Dalam ajaran
Islam,
tidak ada
pengelompokkan angka seperti itu.
Semua angka
sama nilainya.
Artinya, tidak ada yang namanya “angka
sial” dan ”angka keberuntungan” itu.
Sebab, yang namanya “sial” atau “beruntung” itu
tidak bisa
ditentukan oleh angka-angka.
Kalaupun ada
salah satunya yang benar,
itu hanya Alloh yang
menghendaki meletakkan “sial” atau “beruntung ”
pada salah
satu angka tersebut.
Saya akan membahas angka 40.
Angka 40 ini memiliki “keistimewaan”.
Sebab, beberapa kali dia disebutkan dalam Al-Quran dan Hadits
Rosululloh. Di antaranya:
- Ketika Nabi Musa (‘alaihissalam) bermunajat di bukit Thursina ialah selama 40 malam.
“Dan telah Kami janjikan kepada Musa sesudah berlalu waktu 30 malam (turunnya
Taurot), dan Kami sempurnakan malam itu dengan 10 malam lagi, maka sempurnalah waktu yang
ditentukan Tuhannya itu menjadi 40 malam...”(QS. Al-A’rof: 142).
- Kaum Bani Israil mengalami masa-masa kebingungan selama 40 tahun.
“Alloh berfirman: ‘Maka sesungguhnya negeri itu
diharamkan atas mereka (Bani Isroil) selama 40 tahun, mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi
itu...’.”(QS. Al-Maidah: 26).
- Prosesi pengumpulan air mani (nuthfah) di dalam rahim perempuan ialah selama 40 hari/malam, dan menjadi ‘alaqoh (gumpalan darah) ialah selama 40 hari, dan 40 hari kemudian menjadi mudhghoh (daging), selanjutnya Alloh mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalam janin tersebut. (HQR. Bukhori).
- Lebih baik berhenti selama 40, dari pada lewat di depan orang yang sedang sholat. (HR. Bukhori).
- Muhammad bin Abdulloh (Rosululloh SAW) di angkat oleh Alloh menjadi Nabi dan Rosul-Nya ialah dalam usia 40 tahun.
- Dan masih ada lagi hal-hal lainnya yang berhubungan dengan angka 40 itu.
Dan, inilih inti pembahasan saya berkaitan dengan angka
40 itu...
Adapun saya akan membahas angka 40 ini yang berkaitan dengan usia kita (manusia). Yaitu, usia di mana kita sudah
sampai di angka 40 tahun, mengacu dari firman Alloh di bawah ini:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik
kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah-payah , dan
melahirkannya dengan susah-payah. Dan masa mengandungnya dan menyapihnya selama
30 bulan.
Sehingga apabila dia (anak itu) sampai dewasa dan
sampai 40
tahun, (hendaknya) dia berkata: ‘Ya Tuhanku,
ajarilah aku mensyukuri nikmat-Mu, yaitu
nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang-tuaku, dan
agar aku beramal sholih yang Engkau
meridhoinya, dan perbaikilah aku dalam
urusan anak-keturunanku.
Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu,
dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang Islam ’.”(QS.
Al-Ahqof: 15).
Angka “40 tahun (arba’iina
sanah)” dalam ayat
tersebut, merupakan “titik perhentian” bagi kita untuk kembali “merenungi dan mengkaji-ulang” tentang perjalanan hidup
kita yang sudah sampai di usia 40 tahun itu. Sebab, masa-masa di usia 40 tahun
itu bisa dikatakan:
- Sudah berada di tengah-tengah perjalanan usia hidup ini.
- Sudah kelewat muda, tapi belum terlalu tua.
- Sudah sampai kepada perkembangan fisik (tubuh) yang maksimal.
- Sudah sampai kepada kedewasaan yang matang dan mandiri dalam hal intelejensia, pemikiran dan sikap.
Oleh karena itu, orang yang sudah berusia 40 tahun harus benar-benar banyak
“merenungi dan mengkaji-diri”, kemudian “memfokuskan-diri” sesuai yang diperintahkan
oleh Alloh dalam ayat-Nya di atas itu, yakni dalam hal:
Pertama: Bersyukur (an-asykur)
Yaitu, mengingat-ingat nikmat Alloh yang sudah
diberikan kepada kita. Jumlahnya tentu sudah tak terhingga. Sebagaimana Alloh
sendiri sudah bilang:
“...
