Monday, September 7, 2015

TIGA BIDADARI DI RUMAH



3 BIDADARI
DI
RUMAH




“Bidadari”
adalah sebutan tertinggi
untuk kaum wanita yang suci, mulia dan terhormat (lebih lengkapnya ditambah dengan “indah”  dan “cantik”).
Umumnya, para bidadari itu ditujukan untuk wanita-wanita yang ada di surga atau di khayangan.
Tapi, jangan tak percaya,
kalau wanita-wanita yang ada di rumah kitapun bisa menjadi
 “bidadari-bidadar“
yang tak kalah hebatnya.

Mereka adalah...



IBU:
BIDADARI YANG PERTAMA

Ibu
adalah orang pertama
memberikan sentuhan kasih sayang kepada kita (anak-anaknya)
sejak berada di dalam kandungannya.



PERANAN IBU
  •          Mengandung, yakni minimal selama 6 enam bulan atau rata-rata selama 9 bulan.
“... Dan ibu mengandung (anak)-nya dan menyapihnya selama tiga puluh bulan...”(QS. Al-Ahqof: 15).

  •         Menyusui, yakni yang dianjurkan oleh Alloh ialah selama 24 bulan (2 tahun).
“Para ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan...”(QS. Al-Baqoroh: 233).

Dua peranan ibu tersebut tidak bisa digantikan oleh laki-laki sampai kapanpun, karena hal itu adalah “peranan khusus” yang diberikan oleh Alloh hanya untuk kaum wanita saja.
Di samping itu, ibu juga harus membesarkan anak-anaknya, menjaga ruang-geraknya dan memberikan bimbingan-bimbingan dalam menghadapi perjalanan hidup ini. Semua itu bukanlah tugas yang ringan, melainkan penuh pengorbanan, kesabaran, keberanian dan kekuatan (moral dan material).

Coba renungkan! Betapa beratnya peranan dan kewajiban seorang ibu itu...
Oleh sebab itu, ada seorang sahabat yang bertanya: “Wahai Rosululloh, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?”
Sabda Rosululloh: “Ummuka. Ibumu.”
Ia bertanya lagi: “Kemudian siapa lagi?”
Sabda beliau: “Ummuka. Ibumu.”
Ia bertanya lagi: “Kemudian siapa lagi?”
Sabda beliau: “Ummuka. Ibumu.”
Ia bertanya lagi: “Kemudian siapa lagi?”
Sabda beliau: “Abuka. Bapakmu.” (HR. Bukhori dan Muslim). Rsb 5/136

Terbukti, bahwa benar-benar peranan ibu itu sangat besar terhadap anak-anaknya, apalagi di saat-saat anak-anak itu masih berada di usia dini. Bahkan, setelah anak-anaknya dewasa, ibu masih tetap terlibat dalam menangani urusan-urusan mereka.
Maka tidak heran, kalau ada pepatah yang mengatakan: “Kasih ibu sepanjang jalan”. Artinya, seorang ibu akan meyayangi anak-anaknya sepanjang hidupnya.
Mungkin karena hal itu pula, sampai ada orang yang berani membuat hadits bahwa, “surga di bawah telapak kaki para ibu, al-jannatu tahta aqdamil-umahat”.             Seolah-olah menggambarkan, pada diri ibu tersimpan kasih sayang yang tiada habisnya (selalu ada, abadi). Itulah sesuai dengan realita yang ada, meskipun ke-shohih-an hadits itu tidak tersambung kepada Rosululloh.

