EPISODE 4 :
PECAH PERANG DAHSYAT
Setelah negosiasi mengalami jalan buntu, maka kedua belah pihak sudah saling siap-siap terjun ke medang tempur.
Pasukan Romawi menyerang terlebih dahulu dari divisi tentara yang terdiri orang-orang Arab Nashroni. Disusul kemudian dengan pasukan-pasukan lainnya. Yang akhirnya, 200.000 tentara Romawi bergerak seluruhnya ke medan laga.
Pasukan Islam pun yang berjumlah 3000 tentara saja tak kalah serunya menyambut serangan pasukan kafirin itu. Dengan pekik “Allohu Akbar” yang keras dan serentak, mereka bergerak maju dengan penuh keyakinan dan keberanian yang luar biasa.
Debu-debu beterbangan, berhamburan memenuhi angkasa di atas pertempuran. Suara kaki-kaki pasukan dan binatang bergemuruh menggetarkan bumi sekitarnya. Pedang-pedang berdentingan saling beradu. Panah-panah berseliweran mencari sasaran. Tombak-tombak melesat mengejar lawan. Darah pun menciprat dari luka-luka yang terkena senjata, hingga tanah berpijak menjadi merah dan bau amis. Satu persatu mayat-mayat jatuh bergelimpangan menemui ajalnya dari kedua belah pihak.
Alloh SWT memperlihatkan jalannya pertempran di medan Mu’tah kepada Rosululloh di Madinah lewat malaikat-Nya.
KEHEBATAN ZAID BIN HARITSAH
Sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
“Bendera pertama dipegang oleh Zaid bin Haritsah. Ia bertempur dengannya hingga gugur sebagai syahid...” (Shohih Bukhori).
Panglima Zaid bin Haritsah dengan menunggang kuda sambil memegang panji pasukan Islam, tampak berada di depan pasukannya. Ia menyeru pasukannya agar terus menyerbu musuh di tengah-tengah desingan anak-anak panah, kejaran tombak-tombak dan kibasan pedang-pedang.
Pasukan Islam tak merasakan lagi tentang jumlah mereka yang sangat sedikit. Mereka menyerbu bagaikan badai di hadapan gelombang yang dahsyat menerjang. Tak diingatnya lagi rumah untuk pulang. Tak diingatnya lagi harta yang melimpah. Tak diingatnya lagi sawah-ladang luas membentang. Tak diingatnya lagi jabatan yang tinggi. Tak diingatnya lagi populeritas yang membanggakan. Tak diingatnya lagi kekasih yang menawan. Hanya kalimat Alloh yang memenuhi hati dan pikiran mereka.
Allohu Akbar !!!
Cukup lumayan kewalahan pasukan Romawi menghadapi terjangan Pasukan Islam yang berjumlah sedikit dan tak takut mati itu.
Sekelompok pasukan Romawi kemudian mengepung posisi Zaid sang panglima pasukan Islam. Zaid berusaha menerobos kepungan itu. Tapi satu persatu anak panah, tombak dan pedang melukai tubuh Zaid, hingga ia sempoyongan dihantam bertubi-tubi dalam kepungan, dan akhirnya ia roboh ke bumi dengan bermandikan darah syahid.
Sebelum bendera pasukan Islam menyentuh tanah, maka Ja’far bin Abi Tholib segera menyambarnya dari tangan Zaid. Pertempuran makin berkobar!
KEHEBATAN JA’FAR BIN ABI THOLIB
Sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
“Kemudian bendera itu dipegang oleh Ja’far bin Abi Tholib. Ia bertempur dengannya hingga gugur sebagai syahid.” (Shohih Bukhori).
Allohu Akbar !!!
Kini bendera pasukan Islam berada dalam genggaman Ja’far bin Abi Tholib. Dari atas kudanya, ia memberi komando kepada pasukan Islam. Tangan kiri dan kanannya silih berganti memegang bendera dan pedang. Tangan kirinya mengangkat bendera setinggi-tingginya, dan tangan kanannya menebas musuh-musuh yang ada di depannya dengan pedang yang bergerak lincah.
Banyak tentara Romawi yang tersungkur menemui ajalnya oleh sabetan pedang Ja’far. Hal ini membuat pasukan Romawi ketar-ketir.