Dan jika kamu menghitung nikmat Alloh, tidaklah akan bisa menjumlahnya...” (QS.
Ibrohim:).
Karena itu, sudah seharusnya kita ini banyak-banyak
bersyukur kepada Alloh atas nikmat-Nya yang telah diberikan kepada diri kita
dan kepada kedua orang tua kita yang telah ikut dalam rangka memelihara diri
kita ini.
Dan, “kemanfaatan” dari bersyukur itu bukan untuk
kepentingan Alloh. Dia tidak butuh apapun dari manusia. Sebagaimana firman-Nya:
“Aku
tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka (manusia), dan Aku tidak menghendaki
agar mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Alloh, Dia-lah pemberi rezeki
yang mempunyai kekuatan lagi sangat kukuh.”(QS. Az-Zariyat: 57-58).
Tetapi, manfaat bersyukur itu ialah kembali lagi untuk
manusia itu sendiri. Sebagaimana firman Alloh ini:
- “... Barangsiapa bersyukur (kepada Alloh), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri... ”(QS. Luqman: 12).
- “Dan ingatlah ketika Tuhanmu menyatakan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, sungguh akan Aku tambah (nikmat) kepadamu; tapi jika kamu mengingkari, sesungguhnya azab-Ku sangat keras’.” (QS. Ibrohim: 7).
Lalu, apa yang dimaksud dengan syukur itu?
Syukur
ialah lawannya kufur (kafir) berdasarkan Surah
Ibrohim: 7 itu.
Kufur/kafir
artinya “menutup-diri atau mengingkari
(terhadap nikmat Alloh atau dalam hal beriman kepada-Nya)”.
Maka sebagai lawannya, syukur artinya
“membuka-diri, mau menerima apa adanya, menjaga dan menempatkan nikmat-nikmat
Alloh (yang kecil dan yang besar) sesuai yang diperintahkan-Nya”.
Syukur
ini bisa terbagi dua, yakni:
Satu: Syukur lisaniyah
Yaitu, ungkapan syukur yang dilakukan dengan ucapan
atau kata-kata. Misalnya, jika sesorang mendapat nikmat lalu dia mengucapkan: “Alhamdulillah
(segala puji bagi Alloh)”. Ini sebagai ucapan “terima kasih”, atau dalam bahasa
lainnya “thank to
God
(berterima kasih kepada Tuhan)”. Sebagai ucapan orang-orang yang akan masuk
surga:
“Dan
mereka berkata: ‘Alhamdulillah, Dia yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami
dan telah memberi kepada kami tempat ini, sedang kami menempati surga di mana
yang kami suka. Maka itu adalah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang
beramal’.”(QS. Az-Zumar: 74).
Dua: Syukur amaliyah
Ialah pembuktian syukur dengan perbuatan. Ada dua poin
yang harus diperhatikan:
- Contohnya, orang yang menggunakan nikmat-nikmat Alloh sesuai yang diridhoi-Nya, seperti: peduli, berbagi dan membantu kepada sesama (terutama kepada orang-orang yang sangat membutuhkan). Sebagaimana diperintahkan oleh Alloh ini:
“Hai
orang-orang yang beriman! Infakkanlah
(sedekahkanlah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik, dan sebagian dari
apa yang kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang
jelek-jelekn lalu kamu sedekahkan darinya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah,
sesungguhnya Alloh Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”(QS. Al-Baqoroh: 267).
- Meningkatkan semangat ibadah kepada Alloh. Artinya, kita tahu-diri (menyadari) akan nikmat-nikmat Alloh yang sudah dilimpahkan-Nya. Sehingga kita berusaha mati-matian dalam beribadah kepada-Nya. Sebagaimana yang diingatkan-Nya ini:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu, dan kepada surga yang bluasnya
seluas langit dan bumi, nyang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”(QS.
Ali Imron: 133).