Beberapa keterangan hadits di bawah ini sangat penting untuk disimak dan dihayati:
Ø  “Ridho Tuhan ada dalam ridho dua orang tua, dan murka Tuhan ada dalam murka dua orang tua.”(HR. Al-Hakim). 1100- 1/240
Artinya, keridhoan dan kemurkaan dua orang tua bisa menjadi kenyataan secepatnya, karena Tuhan ada bersamanya. Ini isyarat agar menyayangi dua orang  tua.
Ø  “Orang tua itu bagaikan pintu gerbang surga. Maka jika kamu berkehendak,
apakah kamu akan menyia-nyiakannya atau menjaganya.”(HR. At-Tirmizy). Rsb, 22/141
Artinya, orang tua bisa menjadi penyebab kita untuk masuk surga.
Ø  Di antara beberapa dosa besar (al-kabaair) yang dijelaskan oleh Rosululloh, salah satunya ialah:
“’Uquuqul-waalidaini. Mendurhakai dua orang tua.”(HR. Bukhori dan Muslim).
Hendaknya kita takut dengan dosa besar itu, kemudian kita lebih memfokuskan diri berbakti kepada dua orang tua.
Ø  “Sesungguhnya Alloh mengharamkan kamu mendurhakai kaum ibu.”(HR. Bukhori dan Muslim).rsb, 5/143

Sangat jelas, bahwa mendurhakai orang tua hukumnya haram. Berarti, sangat terlarang untuk dilakukan!

Dan, masih banyak lagi keterangan-keterangan yang berkaitan dengan keberadaan orang tua (ibu dan bapak), dan tidak lepas dari anjuran-anjuran untuk berbakti kepada merek berdua.

Dengan demikian, maka patutlah ibu menjadi seorang bidadari di dalam keluarga, mengingat jasa-jasanya yang luar biasa itu: Dia memiliki kasih sayang yang tiada batas, pengorbanannya tanpa pamrih dan tanggung-jawabnya sangat ikhlas. Semua itu demi anak-anaknya. Dan, wajarlah kalau anak-anaknya memujanya sebagai “bidadari”...

**


ISTERI:
BIDADARI KEDUA


Isteri adalah perempuan kedua
dalam kumpulan keluarga setelah seorang ibu.
Disebut sebagai “isteri” ialah bagi perempuan yang sudah bersuami.

Sebuah hadits menyatakan:
“Wanita adalah belahan separuh (yang sama) dengan laki-laki.”(HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Ketika seorang laki-laki hendak menikahi seorang wanita (untuk dijadikan sebagai isteri), maka Rosululloh mengingatkan dengan sabdanya:
“Dinikahi perempuan karena empat alasan:
(1) karena hartanya,
(2) karena keturunannya,
(3) karena kecantikannya,
dan (4) karena agamanya.

Maka wajib atas kamu memilih karena agama, agar berkah kedua tanganmu.”(HR. Muslim).1100,9/227

Alasan memilih agama untuk pasangan hidup, Rosululloh menjelaskan secara rinci:
“Laki-laki yang mengawini seorang wanita karena kedudukan (kemuliaan)-nya, tidaklah Alloh akan menambah baginya kecuali kerendahan (kehinaan); dan laki-laki yang mengawini wanita karena harta (kekayaan)-nya, tidaklah Alloh akan menambah baginya kecuali kemelaratan (faqir); dan laki-laki yang mengawini wanita karena keturunan (keningratan)-nya, tidaklah Alloh akan menambah baginya kecuali kehinaan (celaan); dan laki-laki yang mengawini wanita tiada lain baginya kecuali ingin menundukkan pandangan matanya dan menjaga kesucian seksualnya atau ingin menyambung tali kasih sayang kekeluargaan, Alloh akan memberkahi dirinya bagi isterinya dan memberkahi isterinya bagi dirinya.”(HR. Bukhori).

Dan satu hal lagi yang dipesankan oleh Rosululloh berkaitan dengan calon isteri, ialah:
“Nikahilah wanita yang banyak memiliki rasa sayang dan berketurunan banyak (subur), karena sesungguhnya aku bangga melihat umatku banyak di hari kiamat.”(HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan An-Nasai).

Dan inilah peringatan Rosululloh bila menyimpang dari apa-apa yang sudah diterangkannya itu:
“Apabila datang kepadamu (laki-laki untuk meminang wanita) yang kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia; bila tidak kamu lakukan akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang luas.”(HR. At-Tirmizy dan Ahmad).

