Saat anda datang ke sebuah toko, pak haji pemilik toko
terlihat sangat sibuk melayani pembeli. Begitu juga saat anda datang ke sebuah
kantor, katanya bosnya lagi meeting.
“Kalau mau,
silahkan menunggu...”
Nah... Terserah keputusan anda.
Tapi kalau mau menunggu, anda harus
menggunakan ukuran waktu. Misalnya, 10 menit, 20 menit atau 30 menit. Setelah itu harus pergi ke tempat lain.
Kecuali anda mempunyai waktu bebas, sampai kapanpun anda menunggu, ya gak
masalah.
Begitulah salah satu pekerjaan orang marketing, menunggu
merupakan bagian dari aktifitas sehari-harinya. Untuk menghindari kebosanan,
anda harus pandai-pandai memanfaatkan waktu yang terus berjalan itu. Jangan
sampai waktu itu hanya diisi dengan sms-an, merokok, bengong,
melamun porno atau hal-hal lain yang tidak ada gunanya.
Nah, gunakan waktu menunggu itu misalnya dengan:
- Baca-baca. Misalnya baca Al-Quran saku, buku agama, koran bekas yang ada di situ, brosur-brosur produk, jadwal tugas operasional, catatan-catatan hutang atau yang lainnya.
- Zikir. Yakni mengucapkan asma-asma Alloh yang 99 itu, atau mendengarkan pengajian dari audio hape.
- Berdoa. Yaitu memohon kepada Alloh, terutama untuk orang (konsumen) yang anda datangi itu agar bersikap baik dan mau membeli barang yang anda tawarkan.
- Basa-basi. Ialah ngobrol-ngobrol ringan dengan pelayan atau satpam di situ, misalnya tentang kelakuan barang-barang, langganan-langganannya dari mana saja, atau tentang anak pak haji yang cantik itu. (Hush, yang ini becanda...!).
Dalam menunggu itu sangat diperlukan kesabaran. Ya, kan?
Karenanya, usahakan jangan mengeluh , kesal, atau garuk-garuk kepala melulu...
“Aduh, gimana
nih?”
“Wah, bisa
terlambat ke yang lain!”
“Habis dah
waktunya...”
“Kesorean
daaaah...”
Sementara anda terlihat ketakar-ketikir, gelisah gak
karuan, cakcak-cekcek, atau anda mirip tingkah ayam yang mau melahirkan (eh,
bertelur!).
Gak baik tuh!
Gak profesional!
Gak mencerminkan orang marketing yang handal!
Tadi kan udah saya bilang, ukur waktu menunggu itu: 10
menit, 20 menit atau 30 menit. Kira-kira kelewat dari batas waktu itu, ya
tinggalkan aja, beralih ke yang lain. Jangan memaksakan diri untuk menunggu
dalam keadaan tidak siap.
Gitu aja kok repot amat sih...?
Satu: Sabar Dicuekin
Karakter banyak orang (termasuk konsumen) itu
berbeda-beda. Hal ini harus benar-benar disadari dan menjadi pelajaran. Agar
anda selalu siap menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Misalnya..., dicuekin!
Orang cuek biasanya banyak diamnya. Padahal dia sudah menjawab salam
saya, tapi kok enggak ada omong-omongnya lagi. Asik aja sama pekerjaannya.
Malah kelihatannya ketus. Sepertinya dia tidak mau terganggu.
Tenang, tenang... Sabar dulu! Good thingking aja. Ada beberapa alasan:
·
Mungkin dia sedang sibuk.
·
Mungkin juga lagi ada kesal sama orang.
·
Mungkin karakternya memang begitu.
·
Mungkin menguji anda?
·
Mungkin gak ada feeling sama
anda?
Next on...
Apa yang harus anda lakukan?
Ya, jangan bingung lah...!
Seorang marketing tidak boleh kehabisan amunisi.
Tembak terus, meskipun dengan slow
motion. Dooor...
“Maaf, pak,
bu, saya membawa produk ini...”
Sambil anda sodorkan barangnya atau brosurnya.
Tapi,
misalnya, belum detil anda menjelaskannya...
“Enggak dulu,
mas. Kayaknya belum diperlukan.”
“Nanti aja,
mas, lain kali...”
Berarti
anda masih ada kesempatan untuk datang lagi “lain kali”. Sekarang mundur
saja dulu, beralih ke konsumen lain yang sudah menunggu.
“Baiklah,
pak, bu, nanti saya kesini lagi. Terima kasih...”
Kejadian seperti itu belum seberapa, mas.
Nih, yang lebih parah lagi...
Dua: Diusir,
Tetap Sabar
Pernah mengalami hal seperti ini? Baru saja anda
sampai di gerbang, anda sudah digebah seperti anak ayam yang tidak boleh masuk
ke dalam rumah.
“Heh,
sana-sana!
Tidak boleh
ada sales!
Ke tempat
lain aja, mas!”
Sabar lagi...
Bersikaplah bijak.
Jangan emosi.
Anggap saja itu orang yang sedang melucu.
“Tapi, kan...”
Enggak usah pake “tapi-tapi” lagi !
Itulah tantangan !
Itulah seninya !
Itulah ujiannya !
Nikmati saja dengan enjoy, comportable,
ceria, besar hati dan senyum...
Dan, mundurlah dengan sopan dan bersahabat...
“O iya, iya,
bu, saya mengerti. Nanti saya ke sini lagi ya...”
Yap!
Biarpun diusir, tapi masih ada celah untuk datang
lagi. Entah kapan, itu tetap jadi peluang.
Ya, anda memang tidak boleh trauma atau kapok. Anggap
saja itu “belum apa-apa”.
Jika anda ingin tahu sekuat apa pertahanannya, coba
sekali-kali datangi lagi. Nantipun pasti ada perubahan, walaupun nadanya masih
kasar...
“Ya, baiklah.
Apa sih sebenarnya yang kamu tawarkan itu?”
Tuh, kan...?
Segera manfaatkan sebaik-baiknya kesempatan itu!
*****
No comments:
Post a Comment