaliyah
Ialah pembuktian syukur dengan perbuatan. Ada dua poin yang harus diperhatikan:
  •          Contohnya, orang yang menggunakan nikmat-nikmat Alloh sesuai yang diridhoi-Nya, seperti: peduli, berbagi dan membantu kepada sesama (terutama kepada orang-orang yang sangat membutuhkan). Sebagaimana diperintahkan oleh Alloh ini:
 “Hai orang-orang  yang beriman! Infakkanlah (sedekahkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang jelek-jelekn lalu kamu sedekahkan darinya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, sesungguhnya Alloh Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”(QS. Al-Baqoroh: 267).
  •          Meningkatkan semangat ibadah kepada Alloh. Artinya, kita tahu-diri (menyadari) akan nikmat-nikmat Alloh yang sudah dilimpahkan-Nya. Sehingga kita berusaha mati-matian dalam beribadah kepada-Nya. Sebagaimana yang diingatkan-Nya ini:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu, dan kepada surga yang bluasnya seluas langit dan bumi, nyang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”(QS. Ali Imron: 133).

Jadi, syukur itu bukan hanya menerima nikmat Alloh apa adanya dengan diiringi ucapan “alhamdulillah” atau “terima kasih” semata. Tetapi juga, harus dibuktikan dengan perbuatan, seperti dengan “infak/sedekah” atau “meningkatkan semangat dalam beribadah”.

Kedua: Beramal sholih (an-a’malu sholihat)
Yaitu, memperbanyak amal sholih. Karena, pada usia 40 tahun itu merupakan masa-masa proses penurunan kekuatan fisik (tubuh) mulai banyak terasa, seperti: gampang sakit-sakitan, cepat lupa, dan berkurangnya daya-lihat (mata) dan daya-dengar (telinga).
Semakin jauh melewati usia 40 tahun, akan semakin cepat proses penurunan kekuatan tubuh itu. Keluhan-keluhan di tubuhpun akan semakin banyak dirasakan, dan sulit mengatasi kesakitan-kesakitan yang terus bermunculan.
Hingga bila sampai pada usia 60 tahun, dinyatakan oleh para ahli kesehatan, bahwa “proses pertumbuhan tubuh manusia itu hanya tinggal 25%”. Berarti, 75% tubuh manusia itu sudah tidak bisa diperbaiki lagi.
Dan melewati usia 60 tahun, kondisi tubuh manusia sudah berada di titik yang sangat payah dan lemah. Inilah yang diingatkan oleh Alloh:
  •          “... Dan di antara kamu ada yang diwafatkan, dan di antara kamu ada pula yang dikehendaki sampai kepada usia yang tua-renta (pikun), agar tidak mengetahui lagi sesuatu yang dulunya telah diketahuinya...”(QS. Al-Hajj: 5).
  •          “... Kemudian Dia menjadikan kamu sesudah kuat  menjadi lemah lagi dan beruban...”(QS. Ar-Rum: 54).

Untuk selanjutnya, semakin jauh perjalanan usia, harus semakin berhati-hati dan bersiap-siap untuk menyambut datangnya kematian.

Itu berarti, harus semakin banyak dan konsentrasi dalam beramal sholih. Jangan sampai usia yang diberikan oleh Alloh itu terbuang sia-sia. Sebab, setelah mati nanti, Alloh akan mempertanyakan tentang amal-amal yang sudah kita perbuat selama di dunia ini. 

Ketiga: Memperbaiki Anak-keturunan (ashlih fii dzurriyyat)
Bagi orang yang belum mempunyai anak-keturunan pada usia 40 tahun itu, berarti harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya, yaitu dengan membuat program-program yang jitu. Sehingga pada saat punya anak, nantinya tinggal mengarahkan sesuai program-program tersebut.
Dan, bagi orang sudah punya anak, maka harus sering-sering mengkoreksi dan mengarahkan anaknya ke jalan yang benar sesuai dengan petunjuk Alloh.
Jadi, jangan sampai orang tua setelah pulang ke akhirat nanti meninggalkan anak-anak atau generasi yang “lemah”. Sebagaimana yang sudah diperingatkan oleh Alloh ini:
“Dan hendaklah takut kepada Alloh orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-keturunan yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Alloh, dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan (nasehat) yang tegas.”(QS. An-Nisa: 9).
Pada intinya, orang tua harus membentuk anaknya menjadi “orang yang kuat”, yang apabila dia sudah meninggalkan dunia ini, anaknya mampu berdiri sendiri sebagai orang yang teguh dan lurus.
Adapun “kuat” yang dimaksud di sini ialah:
  •          Kuat ilmu.
  •          Kuat iman.
  •          Kuat ekonomi.