Ya! Memilih wanita karena agamanya untuk dinikahi, itu menunjukkan ke-sholih-an diri seorang laki-laki. Berarti, wanita yang dia pilih itupun ialah wanita yang sholihah.
Itulah yang dimaksud oleh Alloh dalam firman-Nya ini:
“... Dan wanita-wanita yang baik (sholihah) ialah untuk laki-laki yang baik (sholih), dan laki-laki yang baik ialah untuk wanita-wanita yang baik...”(QS. An-Nur: 26).

Bagi seorang laki-laki sholih, harta bukanlah kebanggaan yang bisa menyenangkan dan memuaskan dirinya dalam kehidupan di dunia ini. Dari pasangan hidup (isteri) itulah, dia akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan yang melebihi dari seluruh kemewahan yang ada di dunia ini. Sebagaimana sabda Rosululloh ini:
“Dunia ini adalah kesenangan, dan sebaik-baiknya kesenangan dunia ialah isteri sholihah.”(HR. Muslim).

Ketahuilah, setelah rumah tangga terbentuk, maka suami tidak lagi menuntut bisikan-bisikan cinta, rayuan-rayuan mesra dan kata-kata gombal lainnya dari isterinya. Tetapi, keceriaan, keikhlasan dan pengertian... itulah yang akan memenuhi kepuasan dalam dirinya. Dan semua itu, hanya bisa didapat dari isteri sholihah... 
Sebagaimana yang digambarkan oleh Al-Quran ini:
“... Maka wanita yang sholihah ialah yang taat kepada Alloh dan memelihara diri (menjaga kesucian) di saat suaminya tiada, sebagaimana Alloh telah menjaga (mereka)...”(QS. An-Nisa: 34).

Sabda Rosululloh:
“Tiada yang bisa bermanfaat bagi seorang suami (mukmin laki-laki) yang lebih baik baginya sesudah takwa kepada Alloh, selain dari isteri yang sholihah. Jika suami memberi perintah, maka dia (isteri sholihah) mentaatinya.
Jika suami memandangnya, dia terlihat menyenangkan. Jika suami memberi bagian, dia menerimanya dengan baik. Dan jika suaminya tiada di sampingnya (keluar rumah), dia menjaga diri dan hartanya.” (HR. Ibnu Majah).

Ya! Intinya, isteri yang sholihah itu ialah:
Ø  Taat, yakni:
o   Taat kepada Alloh, ialah dengan banyak atau rajin beribadah kepada Alloh. Sebagaimana yang diperintahkan Alloh ini:
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berdandan dengan dandanan orang-orang jahiliyah (sebelum Islam) dulu, dan dirikanlah sholat, dan tunaikanlah zakat, dan taatilah Alloh dan Rosul-Nya...”(QS. Al-Azab: 33).

