“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
(QS. Adz-Dzariyat: 56).
SERAMBI KAJIAN
Alloh
menciptakan jin dan manusia sebagai dua sosok makhluk yang berbeda: mulai dari
asal/bahan penciptaannya hingga ke soal keberadaannya dalam kehidupan di dunia
ini.
Jin diciptakan dari api yang panas. Firman Alloh:
“Dan Alloh menciptakan jin dari inti api dari
api.” (QS. Ar-Rohman: 15).
Dan manusia diciptakan dari tanah, sebagaimana perkataan Iblis yang
tercatat dalam Al-Quran:
“Firman Alloh kepada Iblis: ‘Apakah yang
menghalangimu hingga tidak sujud (kepada Adam)?’
Jawab Iblis: ‘Aku lebih baik dari pada Adam.
Engkau ciptakan aku dari api, dan Engkau ciptakan dia dari tanah’.” (QS.
Al-A’rof: 12).
Selain itu,
jin dan manusia memiliki alam kehidupan yang berbeda. Yakni, jin berada di alam
ghoib (tidak terlihat dan tidak
tersentuh), dan manusia berada di alam zhohir:
terlihat dan tersentuh. Tersimpul dalam firman Alloh ini:
“... Sesungguhnya dia (jin) melihat kamu
(manusia), yaitu dia dan komunitasnya, dari suatu tempat yang kamu tidak dapat
melihat mereka...” (QS. Al-A’rof: 27).
Lalu...
Apakah ada
ketetapan antara jin dan manusia untuk saling berhubungan, seperti dalam hal:
komunikasi, pergaulan, sosialisasi dan interaksi-interaksi lainnya?
Jawabnya:
Tidak ada !
Sebab,
dengan sudah jelasnya alam kehidupan mereka masing-masing, tentu mereka
memiliki aturan-aturan tersendiri di alam mereka masing-masing itu. Yang
berarti, bila jin masuk (menerobos) alam kehidupan manusia, atau sebaliknya
manusia masuk (menerobos) alam kehidupan jin, maka hal itu secara logis adalah
merupakan sebuah tindakan pelanggaran.
Tapi,
ternyata, kasus pelanggaran itu sudah terjadi sejak awal-awal kehidupan manusia
di bumi ini hingga hari ini, tanpa mereka merasa bersalah. Yakni, manusia dan
jin saling bersekongkol (kerjasama, kolaborasi) dalam hal kepentingan diri
mereka masing-masing.
Inilah
salah satu pernyataan jin yang diabadikan dalam Al-Quran:
“Dan sesungguhnya kami (para jin) mengira,
bahwa manusia dan jin itu tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap
Alloh.”
“Dan sesungguhnya ada beberapa orang
laki-laki yang meminta perlindungan (bantuan, kerjasama) kepada beberapa
laki-laki dari bangsa jin, maka menambahkan mereka dosa dan kesesatan.” (QS.
Al-Jin: 5-6).
Nah, dalam
hal apa saja manusia dan jin saling bersekongkol?
TIGA TITIK KRITIS
Ada “tiga titik kritis” yang
menjadi sentral persekongkolan manusia dan jin dalam kehidupan di dunia ini.
Yaitu...
Pertama:
Dalam Hal Harta
Dalam
rangka untuk mempercepat-waktu dan mempermudah-cara demi mendapatkan harta yang
lebih besar, banyak manusia menggunakan jasa-jasa jin, seperti melalui cara:
hipnotis (sirep, sihir), pesugihan (monyet, babi), bank ghoib, dan
pemujaan-pemujaan lainnya yang berbau mistik dan di luar logika.
Dalam hal
tersebut, manusia mendatangi dukun, orang pinter, paranormal, kuncen dan “calo-calo dunia ghoib”
lainnya yang berada di gunung-gunung, rumah-rumah keramat dan tempat-tempat
mistis lainnya.
Kedua:
Dalam Hal Jabatan
Demi
mendapatkan, memenangkan, menaikkan, menggeser atau menjatuhkan jabatan...,
seseorang bisa melakukan cara-cara yang melibatkan jin di dalamnya, seperti
menggunakan: ilmu guna-guna, santet, teluh atau ritual-ritual lainnya.