Poin ke-1 dan ke-2 adalah harus ada pada diri anak. Sedangkan poin ke-3, tidaklah menjadi tiang-utama dan keharusan. Sebab, materi (harta) yang melimpah bukanlah jaminan seorang anak akan lurus dan benar jalan hidupnya sesuai ajaran Alloh. Karena Alloh sudah menggariskan:
  •          “... Dan Alloh menyempitkan (menahan) dan melapangkan (rezeki hanba-Nya), dan kepada-Nya kamu dikembalikan.”(QS. Al-Baqoroh: 245).
  •          “Alloh melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki...”(QS. Ar-Ro’d: 26).

Dengan demikian, kekuatan ilmu dan iman lebih penting dan menjamin, daripada kekuatan ekonomi (materi, harta), apalagi jika  tidak ditopang oleh ilmu dan iman (yang ke sananya bisa menjadikan harta-benda sebagai “tuhan”).
Memang, yang terbaiknya ialah “3 poin kekuatan” itu terkumpul pada diri anak. Secara perhitungan teorinya, hal itu akan membuatnya lebih kokoh dan mapan dalam kehidupannya.
Tapi, manusia hanya bisa berusaha, di tangan Alloh-lah segala ketentuannya.
Maka, berusahalah semaksimal mungkin, dan serahkanlah hasilnya kepada Alloh. Dia-lah yang lebih tahu tentang kebaikan untuk semua makhluk-Nya...

Keempat: Bertobat (tubtu)
Bagi orang yang belum menyadari perbuatan-perbuatan dosanya hingga usia 40 tahun, maka segeralah bertobat. Sebab, menunda-nunda tobat, bisa-bisa kematian mendahuluinya.
Dan, bagi orang yang sudah menyadari dosa-dosanya, perbanyaklah bertobat, agar benar-benar bersih dari dosa.
Tidak ada kata terlambat dalam bertobat kepada Alloh, selama nyawa belum sampai di kerongkongan (detik-detik menjelang kematian).
Tapi perlu diingat! Bukan hanya bertobat di mulut saja, melainkan diiringi dengan praktek-praktek ibadah kepada Alloh sebenar-benarnya!
“Katakanlah: ‘’Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Alloh. Sesungguhnya Alloh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Az-Zumar: 53).

Kelima: Berserah-diri (muslim)
Semakin usia melewati 40 tahun, sudah keharusan semakin menyerahkan diri kepada Alloh. Artinya, lebih banyak menyibukkan diri ini dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Tidak lagi mati-matian dan bersaing tak mau kalah dalam mengejar materi-duniawi. Pasrah total menerima apa-apa yang sudah didapatkan. Sebab, semakin jauh perjalanan usia, akan semakin dekat detik-detik kematian...
 “Hai orang-orang beriman! Bertakwalah kepada Alloh dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah-diri (muslim).”(QS. Ali Imron: 102).

Demikianlah, renungan di usia 40 tahun itu...
Adapun bagi orang yang belum sampai usia 40 tahun, bukan berarti belum penting untuk banyak-banyak bersyukur, beramal sholih, memperbaiki anak-keturunan, bertobat dan berserah-diri. Tapi justeru, lebih awal berbuat hal-hal seperti itu malah lebih baik. Firman Alloh:
“Berlomba-lombalah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu...”(QS. Al-Hadid: 21).

Jadi, bisa juga dikatakan, bahwa usia di titik 40 tahun itu adalah sebagai peringatan bagi orang-orang yang lalai, lupa atau belum sadar, dan sebagai penguat bagi orang-orang yang sudah menyadari perjalanan usianya hingga sampai 40 tahun itu (bahwa dirinya harus banyak-banyak berbuat seperti di atas itu).

