Tuesday, September 8, 2015

AKIBAT MAKAN RIBA: ORANG GILA YANG PERLENTE, BERUANG DAN BERDASI (TENTANG: RIBA DAN RENTENIR)





ORANG GILA

YANG PERLENTE,

BERUANG DAN BERDASI
(TENTANG: RIBA DAN RENTENIR)




SEKILAS TENTANG ORANG GILA

ORANG GILA (majnun, crazy man) ialah orang yang berada dalam kelainan jiwa yang mempengaruhi memori otaknya dan alam pikirannya, yang kemudian berimbas kepada fisik dan prilakunya.
Ciri-ciri umumnya ialah: lupa dirinya dan lingkungannya, makan dan minumnya sembarangan, badan dan pakaiannya tidak terurus, tidak butuh uang dan kesenangan lainnya.
Kerjaannya setiap hari ialah: melamun atau jalan-jalan tak tentu arah, ketawa-tawa atau menangis, marah-marah/ngomel atau teriak-teriak, dan berprilaku tak normal lainnya.

Simpelnya, apa yang ada pada orang gila itu ialah: kekacauan, tidak tahu malu, masa bodoh, rambut acak-acakan, pakaian kumel, badan dekil dan makan/minum semaunya.

Ada beberapa penyebab penyakit gila seperti itu, misalnya: karena usaha/ekonomi yang bangkerut, kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya, cinta berantakan, diguna-guna orang, atau karena hal-hal lainnya yang melampaui batas-batas kemampuan fisik dan jiwanya.

Tapi...
ORANG GILA yang akan saya bahas ini... kondisinya lain dari biasanya...!

Siapapun tidak akan percaya. Karena, ORANG GILA yang satu ini punya uang banyak, mobil mengkilat, rumah mewah, tanah luas dan aset-aset lainnya.
Wajar kalau dia disebut sebagai “The Fantastic Crazy Man”!

Siapa dia...?!

Mari simak keterangannya dalam Al-Quran ini:
“Orang-orang yang makan riba itu tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran penyakit gila. Keadaan mereka yang seperti itu adalah karena mereka mengatakan (bahwa) sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba. Padahal Alloh tealah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Oranga yang telah sampai kepada larangan dari Tuhannya, lalu berhenti berbuat riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu, dan urusannya terserah Alloh. Dan orang yang meneruskan mengambil riba, maka orang itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqoroh: 275).

Jadi, ORANG GILA YANG PERLENTE, BERUANG DAN BERDASI itu ialah “orang yang memakan riba (rentenir, money lender)”, yakni “orang yang meminjamkan uang atau barang kepada orang lain dengan mengambil keuntungan yang berlipat-lipat, yang apabila si penerima pinjaman itu tidak mampu membayarnya, maka akan disita segala hak miliknya seperti rumah, tanah, kendaraan dan/atau yang lainnya tanpa melalui proses hukum lagi”.


APA ITU RIBA?

Riba” secara asal-usul kata (etimologi) ialah “robaa, yarbuu, ribaa-an”, yang artinya “tumbuh, tambah, berkembang”.
Adapun pandangan secara ajaran Islam, riba ialah sebuah aktivitas tukar-menukar (jual-beli) atau pinjam-meminjam sesuatu barang yang mengandung unsur-unsur kecurangan dan pemaksaan terhadap salah satu pihak, sementara pihak pemilik modal mempunyai kebebasan untuk mengambil keputusan sebelah pihak (seperti: menyita, merampas dan/atau melelang tanpa proses hukum terlebih dahulu).
Oleh karena itu, riba hanya menguntungkan salah satu pihak (penjual, pemberi pinjaman, pemilik modal), dan merugikan satu pihak lainnya (pembeli, penerima pinjaman, penghutang modal).
Umumnya, para tukang riba (rentenir, money lender) ini memanfaatkan suatu kondisi di mana orang-orang sedang berada dalam keterdesakan terhadap suatu kebutuhan yang harus dipenuhinya dengan cara lebih mudah dan cepat.
Makanya, dalam transaksi riba itu tidak ada unsur-unsur tenggang-rasa, tolong-menolong atau naluri kepedulian yang didasari oleh rasa kemanusiaan dan niat-ikhlas.
Tidak heran, banyak cerita tentang orang-orang yang terlilit oleh bunga riba yang berlipat-lipat, lalu bangkerut dan kehilangan segala hak miliknya (rumah, tanah, kendaraan dan yang lainnya) akibat disita-habis oleh “orang gila beruang” itu...!