Manusia
yang melakukan hal-hal seperti itu adalah orang yang tidak mau bersaing dengan
orang lain (mungkin karena keterbatasan fisik, ilmu dan kemampuannya). Ini
adalah karakter orang yang tidak mau menyadari keadaannya: memaksakan diri
hendak “memeluk gunung” meskipun tangannya tak sampai.
Ketiga:
Dalam Hal Kesaktian
Banyak
orang yang ingin tampil sebagai orang yang kuat, jago dan tak terkalahkan.
Tujuannya bisa untuk jaga diri sendiri atau menakut-nakuti orang lain.
Di antara
“ilmu-ilmu kesaktian” yang diberikan jin kepada manusia ialah seperti: anti
senjata (tahan pukul, tahan bacok, tahan peluru dan ketahanan-ketahanan
lainnya), bisa terbang di udara, bisa berjalan di atas air, bisa menyelam ke
dalam air, bisa menghilang dari penglihatan, bisa bertahan dibakar api, bisa
berlari cepat, dan yang lain-lainnya (yang berada di luar pemahaman logika).
Di samping
itu, jin yang dijadikan tameng kesaktian itu bisa disemayamkan (ditempatkan) ke
dalam bentuk golok, keris, batu, isim dan benda-benda mistik lainnya, sebab jin
itu zatnya seperti asap yang bisa berubah-ubah wujud.
PROSESI PERSEKONGKOLAN
Prosesi
awal dimulainya persekongkolan ialah manusia melakukan ritual pemanggilan jin.
Yakni dengan membaca mantera-mantera (umumnya terdiri dari bahasa Jawa kuno,
bahasa Sansakerta, bahasa Arab, atau gabungan dari bahasa-bahasa tersebut),
dengan menyediakan suguhan-suguhan (persembahan) berupa makanan dan minuman
dari tumbuhan-tumbuhan, darah hewan atau darah manusia.
Kemudian
melakukan puasa beberapa hari tertentu dengan hanya memakan nasi putih dan air
putih saja (puasa mutih), atau puasa beberapa hari tanpa makan sahur dan
berbuka (puasa pati geni).
Setelah
itu, datanglah jin yang akan menjadi tameng kesaktian itu. Jin inilah yang akan
melakukan penjagaan-penjagaan dari serangan musuh itu.
MANFAAT SOSIAL
Setelah
manusia melakukan persekongkolan dengan jin itu dan mendapatkan apa yang
diinginkannya, apakah dia menjadi orang yang terbaik di tengah-tengah kehidupan
kemasyarakatannya?
Mari kita
lihat kenyataannya di lapangan...
Ø Apakah
orang-orang yang kaya dari hasil bersekongkol dengan jin itu mereka menjadi orang
yang sangat pemurah: banyak peduli, banyak sedekah, banyak menyumbang, dan
banyak berbuat baik lainnya?
Pada
kenyataannya mereka malah menjadi kikir dan penuh perhitungan dalam hal
pengeluaran hartanya itu. Justeru mereka lebih rakus dan serakah lagi. Sebab,
jin yang sudah menitipkan hartanya itu tidak mengizinkan hartanya digunakan
semaunya oleh orang-orang yang sudah dititipinya itu.
Lebih
celaka lagi, mereka malah menjadi rentenir yang mencekik dan merampas aset-aset
orang-orang yang miskin dan tak berdaya.
Ø Apakah
orang-orang yang menjadi pejabat dengan bantuan jin itu lantas banyak membantu
bawahannya?
Mereka itu
sebenarnya adalah orang-orang yang ambisi untuk mendapatkan jabatan. Mungkin
mereka sudah berkahayal, bahwa dengan menjadi pejabat itu akan mudah untuk
meraih fasilitas-fasilitas dalam hidup ini (terutama gampang untuk mengeruk
uang yang banyak). Karena itu, apapun caranya akan mereka tempuh demi sebuah
jabatan sekalipun harus meminta bantuan jin. Yakni dengan mendatangi
dukun-dukun atau orang-orang pinter untuk meminta peranan jin agar orang-orang
atau masyarakat di lingkungannya mau memilihnya menjadi pemimpin tertentu.
Maka,
manalah mungkin dari orang-orang seperti itu akan lahir pejabat-pejabat yang
mengutamakan kepentingan orang lain dan masyarakat umum. Malah yang ada, mereka
hanya sibuk untuk mengurusi kepentingan dirinya sendiri dan orang-orang yang
menjadi budaknya semata.