Sedangkan bagi orang-orang yang sudah melewati usia 40 tahun (50 tahun, 60 tahun, 70 tahun dan seterusnya), sudah bukan waktunya lagi memikirkan kesenangan-kesenangan duniawi, benar-benar harus konsentrasi-penuh untuk mendapatkan kesenangan-kesenangan di akhirat nanti yang kekal selama-lamanya. Sebab, kematian sudah semakin dekat...

Ya, berapapun usia kita saat ini, yang jelas kita harus banyak-banyak beribadah kepada Alloh. Panjang atau pendeknya usia, dan banyaknya beribadah di dalamnya, tentu akan lebih baik dalam penilaian-Nya.
“Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (kematian).”(QS. Al-Hijr: 99).

*****






Monday, December 7, 2015

ANGKA 1000 : INGIN HIDUP 1000 TAHUN ?






Angka 1000
sering kita temukan
penggunaannya dalam bahasa sehari-hari,
yang sangat umum ialah
pada tiga momen  di bawah ini:


·         Saat menghadapi musuh.
Ketika berhadapan dengan musuh yang lebih kuat dan ditaksir tidak akan bisa mengalahkannya, orang sering menghindar sebelum bertarung, yang dalam bahasa lainnya ialah “mengambil langkah 1000”.
·         Saat menutupi kesalahan.
Karena tidak ingin kesalahan-kesalahannya mempermalukan dan menjatuhkan harga dirinya, dia berusaha berdalih dan menutup-nutupinya dengan “1000 alasan”.
·         Saat merasa bahagia dalam hidup ini.
Kebahagiaan dalam hidup ini membuat banyak orang menjadi merasa betah tinggal dalam dunia ini. Sehingga tidak heran kalau kemudian keluar kata-kata: “Ingin hidup 1000 tahun lagi”.
                                                                                   

Saya akan membahas angka 1000 yang berhubungan dengan kehidupan di dunia ini.

Mengapa manusia ingin hidup “1000 tahun lagi”?
Alasannya yang sangat kuat ialah karena orang-orang seperti itu sudah “merasa cinta, betah dan bahagia tinggal di dunia ini”. Alloh sudah menuliskan pernyataan mereka itu dalam Al-Quran:
“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka seserakah-serakahnya manusia terhadap kehidupan (di dunia), bahkan (lebih serakah) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur 1000 tahun.
Padahal keinginan itu tidak akan menghindarkan mereka dari azab Alloh dengan berumur panjang itu. Dan Alloh Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”(QS. Al-Baqoroh: 96).

Ya!
Orang-orang yang sudah tertanam dalam diri mereka rasa cinta, betah dan bahagia (CBB) dalam kehidupan di dunia ini, tentulah mereka tidak akan mau pergi meninggalkannya, bahkan mereka menginginkan tambahan umur “1000 tahun” lagi. Dan akhirnya, mereka tidak peduli lagi dengan kehidupan di akhirat yang kekal dan selama-lamanya itu...
“Orang-orang yang lebih mencintai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat...”(QS. Ibrohim: 3).

Dalam sebuah hadits Rosululloh hal itu dinyatakan sebagai “al-wahn” yaitu “hubbud-dunya wa karohiyatul-maut (cinta dunia dan benci mati)”.
                                                                                                           
Mari kita kaji dan renungi dua perkara besar di bawah ini, sebagai sebuah perbanadingan di antara keduanya, yakni: Kesenangan Dunia dan  Kesenangan Akhirat.

Pertama: Kesenangan Dunia

Kita tidak dilarang oleh Alloh Sang Pencipta untuk menikmati kesenangan hidup di dunia ini sebanyak apapun. Karena memang semua itu disediakan untuk kita sebagai bagian dari penghuninya. Asalkan, kita tidak terjebak dan terlena oleh kesenangan itu, lalu memandangnya sebagai kesenangan satu-satunya yang tiada tandingannya. 

