3.
MEMPERBAIKI DINDING RUMAH
Firman Alloh:
“Maka keduanya berjalan (perjalanan ketiga, terakhir), hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk
suatu desa (negeri), keduanya minta
dijamu oleh penduduk desa itu, tapi mereka tidak mau menjamu keduanya. Maka
keduanya menemukan di dalam desa itu sebuah dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr
menegakkan (memperbaiki) dinding itu. Musa berkata: ‘Jika kamu mau, kamu bisa
mengambil upah atas pekerjaan itu’.”(QS. Al-Kahfi: 77).
Inilah pengajaran yang ketiga
(terakhir) yang disampaikan oleh Nabi Khidhir, khususnya untuk Musa dan umumnya untuk
umat-umat sesudahnya sampai akhir zaman.
“Khidhr berkata: ‘Inilah perpisahan antara aku dengan
kamu. Aku akan beritahukan kepadamu makna (tujuan dari perbuatan-perbuatanku
itu) yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya’.”(QS. Al-Kahfi: 78).
“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak muda yatim di kota itu, di bawah
(dinding) itu ada harta benda simpanan
bagi mereka berdua, sedangkan bapaknya adalah seorang yang sholih. Maka Tuhanmu
menghendaki agar mereka sampai kepada kedewasaan yang matang, dan baru
mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu. Dan bukanlah aku
yang melakukan itu menurut kemauanku sendiri. Demikianlah makna dari apa-apa
yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.”(QS. Al-Kahfi: 82).
Dalam ayat ini, poin-poin pentingnya yang harus
diperhatikan, ialah:
·
Dinding rumah (al-jidaaru)
·
Dua orang anak yatim (yatiimaini).
·
Bapak yang sholih (abuuhumaa sholihan ).
·
Harta simpanan (kanzun).
·
Kedewasaan yang matang (yablughoo asyudda).
Nabi Khidhir memperbaiki (menegakkan) dinding rumah yang nyaris roboh,
agar harta simpanan milik dua anak yatim (yang ada di bawah dinding) itu, jadi
terlindungi. Sebab, bila dinding rumah itu sampai roboh, bisa saja orang-orang
akan mengambil puing-puingnya semaunya, kemudian tanpa disadarinya mereka
menemukan harta simpanan itu, lalu merekapun berebutan untuk mendapatkannya.
Seperti itulah yang banyak terjadi hari ini...
Tidak sedikit orang yang memanfaatkan diri anak yatim
dan memperebutkan harta warisannya...
- Memanfaatkan diri anak yatim, ialah menjadikannya sebagai “alasan” untuk mendapatkan materi dari orang lain. Misalnya, mengajukkan proposal bantuan atau meminta sumbangan dengan meng-atas nama-kan atau demi kepentingan anak yatim. Padahal setelah mendapatkan materi itu, semuanya masuk ke kantongnya pribadi, sedangkan untuk anak yatim hanya sebagian kecil saja (daripada tidak sama sekali).
- Memperebutkan harta anak yatim, ialah berlomba-lomba untuk menjadi pengurusnya. Lalu, sedikit-sedikit memakannya sambil berjalan, perlahan-lahan pula berusaha merubah data-data atau surat-surat kepemilikan (tanah, rumah, perusahaan, kendaraan, rekening bank atau aset-aset lainnya) menjadi bukan hak milik anak yatim lagi.
Nah, Nabi Khidhir dengan jelas mencontohkan, bahwa mengurus
harta anak yatim itu hendaknya laksana “menyimpan
sebuah benda di dalam tanah”. Yakni, lupakan saja harta itu, seakan-akan
tidak ada di antara kita. Artinya, kita jangan tergoda dan mengusik-usik
keberadaannya: biarkan saja aman di dalam tanah, sampai nanti anak yatim itu
dewasa dan matang kepribadiannya, barulah digali dan diberikan kepadanya.
Kepada orang-orang yang mengurus anak yatim, hendaklah
hati-hati dalam memanfaatkan hartanya.
- Bagi orang-orang yang mampu (kaya, berkecukupan), tahanlah diri. Toh, harta milik sendiripun saja tidak akan kekurangan, malah akan bertambah subur digunakan untuk mengurus anak yatim.
“... Dan barangsiapa dalam keadaan mampu (kaya), maka
hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu)...”(QS. An-Nisa:
6).
- Bagi orang-orang yang fakir (miskin, tidak berkecukupan), maka hendaklah ia tahu batasan, tidak seenaknya.
“... Dan
barangsiapa fakir, maka bolehlah ia memakannya secara baik-baik...”(QS.
An-Nisa: 6).
Dan akhirnya,“akibat-baik” dan “akibat-buruk” bagi orang-orang yang memelihara
anak yatim, inilah keterangannya:
- Sabda Rosululloha:
“Saya dan pengurus (penanggung jawab) anak yatim
berada di dalam surga seperti ini” (Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk
dan jari tengah, dan merenggangkan antara keduanya).”(HR. Bukhori dan Muslim).
- Firman Alloh:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak
yatim secara zholim (semaunya), sesungguhnya mereka memakan (menelan) api dalam perutnya, dan mereka pasti masuk ke
dalam api yang menyala-nyala.”(QS. An-Nisa: 10).
>>>>>>>> ( TAMAT )
*****
No comments:
Post a Comment