Ø Lalu
bagaimana dengan orang-orang yang sakti karena bantuan jin itu? Apakah mereka
menjadi penolong dan pembela bagi orang-orang yang lemah?
Kenyataan
yang banyak terlihat, mereka malah berlaku sombong, sok jagoan dan tak mau
mengalah (sekalipun salah). Ilmu kesaktiannya digunakan untuk menakut-nakuti
orang, merampok, membegal, memeras, membunuh dan melakukan tindakan kriminal
lainnya. Sebab, tujuan awal untuk mendapatkan ilmu kesaktian itu, pada umumnya,
untuk penjagaan diri sendiri, tanpa ada unsur-unsur untuk membantu dan
melindungi orang-orang lemah yang membutuhkannya.
Itulah
kenyatan yang ada di lapangan...
Jadi,
orang-orang kaya, para pejabat dan
orang-orang sakti yang sudah bersekongkol dengan jin..., maka peranan mereka
bagi perbaikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat umum... adalah sangat
minim. Buktinya, di saat kemiskinan, kekacauan dan kejahatan melanda di tengah
masyarakat luas, mereka tak terlihat di sana untuk melakukan aksi
pemberantasan. Ya, karena mereka hanya mementingkan diri sendiri semata!
TUNTUTAN-BALIK
Apakah
bantuan yang diberikan jin itu gratis?
Tentu:
Tidak!
Sesuai
perjanjian, manusia dituntut untuk memberikan sajian-sajian, suguhan-suguhan
atau persembahan-persembahan, berupa makanan dan minuman yang berasal dari
tumbuhan, daging mentah atau darah segar (bisa berasal dari hewan atau
manusia).
Persembahan
itu diberikan satu kali secara rutin dalam seminggu, sebulan atau setahun. Jika
persembahan itu tidak dipenuhi, maka semua fasilitas yang sudah diberikan oleh
jin itu akan ditarik lagi secara total tanpa ada kompromi lagi atau kematian
akan mengakhiri persekongkolan itu.
DAMPAK BURUK YANG LEBIH PARAH
Setelah
terjalin persekongkolan dengan jin dan mendapatkan hasil yang sangat memuaskan
(dalam hal harta, jabatan dan kesaktian), maka manusia akan jatuh ke dalam kekafiran atau kemusyrikan.
·
Dia akan menjadi kafir manakala dia
menganggap bahwa semua yang dia dapat itu tanpa ada hubungannya dengan Alloh,
dan dia berkata dengan sombong sebagaimana orang-orang terdahulu:
“Sesungguhnya aku diberi semua nikmat itu
karena ilmu yang kumiliki...” (Az-Zumar: 49).
“Aku kira tidak akan binasa (semua yang
kumiliki) ini selamanya. Dan aku tidak mengira bahwa hari kiamat itu akan
datang...” (QS. Al-Kahfi: 35-36).
Itulah
orang yang sombong, yang mengganggap bahwa semua yang dia raih adalah berkat
kemampuannya semata, seolah-olah Alloh “tidak punya peranan” sama sekali dalam
tindakan usahanya itu.
·
Dia akan menjadi musyrik manakala dia
menganggap bahwa ada “pihak selain Alloh” yang bisa memberinya
fasilitas-fasilitas kemewahan seperti itu. Hal ini sama saja menganggap ada
“tuhan” selain Alloh.
Dia lakukan
hal tersebut, sebab dia merasa kalau
meminta kepada Alloh itu lama dikabulkannnya, sedangkan meminta bantuan jin itu
sangat cepat dipenuhinya. Meskipun demikian, dia masih tetap percaya kepada
Alloh.
Alloh tentu
tidak akan menerima perbuatan orang seperti itu. Firman-Nya:
“Telah pasti datangnya ketetapan Alloh, maka
janganlah kamu meminta agar disegerakannya. Maha Suci dan Maha Tinggi Alloh
dari apa yang mereka permusyrikan.” (QS. An-Nahl: 1).
AKHIR KEHIDUPAN
Akhirnya,
meskipun manusia memiliki ilmu kesaktian, tetap saja berakhir dengan kematian.