o   Taat kepada suami, ialah tidak membantah perintah-perintah suami (yang tidak bertentangan dengan Alloh dan mampu dia kerjakan).
“... Kemudian jika mereka (isteri-isteri) mentaati kamu (suami), maka janganlah kamu mencari-cari jalan (alasan) untuk menyusahkannya...”(QS. An-Nisa: 34).
Ø  Enak dipandang, ialah:
o   Tampak ceria: tidak kusam, sinis atau cemberut.
o   Berwajah manis: banyak senyum, tenang dan optimis.
o   Enerjik: aktif dan tanggap terhadap keadaan.
Ø  Ikhlas, yakni dalam mengerjakan tugas-tugas keluarga:
o   Dalam melayani suami: saat pulang kerja, sewaktu sakit atau ketika sibuk dengan pekerjaannya.
o   Dalam menangani (mengurus) tugas-tugas rumah tangga: mengurus anak (dalam soal makan, mandi, pakaian dan lainnya); dan mendidik anak (dalam hal mengarahkan pergaulannya, membantu tugas-tugas sekolahnya dan lainnya).
o   Tidak mudah mengeluh: selalu merasa ringan, menerima apa adanya, tidak terbebani dan banyak berserah kepada Alloh.
Ø  Menjaga diri, ialah:
o   Berpakaian sesuai aturan Alloh (pakaian takwa, QS. Al-A’rof: 26-27, An-Nur: 31 dan Al-Ahzab: 59 ), yakni menutup aurat tubuh (tidak tipis/tembus pandang, tidak ketat/membentuk tubuh, dan tidak menyolok atau ramai dengan warna-warni).
“Sesungguhnya perempuan apabila sudah mendapat haidh (usia baligh), adalah tidak boleh terlihat bagian tubuhnya,
kecuali ini dan ini (Rosululloh mengisyaratkan ke wajah dan dua telapak tangan).”
o   Tidak keluar rumah hanya untuk main-main (seperti menggosip, ngrumpi atau perbuatan-perbuatan yang tiada guna [lagho] lainnya), kecuali jika ada keperluan-keperluan yang sangat mendesak, seperti  untuk kebaikan agama atau keluarga (baca lagi QS. Al-Ahzab: 33-34).
o   Menudukkan pandangan, yakni tidak main mata: jelalatan kemana-mana atau curi-curi pandang (baca QS. An-Nur: 31).
o   Bicara dengan tegas (terutama di hadapan laki-laki lain), yakni: tidak cengeng, tidak manja, tidak jorok dan tidak ngawur.
“... Maka janganlah kamu tunduk (lemah) dalam bicara, sehingga menimbulkan keinginan (niat jelek) dalam hati orang yang ada

penyakitnya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.”(QS. Al-Ahzab: 32).
o   Tidak memamerkan perhiasan (agar diketahui oleh orang lain), yakni seperti: kalung di leher, gelang di tangan, cincin di jari atau gelang di kaki.
“... Maka janganlah mereka memukulkan (menghentakkan) kaki mereka agar diperhatikan perhiasan yang mereka sembunyikan...”(QS. An-Nur: 31).
o   Tidak memakai harum-haruman yang tajam aromanya, sehingga menyebar kemana-mana, yang bisa menimbulkan rangsangan bagi laki-laki yang menghirupnya.
Sabda Rosululloh:
“Siapapun wanita yang memakai wangi-wangian (parfum), lalu berjalan melewati sekelompok

orang hingga mereka mencium aroma harumnya, maka dia adalah wanita pezina.”(HR. At-Tirmizy dan Al-Hakim).
o   Mengatur cara jalan, yakni tidak lenggak-lenggok atau perlahan-lahan sehingga nampak bagian pinggul seperti bergoyang-goyang.

Nah! Jika perempuan sudah menjadi isteri yang sholihah (sebagaimana uraian di atas) itu, maka sangatlah layak dia menjadi “bidadari” di tengah-tengah keluarganya: bidadari bagi suaminya dan bidadari bagi anak-anaknya. Tiada lagi sebutan yang paling “terhormat” selain itu...
 “Siapapun isteri yang meninggal dunia, dan suaminya ridho (memaafkan) kepadanya, maka dia masuk surga.”(HR. At-Tirmizy, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

**


ANAK PEREMPUAN
BIDADARI KETIGA


Anak perempuan pasangannya ialah anak laki-laki.
Tapi keduanya memiliki
perbedaan-perbedaan dan kekhususan-kekhususan tersendiri.
Anak laki-laki adalah lambang kekuatan dan kegagahan.
Dan, anak perempuan adalah lambang kelembutan dan kemanjaan.
“... Dan tidaklah anak laki-laki itu seperti anak perempuan...”
(QS. Ali Imron: 36).


Sekilas kita tengok sejarah bangsa Arab sebelum datang Islam yang dibawa Muhammad Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam...
Pada saat itu, bangsa Arab memandang, bahwa anak perempuan itu lambang kehinaan dan kelemahan, sehingga orang yang memilikinya kehilangan harga-diri dan kehormatannya di mata umum.
Tidak heran, di antara mereka banyak yang membunuh anak-anak perempuan mereka. Bahkan Umar bin Khoththob sebelum masuk Islam pernah mengubur hidup-hidup anak perempuannya; dan setelah  masuk Islam, dia sering menangis jika ingat hal tersebut, pertanda dia sangat menyesalinya.