Jadi, syukur itu bukan hanya menerima nikmat Alloh apa adanya
dengan diiringi ucapan “alhamdulillah” atau “terima kasih” semata. Tetapi juga, harus dibuktikan dengan perbuatan, seperti
dengan “infak/sedekah” atau “meningkatkan semangat dalam beribadah”.
Kedua: Beramal sholih (an-a’malu sholihat)
Yaitu, memperbanyak amal sholih. Karena, pada usia
40 tahun itu merupakan masa-masa proses penurunan kekuatan fisik (tubuh) mulai
banyak terasa, seperti: gampang sakit-sakitan, cepat lupa, dan berkurangnya
daya-lihat (mata) dan daya-dengar (telinga).
Semakin
jauh melewati usia 40 tahun, akan semakin cepat proses penurunan kekuatan tubuh
itu. Keluhan-keluhan di tubuhpun akan semakin banyak dirasakan, dan sulit
mengatasi kesakitan-kesakitan yang terus bermunculan.
Hingga bila sampai pada usia 60 tahun, dinyatakan oleh
para ahli kesehatan, bahwa “proses pertumbuhan tubuh manusia itu hanya tinggal
25%”. Berarti, 75% tubuh manusia itu sudah tidak bisa diperbaiki lagi.
Dan melewati usia 60 tahun, kondisi tubuh manusia sudah
berada di titik yang sangat payah dan lemah. Inilah yang diingatkan oleh Alloh:
- “... Dan di antara kamu ada yang diwafatkan, dan di antara kamu ada pula yang dikehendaki sampai kepada usia yang tua-renta (pikun), agar tidak mengetahui lagi sesuatu yang dulunya telah diketahuinya...”(QS. Al-Hajj: 5).
- “... Kemudian Dia menjadikan kamu sesudah kuat menjadi lemah lagi dan beruban...”(QS. Ar-Rum: 54).
Untuk selanjutnya, semakin jauh perjalanan usia, harus
semakin berhati-hati dan bersiap-siap untuk menyambut datangnya kematian.
Itu berarti, harus semakin banyak dan konsentrasi
dalam beramal sholih. Jangan sampai usia yang diberikan oleh Alloh itu terbuang
sia-sia. Sebab, setelah mati nanti, Alloh akan mempertanyakan tentang amal-amal
yang sudah kita perbuat selama di dunia ini.
Ketiga: Memperbaiki Anak-keturunan (ashlih fii dzurriyyat)
Bagi orang yang belum mempunyai anak-keturunan pada
usia 40 tahun itu, berarti harus mempersiapkan diri sebaik-baiknya, yaitu
dengan membuat program-program yang jitu. Sehingga pada saat punya anak,
nantinya tinggal mengarahkan sesuai program-program tersebut.
Dan, bagi orang sudah punya anak, maka harus
sering-sering mengkoreksi dan mengarahkan anaknya ke jalan yang benar sesuai
dengan petunjuk Alloh.
Jadi, jangan sampai orang tua setelah pulang ke
akhirat nanti meninggalkan anak-anak atau generasi yang “lemah”. Sebagaimana
yang sudah diperingatkan oleh Alloh ini:
“Dan
hendaklah takut kepada Alloh orang-orang yang seandainya meninggalkan di
belakang mereka anak-keturunan yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Alloh, dan hendaklah
mereka mengucapkan perkataan (nasehat) yang tegas.”(QS. An-Nisa: 9).
Pada intinya, orang tua harus membentuk anaknya
menjadi “orang yang kuat”, yang apabila
dia sudah meninggalkan dunia ini, anaknya mampu berdiri sendiri sebagai orang
yang teguh dan lurus.
Adapun
“kuat” yang dimaksud di sini ialah:
- Kuat ilmu.
- Kuat iman.
- Kuat ekonomi.
Poin ke-1 dan ke-2 adalah harus ada pada diri anak. Sedangkan poin
ke-3, tidaklah menjadi tiang-utama
dan keharusan. Sebab, materi (harta) yang melimpah bukanlah jaminan seorang
anak akan lurus dan benar jalan hidupnya sesuai
ajaran Alloh. Karena Alloh sudah menggariskan:
- “... Dan Alloh menyempitkan (menahan) dan melapangkan (rezeki hanba-Nya), dan kepada-Nya kamu dikembalikan.”(QS. Al-Baqoroh: 245).