Walaupun dia tidak bisa mati dibunuh oleh orang lain, tapi takdir Alloh untuk
mencabut ruhnya tidak ada yang bisa menghalangi-Nya seorangpun.
“Tiap-tiap umat (makhluk) mempunyai ajal
(batas waktu hidup). Maka apabila telah datang ajal itu kepada mereka, tidaklah
mereka bisa menundanya sebentarpun dan tidak dapat pula mempercepatnya.” (QS.
Al-A’rof: 34).
“Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati. Kami
akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah. Dan hanya
kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya: 34).
Namun,
akhir kehidupan orang-orang yang telah bersekongkol dengan jin, sungguh sangat
tidak wajar, mengenaskan, menyakitkan dan mengerikan. Seperti inilah yang
sering terjadi...
·
Mati
sebelum tiba waktunya. Yakni, setelah perjanjian sudah jatuh temponya (10
tahun, 20 tahun atau lebih), maka jin merekayasa peristiwa kematian,
seolah-olah itu kematian yang sebenarnya. Dan, misalnya, pohon pisang
diserupakan dengan mayatnya, sedangkan wujud raga aslinya entah dibawa kemana
oleh jin.
·
Sulit
saat sakaratul maut. Sebab, jin-jin yang telah membantu bertahun-tahun
tidak mau ditinggal mati oleh orang yang telah bersekongkol itu. Lalu para jin
itu melakukan rekayasa gerakan-gerakan hidup yang nampak seolah-olah teman
bersekongkolnya itu masih bertahan hidup normal. Perjalanan “kehidupan
rekayasa” para jin itu kurang-lebih 1-2 bulan.
Jelas,
proses kematian seperti itu menjadi beban bagi si korban dan bagi orang-orang yang
menangani pengurusannya.
Itulah
proses kematian yang akan dialami oleh orang-orang yang telah bersekongkol
dengan jin dalam rangka memperoleh fasilitas-fasilitas yang mudah dan memuaskan
dalam kehidupan di dunia ini.
KESIMPULAN
Maka,
berdasarkan kajian di atas, bahwa BERSEKONGKOL DENGAN JIN itu LEBIH BESAR
KERUGIANNYA dari pada keuntungannya, sebagaimana sudah Alloh jelaskan ini:
“Dan bahwa ada beberapa orang laki-laki dari
bangsa manusia meminta perlindungan (bantuan, pertolongan) kepada beberapa
laki-laki dari bangsa jin, maka jin-jin itu hanya menambahkan dosa dan
kesesatan kepada manusia.” (QS. Al-Jin: 6).
Di samping
itu, tidak ada contoh dari Rosululloh
bahwa beliau melakukan kontak atau komunikasi dengan bangsa jin dalam rangka
bekerjasama untuk saling bantu-membantu satu sama lain.
Adapun yang
tertera dalam surat Al-Jin: 1-19 dan
surat Al-Ahqof: 29-31 itu adalah
kisah sekelompok jin yang mendengarkan sebagian ayat-ayat Al-Quran yang dibaca
oleh Rosululloh ketika beliau sholat maghrib di dusun Nakhlah. Sementara beliau
tidak tahu-menahu kehadiran sekelompok jin itu, beliau tahu setelah turun wahyu
surat Al-Jin itu, dus tidak tegur-sapa atau percakapan lain antara beliau
dengan para jin itu.
Dengan
demikian, tidak ada alasan apapun yang
bisa dibenarkan untuk boleh bersekongkol dengan bangsa jin. Dan, demi
menutup pintu kekafiran dan kemusyrikan, maka HARAM melakukan
persekongkolan dengan bangsa jin dalam bentuk apapun.
Nah,
berusahalah sesuai hati dan logika yang normal dan bisa dipahami secara
manusiawi...
“Dan Alloh yang menahan (nikmat/rezeki) dan
melapangkan (nikmat/rezeki)...” (QS. Al-Baqoroh: 245).
“Alloh melapangkan rezeki kepada siapa yang
dikehendaki, dan menyempitkan rezeki (kepada siapa yang dikehendaki). Mereka
bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (tidaklah
seberapa nilainya) dibandingkan dengan kehidupan akhirat, kecuali hanya
kesenangan (yang sedikit).” (QS. Ar-Ro’d: 26).
Barokallohu li wa lakum...
***************na,03072015*************
No comments:
Post a Comment