DUA JENIS RIBA

Pada saat ayat-ayat tentang riba diturunkan, ada 2 (dua) jenis riba yang umum diperbuat oleh masyarakat jahiliyah Arab pada saat itu, yakni: Riba Nasi’a dan Riba Fadhl.

1.     Riba Nasi’ah
Nasi’ah (nun-sin-hamzah)” yang rumpun katanya ialah: “nasa-a, yansa-u, nas-an” yang artinya mengandung unsur waktu: “panjang umur, tidak tunai, diulur, ditunda”.
Riba nasi’ah ialah meminjam atau menjual suatu barang dengan pembayaran/pengembalian yang dipanjangkan waktunya (ditunda). “Perpanjangan waktu” ini dijadikan alasan untuk “menambah” pembayaran atau pengembalian modal itu.
Ada 2 (dua) cara penghitungannya:
Ø  Tambahan/bunga Satu Kali
Misalnya, pinjaman atau sisa pembayaran 10.000 akan dibayar dalam waktu 30 hari. Maka bila lewat dari 30 hari itu akan bertambah 5.000. Jadi yang harus dibayar: 15.000 (10.000 + 5.000). Dan seterusnya kelipatan 5.000/30 hari. Nah, tambahan 5.000 itu adalah riba. 
Ø  Tambahan/bunga Dua Kali
Misalnya, pinjam atau sisa pembayaran 10.000.
·         Bila dibayar dalam tempo 30 hari, maka tambahan 5.000.
·         Bila dibayar lewat 30 hari, maka kena tambahan lagi 5.000.
Jadi, bila pembayaran lewat dari 30 hari perhitungannya ialah:
10.000 (pinjaman/modal pokok) +
5.000 (tambahan tenggang 30 hari) +
5.000 (denda lewat 30 hari) =
Yang harus dibayar total : 20.000.
Maka tambahan 2 X 5.000 itu adalah riba.

Demikianlah contoh sederhananya tentang Riba Nasi’ah itu. Dalam setiap daerah (negara) tentu memiliki cara-cara yang berbeda, namun pada intinya adalah mencari keuntungan dengan memanfaatkan perpanjangan waktu itu.
Sabda Rosululloh:
“Laa ribaa illaa fin-nasii’ah. Tidak ada riba kecuali dalam (perpanjangan/penundaan) waktu.” (HR. Bukhori dan Muslim).

2.     Riba Fadhl
Fadhl (fa, dhodh, lam)” yang rumpun katanya ialah: “fadhola, yafdhulu, fadhlan” yang artinya: “lebih, sisa, utama”.
Riba fadhl” adalah “menjual/menukar sesuatu barang dengan (bayaran) barang yang sejenis, dengan mencari keuntungan/kelebihan dari salah-satu barang-barang tersebut”. Maka, “keuntungan/kelebihan” itu adalah riba.
Dengan jelas sebuah hadits menerangkan sebuah proses transaksi yang berkaitan dengan riba fadhl ini...