Alloh mengabadikan peristiwa yang mengenaskan itu dalam kitab-Nya yang suci ini:
“Dan apabila seseorang dari mereka (Arab jahiliyah) diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitam-padamlah wajahnya, dan dia sangat marah.
Ia menyembunyikan dirinya (merasa malu dan hina) dari orang banyak , disebabkan buruknya kabar yang disampaikan kepadanya itu. Apakah dia akan memelihara anak perempuan itu dengan menanggung kehinaan, ataukah akan menguburnya ke dalam tanah (secara hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa
yang mereka tetapkan itu!”(QS. An-Nahl: 58-58).

Itulah kejadian masa lalu...
Dan sekarang, anak-anak perempuan bebas berkembang dan berkiprah. Islam mengangkat derajat mereka dari kehinaan dan kerendahan yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah itu.
Firman Alloh:
“... Bagi laki-laki ada bagian peruntungan dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan ada bagian peruntungan dari apa yang mereka usahakan...”(QS. An-Nisa: 32).

Ya! Sekarang posisi laki-laki dan perempuan sudah berimbang. Makanya, tidak ada lagi perasaan hina dan rendah diri memiliki anak perempuan. Bahkan ada sebagian orang yang menjadikan anak perempuannya sebagai “umpan” untuk mendatangkan materi, yakni dengan menjodohkannya dengan laki-laki kaya.
Kadang demi materi itu, tidak peduli lagi dengan faktor cinta, usia, ketampanan dan agamanya. Yang penting kaya!

Akhirnya, memang, kembali ke diri orang tua. Apa yang diinginkan oleh orang tua terhadap anak-anaknya itu?

Sebelumnya, ada dua faktor penting yang harus dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya, yakni:
Pertama: menafkahi. Dalam hal ini ialah memberinya makan, pakaian dan tempat tinggal. Ini adalah prosesi memelihara agar tumbuh menjadi dewasa dan mandiri.
Kedua: mendidik. Dalam hal ini ialah membimbingnya dan mengarahkannya, sebagai persiapan untuk menghadapi hidup yang mandiri di kemudian hari.
Dua faktor penting itu merupakan tindakan “mengurus” atau ”memelihara” anak yang dimulai sejak usia dini.

Nah! Orang tua yang menginginkan anak-anaknya selamat dunia-akhirat, tentu ia akan mengurus/memelihara (menafkahi dan mendidik) anak-anaknya sesuai ajaran agama.
Antara “menafkahi” dan “mendidik” adalah lebih sulit mendidik.
Banyak orang bilang, bahwa menafkahi anak itu bisa dari hasil apa saja (kerja keras, meminjam, menghutang atau merampok). Sebab ini urusannya dengan fisik (jasmani), yang apabila perut sudah kenyang, pakaian sudah bagus, tempat tinggal sudah mapan dan kendaraan sudah tersedia, maka tak ada lagi tuntutan yang memusingkan.
Tapi, mendidik anak bukanlah soal yang gampang. Sebab berhubungan dengan emosinya, kemauannya dan sifatnya. Makanya, belum tentu anak mau dididik secara baik-baik. Berbeda ketika dia disodori makan yang enak-enak, pasti langsung disambarnya.

Namun saat dia disodori nasehat-nasehat yang baik buat masa depannya, belum tentu dia langsung menerimanya. Jangankan anak laki-laki, anak perempuanpun bisa membantah.

Nah, sekarang saya kembali lagi ke soal pembahasan anak perempuan...
Ada orang bilang, bahwa memiliki anak perempuan itu sangat “mengkhawatirkan”. Sebab, yang sering menjadi korban pelecehan kehormatan ialah perempuan. Kalau hal buruk itu sampai terjadi pada dirinya, maka akan membekas dan menjadi trauma seumur hidupnya.
Oleh karena itu, orang tua yang mampu memelihara/mengurus anak-anak perempuannya dengan baik, sehingga mereka menjadi anak-anak yang sholihah (taat kepada Alloh, berbakti kepada orang tua dan menghindari perbuatan-perbuatan buruk dalam hidupnya), maka tiadalah balasan yang seimbang bagi orang tua seperti itu selain surga.