Beberapa tentara Romawi mendekati Ja’far dan tikaman bertubi-tubi berhasil mengenai kuda tunggangannya hingga tersungkur ambruk. Secepatnya Ja’far melompat dari kudanya dan menerobos barisan musuh.
Kini Ja’far berjalan kaki menghadapi lawan-lawan di hadapannya. Tak surut semangat jihadnya. Tak kendor teriakan-teriakannya untuk membangkitkan gairah berjuang pasukannya. Inilah ucapan untuk dirinya yang bisa didengar oleh seluruh pasukan di medan tempur:
“Wahai surga yang aku rindukan untuk mendiaminya. Harum semerbak aromanya, sejuk segar air telaganya. Pasukan Romawi telang mendatangi lobang kuburnya, terhalang jauh dari sanak keluarganya. Kewajiban akulah untuk menghantam saat jumpa dengan mereka...!”
Kembali untuk kedua kalinya pasukan Romawi mengepung panglima pasukan Islam. Tapi Ja’far masih mampu melumpuhkan mereka satu persatu dengan pedangnya. Hingga makin banyak tentara Romawi yang berdatangan mengepungnya. Masih sulit menaklukkan Ja’far dalam posisinya yang bebas bergerak.
Pasukan Romawi terus berusaha mendesak Ja’far ke posisi yang sulit. Hingga akhirnya, salah seorang dari mereka berhasil menebas lengan tangan kanan Ja’far sampai putus.
Sebelum bendera jatuh bersama potongan tangan kanannya itu, tangan kiri Ja’far berhasil menyambarnya. Ia terus maju memberi komando kepada pasukannya untuk terus menerjang musuh.
Pasukan Romawi sedikit merasa lega, sebab Ja’far sudah berkurang kekuatan dirinya. Tapi tetap saja mereka masih kewalahan menghadapi Ja’far yang gerakannya makin membabi-buta itu diiringi dengan pasukannya yang tak takut mati.
Kembali Ja’far dikepung. Tentara-tentara Romawi membidik tangan kiri Ja’far. Dibuatnya Ja’far berada dalam kesulitan, dan mereka berhasil menebaskan pedang ke tangan kiri Ja’far hingga putus juga.
Bendera Islam jatuh ke tanah, tanpa bisa Ja’far menyambarnya. Tapi ia masih bisa bergerak dengan cepat. Ia membungkuk mencapit gagang bendera dengan kedua ujung sikunya yang sudah terpotong itu. Ia dekap bendera di dadanya dengan kedua tangannya yang tinggal sepotong itu. Darah menetes kemana-mana. Rasa sakit dari luka di tangan itu tak dipedulikannya lagi. Ia terus berteriak keras memberi komando kepada pasukan Islam agar jangan mundur dari arena peperangan.
Melihat gerakan Ja’far masih saja penuh semangat membara, beberapa tentara Romawi memburu Ja’far dengan geram. Setelah mendapatkan posisi yang pas, seorang tentara Romawi mengangkat pedangnya ke atas, lalu mengayunkannya ke tubuh Ja’far ke arah bawah dengan sekuat tenaga, hingga yang terjadi ialah tubuh Ja’far terbelah menjadi dua bagian yang bersimbah darah. Saat itu juga Ja’far menemui ajalnya, gugur sebagai syahid menyusul Zaid bin Haritsah.
KEHEBATAN ABDULLOH IBNU ROWAHAH
Sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
“Kemudian bendera itu dipegang oleh Abdulloh ibnu Rowahah. Ia bertempur dengannya hingga gugur sebagai syahid.” (Shohih Bukhori).
Abdulloh ibnu Rowahah yang melihat tubuh Ja’far ambruk ke tanah, segera ia menerjang dan membabat tentara Romawi yang berada di situ. Ia sambar bendera Islam dekat tubuh Ja’far. Kembali ia kibarkan tinggi-tinggi. Perlawanan pasukan Islam tak surut terjangannya terhadap pasukan Romawi. Korban-korban terus berjatuhan di pihak pasukan Romawi.