Ø  2 Barang Jelek VS 1 Barang Bagus
Abu Sa’id Al-Khudhry berkata:
Suatu hari sahabat Bilal membawa korma yang bagus kepada Rosululloh.
Tanya Rosululloh: “Dari mana kamu dapat korma ini?”
Jawab Bilal: “Kami punya dua karung korma yang jelek, lalu kami tukar dengan satu karung korma yang bagus.”
Sabda Rosululloh: “Hadzaa riba. Ini adalah riba. Kalau kamu mau, seharusnya kamu jual dulu korma kamu pada orang lain, lalu uangnya belikan kepada korma yang bagus itu.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Transaksi seperti Bilal itu ialah “untung-untungan” yang tidak jelas. Dasar pemikirannya ialah:
·         Orang yang mendapat korma yang jelek dua karung berspekulasi akan mendapatkan “keuntungan/kelebihan” karena jumlah kormanya “dua karung” itu.
·         Orang yang mendapatkan korma yang bagus satu karung, dia akan berspekulasi mendapatkan “keuntungan/kelebihan” karena “kondisi” kormanya bagus.
Nah, kalau “untung”, tentu akan merasa “senang”. Tapi kalau “rugi”, tentu ada “penyesalan” dalam hati.
Oleh sebab itu, ajaran Islam tidak menghendaki adanya transaksi yang bersifat “untung-untungan yang tidak jelas” itu. Karena, pada dasarnya manusia adalah selalu menginginkan dapat “keuntungan”. Maka, transaksi yang “tidak jelas keuntungannya” lebih baik tinggalkan!

Ø  Emas VS Emas
Satu lagi prosesi pinjam-meminjam yang banyak terjadi di tengah masyarakat hingga saat ini ialah: meminjam sesuatu kebutuhan/barang (misalnya: uang) tapi yang diberikan oleh pemilik modal ialah emas, dan harus dibayar dengan emas lagi (tidak mau diuangkan).
Nah, orang yang meminjam itu akan mendapatkan kerugian dua kali:
ü  Ketika emas itu dijual (diuangkan), maka ada potongan harga dari toko pembelinya (tidak berdasarkan pada harga umum yang ada).
ü  Saat dia membayarnya (dengan emas lagi), maka akan membeli emas terlebih dahulu dengan harga yang normal di pasaran (dan hal yang lebih memberatkannya lagi ialah ketika harga emas naik melebihi sewaktu dia meminjam dulu).
Ajaran agama mana yang tega membiarkan umatnya: sekelompok orang bersenang-senang di atas penderitaan orang lain, sementara sekelompok yang lainnya terlilit oleh beban kehidupan yang menyiksanya?
Oleh karena itu, Rosululloh dengan tegas menyatakan:
Emas (dibayar) dengan emas, perak dengan perak, tepung dengan tepung, gandum dengan gandum, korma dengan korma, dan garam dengan garam, maka barangsiapa menambahkan sesuatu dan meminta ditambahkan, berarti dia telah berbuat riba. Maka, sungguh orang yang mengambil (riba) dan memutuskannya adalah sama (hukumnya = haram).” (HR. Bukhori dan Muslim).
Jadi, riba fadhl adalah mencari “kelebihan/keuntungan” dari penjualan/penukaran/peminjaman sesuatu barang yang sama jenisnya.

Demikianlah 2 (dua) jenis riba yang sangat umum berkembang di tengah-tengah masyarakat hingga hari ini hampir di seluruh dunia. Yakni, dalam bidang pinjam-meminjam (dengan pembayaran tempo waktu) dan jual-beli (dengan pembayaran tidak tunai dan/atau menggunakan pembayaran dengan barang yang sejenis). 


HUKUM RIBA

Hukum riba sudah sangat jelas, yakni: haram.
Firman Alloh:
“... Dan Alloh menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba...” (QS. Al-Baqoroh: 275).
Sabda Rosululloh:
“Aku datang atas manusia di zaman yang tidak seorangpun kecuali makan riba. Maka jika tidak makan ribanya (secara langsung), maka dia akan terkena asapnya juga atau debunya.” (HR. Abu Dawud).


RIBA DAN GILA

Orang-orang yang mengambi/memungut/memakan riba (rentenir, money lender) adalah orang-orang yang berjiwa sangat kikir, penuh perhitungan dan rakus dalam menumpuk harta.
Maka tidak heran, kalau para rentenir itu selalu memikirkan bagaimana agar pergerakan hartanya itu berkembang (bertambah) dengan berbagai cara apapun.
Siang dan malam mereka berpikir, dan inilah sebagian dari isi yang ada otaknya itu...

Apakah lancar...?
Kalau tidak, harus disita...!
Bagaimana orang yang kabur...?
Mau tidak mau, harus harus pakai tukang pukul...!
Bahaya/merugikan kalau dibiarkan...!
Terserah, apapun orang bilang...!
Dari pada aku yang hancur...!