Sebab, Alloh sudah menerangkan tentang sifat-sifat kesenangan dunia itu, ialah:

·         Sementara (fana).
“Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Alloh adalah kekal...”(QS. An-Nahl: 96).
·         Permainan (la’ibun).
Seperti anak-anak yang sedang bermain, setelah bosan, cape dan lelah, mereka pun meninggalkan permainan itu. Besoknya, permainan itu sudah digantikan oleh orang lain.
·         Senda-gurau/canda-ria (lahwun).
Sama halnya dengan permainan, senda-gurau atau canda-riapun akan sampai pada perasaan bosan, cape dan lelah, yang akhirnya mulut pun bungkam untuk selama-lamanya.
·         Perhiasan (zinatun).
Seindah apapun perhiasan yang kita pakai, cepat atau lambat (suatu saat) pastilah akan timbul rasa bosan memakainya. Lalu perhiasan itupun kita lepaskan dan tidak ingin lagi memakainya.
·         Berbangga-bangga (tafakhurun).
Bawaan kesenangan dunia adalah membuat kita membangga-banggakan apa-apa yang kita miliki. Lalu timbul dalam diri ini perasaan merendahkan orang lain yang tidak sederajat dengan kita.
·         Bermegah-megah (takatsur).
Tidak jauh beda dengan berbangga-bangga, bermegah-megahan ialah ingin memperlihatkan kepada orang lain, seolah-olah hanya kita sajalah yang paling kaya dan bahagia di dunia ini.

·         Menipu (ghorur).
Setelah sampai di titik kematian dan semua kesenangan dunia kita tinggalkan, barulah kita akan sadar. Ternyata, kesenangan dunia itu telah menipu kita, yang membuat kita lalai/lengah dalam mempersiapkan bekal (amal sholih) untuk kehidupan sesudah mati itu.
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, senda-gurau, perhiasan, berbangga-bangga di antara kamu, dan berbanyak-banyak tentang harta dan anak. Perumpamaannya seperti hujan yang (menghasilkan) tanam-tanamannya mengagumkan para petani. Kemudian tanaman itu menjadi kering, maka kamu melihatnya menjadi kuning, kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat, ada azab yang keras, dan ada ampunan dan keridhoan dari Alloh. Dan tidaklah lain kehidupan dunia itu kecuali kesenangan yang menipu.”(QS. Al-Hadid: 20).
·         Laksana bunga (zahrotan).
Awal kemunculan bunga ialah kuncup, lalu
mekar, kemudian layu. Setelah itu, kering dan hancur. Seperti itulah umur kesenangan dunia ini: indahnya sesaat dan harumnya selewat, lalu hilang semuanya.
“Dan janganlah tujukan kedua matamu kepada kesenangan yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk menguji mereka dengannya. Dan rezeki Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal.”(QS. Thoha: 131).
·         Kesenangan sedikit (mataa’un qoliilun).
Karena hidup ini hanya sementara, maka kesenangan yang kita nikmatipun hanyalah sedikit. Alloh sudah memberi gambaran kepastian tentang orang-orang yang sudah berada di akhirat nanti, apabila ditanya tentang lamanya mereka tinggal di bumi (dunia)...
“Mereka menjawab: ‘Kami tinggal hanya sehari atau setengah hari saja, maka tanyalah kepada orang-orang yang menghitung’.”(QS. Al-Mu’minun: 113).

Itulah, sejatinya kesenangan hidup di dunia ini...

Dengan demikian, apalah enaknya meminta umur hingga “1000 tahun”, kalau hanya untuk menikmati kesenangan hidup yang seperti itu? Sementara nanti setelah mati, azab di akhirat sudah menunggu. Alangkah ruginya...!
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan bertemu dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia, dan merasa tentram (betah) dengan kehidupan itu, serta orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itulah tempatnya ialah neraka, tersebab apa yang selalu mereka kerjakan.”(QS. Yunus: 7-8).

Orang-orang yang menginginkan berumur “1000 tahun” ialah mereka yang telah tertipu oleh bisikan-bisikan syetan! Sebagaimana dulu syetan telah menipu Nabi Adam (‘alaihissalam) dan isterinya  sewaktu tinggal di surga. Waktu itu, Alloh melarang Nabi Adam agar tidak mendekati sebuah pohon, yang tujuannya agar tidak memakan buahnya.

Dengan lihainya syetan membisiki Nabi Adam diiringi dengan bersumpah, katanya:
“Tidaklah Tuhanmu melarangmu berdua dari mendekati pohon ini, melainkan agar kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal... Sesungguhnya aku adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua.”(QS. Al-A’rof: 20-21).