- “Alloh melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki...”(QS. Ar-Ro’d: 26).
Dengan demikian, kekuatan ilmu dan iman lebih penting
dan menjamin, daripada kekuatan ekonomi (materi, harta), apalagi jika tidak ditopang oleh ilmu dan iman (yang ke
sananya bisa menjadikan harta-benda sebagai “tuhan”).
Memang, yang terbaiknya ialah “3 poin kekuatan” itu
terkumpul pada diri anak. Secara perhitungan teorinya, hal itu akan membuatnya
lebih kokoh dan mapan dalam kehidupannya.
Tapi, manusia hanya bisa berusaha, di tangan Alloh-lah
segala ketentuannya.
Maka, berusahalah semaksimal mungkin, dan serahkanlah
hasilnya kepada Alloh. Dia-lah yang lebih tahu tentang kebaikan untuk semua
makhluk-Nya...
Keempat: Bertobat (tubtu)
Bagi orang yang belum menyadari perbuatan-perbuatan
dosanya hingga usia 40 tahun, maka segeralah bertobat. Sebab, menunda-nunda
tobat, bisa-bisa kematian mendahuluinya.
Dan, bagi orang yang sudah menyadari dosa-dosanya,
perbanyaklah bertobat, agar benar-benar bersih dari dosa.
Tidak ada kata terlambat dalam bertobat kepada Alloh,
selama nyawa belum sampai di kerongkongan (detik-detik menjelang kematian).
Tapi perlu diingat! Bukan hanya bertobat di mulut
saja, melainkan diiringi dengan praktek-praktek ibadah kepada Alloh
sebenar-benarnya!
“Katakanlah: ‘’Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus-asa dari rahmat Alloh.
Sesungguhnya Alloh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS. Az-Zumar: 53).
Kelima: Berserah-diri (muslim)
Semakin usia melewati 40 tahun, sudah keharusan
semakin menyerahkan diri kepada Alloh. Artinya, lebih banyak menyibukkan diri
ini dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Tidak lagi mati-matian dan
bersaing tak mau kalah dalam mengejar materi-duniawi. Pasrah total menerima
apa-apa yang sudah didapatkan. Sebab, semakin jauh perjalanan usia, akan
semakin dekat detik-detik kematian...
“Hai orang-orang beriman! Bertakwalah kepada
Alloh dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya. Dan janganlah sekali-kali kamu
mati melainkan dalam keadaan berserah-diri (muslim).”(QS. Ali Imron: 102).
Demikianlah, renungan di usia
40 tahun itu...
Adapun bagi orang yang belum sampai usia 40 tahun,
bukan berarti belum penting untuk banyak-banyak bersyukur, beramal sholih,
memperbaiki anak-keturunan, bertobat dan berserah-diri. Tapi justeru, lebih
awal berbuat hal-hal seperti itu malah lebih baik. Firman Alloh:
“Berlomba-lombalah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu...”(QS. Al-Hadid: 21).
Jadi, bisa juga dikatakan, bahwa usia di titik 40 tahun
itu adalah sebagai peringatan bagi orang-orang yang lalai, lupa atau belum sadar, dan
sebagai penguat bagi
orang-orang yang sudah menyadari perjalanan usianya hingga sampai 40 tahun itu
(bahwa dirinya harus banyak-banyak berbuat seperti di atas itu).
Sedangkan bagi orang-orang yang sudah melewati usia 40 tahun (50 tahun, 60 tahun, 70 tahun dan
seterusnya), sudah
bukan waktunya lagi memikirkan kesenangan-kesenangan duniawi, benar-benar harus konsentrasi-penuh untuk mendapatkan
kesenangan-kesenangan di akhirat nanti yang kekal selama-lamanya.
Sebab, kematian sudah semakin dekat...
Ya, berapapun usia kita
saat ini, yang jelas kita harus banyak-banyak
beribadah kepada Alloh. Panjang atau
pendeknya usia, dan banyaknya beribadah di dalamnya, tentu akan lebih baik
dalam penilaian-Nya.
“Dan beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang
kepadamu sesuatu yang diyakini (kematian).”(QS. Al-Hijr: 99).
*****