Melihat pasukan Romawi seakan tak ada habisnya (karena memang puluhan kali lipat), membuat Abdulloh sempat berpikir: maju terus sampai hancur total atau mundur menyelamatkan sisa-sisa pasukan.
Wajarlah Abdulloh berpikir seperti itu. Sebab, sampai saat itu tak ada sedikit pun bantuan untuk menambah jumlah pasukan Islam dan perbekalannya. Keadaan tentu sangat sulit. Apalagi pasukan Islam berperang di kandang orang lain. Sedangkan pasukan Romawi adalah berada di rumahnya sendiri. Sehingga sangatlah mudah untuk mendapatkan bantuan kapan saja.
Tapi, melihat pasukan Islam tak melemah semangat jihadnya sedikit pun, Abdulloh pun bertekad untuk terus memimpin mereka sampai darah penghabisan. Ia turun dari kudanya. Dengan berjalan kaki, Abdulloh lebih nyaman memainkan pedangnya membabat musuh kesana-kemari. Dari bibirnya meluncur kata-kata yang bisa didengar oleh siapapun di sekitarnya, untuk memperkuat langkah jihadnya.....
“Aku telah bersumpah, wahai diri! Sungguh engkau akan turun menyerbu musuh walau kau membencinya.
Jika orang-orang sudah maju menyerbu dan mereka telah mengeraskan suara genderang perang, mengapa engkau masih hendak diam terpaku? Apakah engkau tak suka dengan surga?
Sesungguhnya engkau sudah lama dalam keadaan tenang, damai. Padahal engkau adalah tidak lain hanyalah setetes air mani yang tersimpan lama dalam sebuah tempat.”
Kata-kata Abdulloh yang tertuju untuk dirinya sendiri itu, juga membangkitkan semangat jihad pasukannya. Membuat pasukan Romawi kelelahan menghadapinya. Lanjutnya.....
“Wahai diri! Jika engkau tidak mati dibunuh, namun engkau akan mati juga. Kini telaga kematian sungguh telah berada di hadapanmu. Apa yang telah lama engkau dambakan, sungguh telah sampai di depan matamu.
Jika engkau berbuat mengikuti Zaid dan Ja’far, pastilah engkau akan terpimpin. Namun jika engkau mundur, maka sungguh celakalah engkau!”
Abdulloh menyudahi kata-kata yang menyemangati dirinya itu. Sambil bergerak maju, ia selalu mengawasi gerakan-gerakan musuh. Saudara sepupunya datang menghampirinya.....
“Makanlah daging ini untuk menambah tenaga dalam situasi berat seperti ini,” ujar sepupunya.
“Baiklah...”terima Abdulloh, lalu memasukan daging itu ke dalam mulutnya, sambil mengurangi gerak langkah majunya hingga beberapa saat.....
“Apakah aku masih berada di dunia?” tanya Abdulloh kemudian pada dirinya sendiri.
Abdulloh mulai sadar, kalau sepotong daging pemberian sepupunya itu telah menyita waktunya beberapa saat. Artinya, ia merasa sedikit terlambat untuk meraih kemenangan atau kesyahidan. Maka, ia lemparkan sisa daging yang masih ada di tangannya itu untuk makhluk Alloh yang lain seperti semut, tikus atau yang lainnya.
Dengan adanya penambahan tenaga, membuat Abdulloh merasa lebih ringan dalam menggerakkan tubuhnya menerjang dan membabat musuh yang ada di hadapannya. Kembali pihak tentara Romawi banyak yang tewas di tangan Abdulloh.
Sekelompok tentara Romawi berusaha mengejar dan mengepung Abdulloh. Beberapa saat Abdulloh masih mampu menjatuhkan beberapa tentara Romawi yang mengepungnya. Namun lama-lama, ia kehabisan tenaga, apalagi luka-luka di tubuhnya bertambah banyak. Dan akhirnya, tebasan pedang tentara Romawi yang bertubi-tubi membuatnya terkapar di atas tanah bersama jatuhnya bendera Islam yang terggenggam di tangannya.
“Apakah aku masih berada di dunia?”
Kini terjawab sudah pertanyaan Abdulloh itu, bahwa ia sudah tak berada di dunia lagi. Ia sudah meraih syahid!
>>> Lanjut ke episode 5
No comments:
Post a Comment