Dan Nabi Adam pun termakan oleh tipuan syetan itu, hingga ia dan isterinya dikeluarkan dari surga dan diturunkan ke bumi yang sekarang kita pijak ini.

Oleh karena itu, untuk kesekian kalinya, janganlah sampai tertipu lagi oleh bisikan dan sumpah syetan itu, meskipun terdengar indah dan menjanjikan hal-hal yang menyenangkan, seperti “andai bisa berumur 1000 tahun lagi...”
 Syetan memberikan janji-janji dan membangkitkan angan-angan kosong kepada mereka. Padahal syetan tidaklah menjanjikan kepada mereka, melainkan hanyalah tipuan belaka.”(QS. An-Nisa: 120).

Maka dari itu, seandaipun ditambah umur ini “1000 tahun” lagi, rasanya percuma saja kalau kemudian akhirnya mati-mati juga!

Nah, kalau memang mau mendapatkan kesenangan-kesenangan yang sepuas-puasnya itu, mari persiapkan bekal sebanyak-banyaknya untuk menuju akhirat. Yaitu, dengan mengisi perjalanan umur yang masih ada ini, dengan rajin-rajin beramal sholih sampai datangnya kematian.

Kedua: Kesenangan Akhirat

Sejatinya, kesenangan akhirat itu masih “disembunyikan” oleh Alloh kepada manusia-manusia di dunia ini. Sebagaimana firman-Nya ini:
“Maka tidak seorangpun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka
 (macam-macam nikmat) yang menggiurkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”(QS. As-Sajdah: 32).

Seolah-olah Alloh ingin membangkitkan “rasa penasaran  dan seabagai “kejutan (surprise)” bagi orang-orang yang berusaha untuk mendapatkannya. Sesuai firman-Nya ini:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu, dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”(QS. Ali Imron: 133).
Dan lebih menantang lagi, Alloh menggebah orang-orang yang ingin mendapatkannya:
“... Dan untuk mendapatkan semua itu, hendaklah berlomba-lomba orang-orang yang menginginkannya.”(Al-Muthoffifin: 26).

Walaupun tentang kenikmatan akhirat itu belum ada satu orangpun bisa menceritakannya sesuai yang dialaminya, tapi Alloh sudah menjelaskannya dalam Al-Quran secara garis-besar -
keberadaannya. Firman-Nya:
“Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa: di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, dan sungai-sungai dari air susu yang tiada berubah rasanya, dan sungai-sungai dari khomer (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Tuhan mereka. Samakah dengan orang yang kekal di neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?”(QS. Muhammad: 15).

Itulah sedikit gambaran tentang kesenangan di akhirat...
Adapun perbandingan kesenangan akhirat dengan kesenangan dunia, sangat jauh berbeda. Di antaranya yang sangat menonjol ialah:
·         “... Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, jika mereka mengetahui.”(QS. Al-Ankabut: 64).
·          “Dan sungguh kehidupan akhirat itu lebih baik dari kehidupan dunia.”(QS. Adh-Dhuha: 4).
“... Dan pasti kehidupan akhirat itu lebih besar derajatnya dan lebih besar keutamaannya.”(QS. Al-Isro: 21).
·         “Dan kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal.”(QS. Al-A’la: 17).

Terlihat dengan jelas, timbangan ke arah akhirat itu lebih berat...
Maka, tentu saja kesenangan-kesenangan akhiratpun lebih panjang, lebih lama, lebih abadi dan lebih memuaskan...
Dengan demikian, tiadalah berguna tambahan umur “1000 tahun lagi” itu di dunia ini...
Nah, lebih baik sekarang adalah memfokuskan diri ke akhirat, daripada berkhayal ingin hidup “1000 tahun” lagi. Karena semua itu akan berakhir sia-sia...!

Inilah pesan Rosululloh yang sangat penting agar tidak terlena di “negeri sementara” ini dan enggan pulang ke “negeri abadi” yang merupakan tujuan terakhir dari perjalanan panjang hidup ini:
“Jadilah kamu di dunia ini seolah-olah sebagai orang asing, atau seperti orang yang menyeberang jalan.” (HR. Bukhori).

Dan doa Rosululloh:
“Ya Alloh, tiadalah  kehidupan (yang abadi), kecuali kehidupan akhirat.”(HR. Bukhori dan Muslim).

****