Ya, dari tekanan yang ada dalam otaknya yang bertumpuk-tumpuk itu, hilanglah rasa kepedulian, kasih sayang dan kekeluargaan dari hatinya. Lalu muncullah sikap galak, kasar dan kejam kepada setiap orang yang meminjam (menggunakan) hartanya itu. Kadang mereka sudah tak punya batas-batas kemanusiaan lagi dalam menghina, mengejek, merendahkan dan mencaci-maki kepada orang (peminjam) yang tidak tepat perjanjiannya (untuk membayar pinjaman).

Itulah adanya sosok tukang riba (rentenir)... Otak mereka selalu bergemuruh dan dada mereka selalu berguncang dalam mengurus hartanya...
“... Mereka tidaklah berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan tersebab tekanan penyakit gila...” (QS. Al-Baqoroh: 275).


AKIBAT RIBA

Beberapa akibat buruk dari riba itu bisa terjadi dan dirasakan di dunia ini, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rosululloh ini...
·         “Tidak akan merajalela riba pada suatu bangsa, kecuali akan merajalela juga penyakit gila pada mereka.” (HR. Ibnu Majah, Al-Bazar, Al-Baihaqi dan Al-Hakim).
·         “Riba itu ada 70 macam dosanya, dan dosa riba yang paling ringan ialah seperti seseorang menyetubuhi/menzinai ibunya sendiri, atau dosanya seperti seseorang mengawini ibunya.” (HR. Ibnu Maja dan Al-Baihaqi).
Adapun akibat buruk yang akan diterima di akhirat nanti bagi para pelaku riba itu ialah lebih mengerikan lagi...
·         “... Dan orang-orang yang tidak berhenti berbuat riba (setelah tahu larangan Tuhan), maka mereka itulah penghuni-penghuni neraka: mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqoroh: 275).
·         “Ada empat golongan yang menjadi kewajiban Alloh agar tidak memasukkan mereka ke dalam surga dan tidak merasakan kepada mereka kenikmatannya. Mereka itu adalah: (1) peminum khomer (pemabok, narkoba), (2) pemakan riba (rentenir), (3) pemakan harta anak yatim secara zholim, dan (4) anak durhaka kepada kedua orang tuanya kecuali merreka bertobat.” (HR. Bukhori).


RENUNGAN

Sekecil apapun larangan Alloh dan sekecil apapun akibat buruk yang ditimbulkannya, maka itu harus dihindari. Sebab, semua orang tentu tidak menginginkan adanya keburukan, kesusahan dan kesakitan sekecil apapun menimpa dirinya!
Setiap perbuatan akan berjalan di hadapan hukum yang ada, dan Rosululloh sudah mengingatkan, bahwa:
“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas (keterangannya). Dan di antara keduanya itu ada perkara-perkara yang samar/meragukan (syubhat), dan hal itu tidak banyak diketahui oleh manusia. Maka orang yang hati-hati terhadap perkara yang samar (syubhat) itu, maka sungguh dia telah membersihkan agamanya dan kehormatannya.” (HR. Bukhori).

Soal riba hukumnya sudah jelas ialah: HARAM. Berarti riba harus ditinggalkan tanpa harus berbelit mencari-cari alasan apapun. Dengan tegas Alloh menyatakan:
·         “... Dan Alloh mengharamkan riba...” (QS. Al-Baqoroh: 275).
·         “... Dan Alloh memusnahkan riba...” (QS. Al-Baqoroh: 276).

Maka, bagi mereka yang sampai detik ini masih mengerjakan perbuatan riba, segeralah berhenti, jika ingin selamat di dunia dan di akhirat!
Dan, bagi mereka yang sedang sibuk dengan urusan-urusan pinjam-meminjam atau jual-beli, maka berhati-hatilah tergoda oleh keuntungan-keuntungan besar dari riba yang haram itu!

“Setiap tubuh yang tumbuh
dari barang yang haram (termasuk riba),
maka
api neraka lebih pantas membakarnya.”
(HR. Ath-Thobroni).


Barokallohu lii wa lakum...
**************************sab-blog######

 





 




No comments:

Post a Comment