Sebagaimana sabda Rosululloh ini:      
Ø  “Siapa yang mempunyai dua anak perempuan dan diurus (dinafkahi dan dididik) dengan baik, kecuali dia akan masuk surga.” (HR. Bukhori).
Ø  “Barangsiapa memelihara (menafkahi dan mendidik) tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan, wajib baginya surga.”  (HR. Ath-Thohawi).

Mungkin ada yang bertanya: Bagaimana kalau hanya memelihara satu anak perempuan, apakah bisa mendapatkan surga?

Menurut saya, kedua hadits tersebut adalah untuk “menghibur” orang tua yang memiliki anak perempuan lebih dari satu. Sebab, kalau lebih dari satu, akan terasa lebih cape mengurusnya, sehingga muncullah keluhan-keluhan. Maka keberadaan kedua hadits itu bisa menghibur mereka agar menjadi senang, tetap semangat dan merasa tidak sia-sia apa yang mereka lakukan itu. 
Dan, tentu orang tua yang hanya mengurus satu anak perempuanpun akan mendapat surga. Sebab, iapun merasa cape juga, meskipun lebih ringan capenya jika dibandingkan dengan yang mengurus anak perempuan lebih dari satu itu. Hanya saja, mungkin tingkatan surganya berbeda. Dalam hal ini, hanya Alloh yang menentukan.
Kemudian, setelah melalui prosesi pengurusan/pemeliharaan yang baik (sesuai ajaran agama), maka anak-anak perempuan itupun tumbuh menjadi anak-anak yang sholihah. Tentulah orang tuapun merasa sangat senang melihat mereka. Maka layaklah merekapun menjadi “bidadari”...

 **

KESIMPULAN

Bila ibu adalah wanita yang sholihah...
Bila isteri adalah wanita yang sholihah...
Bila anak perempuan adalah anak yang sholihah...

Maka, lengkaplah perempuan-perempuan yang ada dalam rumah kita itu sebagai “bidadari-bidadari”...

Rumah tangga seperti itulah... baru bisa dikatakan Baiti Jannati, Home Sweet Home, Rumahku Surgaku...
Dalam rumah tangga seperti itulah... adanya ketenangan, kedamaian, kesejukan, kemanisan, keramahan dan kenikmatan hidup. Meskipun, bangunan rumahnya sederhana, tidak ada barang-barang mewah dan mahal seperti: kursi/meubel buatan luar negeri, kendaraan kelas atas, aksesoris-aksesoris ternama, peralatan dapur modern, dan yang lainnya.
Sebab, dalam rumah tangga seperti itu... banyak turun rahmat dan berkah dari Alloh, yang kesemuanya itu tidak akan turun ke dalam rumah tangga yang jauh dari keimanan dan kesholihan.

Akhirnya, “3 bidadari dalam rumah” itu akan menjelma menjadi “bidadari-bidadari dalam surga” di akhirat nanti. Sungguh merupakan kebahagiaan yang tiada tandingannya...

Inilah janji yang diberikan oleh Alloh:
  •          “Orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan mereka (sewaktu di dunia) adalah orang-orang muslim. Masuklah ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan.”(QS. Az-Zukhruf: 69-70).
  •          “Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan, dan Kami kawinkan mereka (yang laki-laki) dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli.
Dan orang-orang yang beriman dan yang mengikuti mereka dari anak keturunan mereka dengan keimanan, maka Kami hubungkan (kumpulkan) mereka dengan anak keturunan mereka (dalam surga itu),
dan Kami tidak mengurangi sedikitpun dari balasan amal mereka. Setiap manusi dengan apa yang sudah dikerjakannya terikat.”(QS. AZ-Zukhruf: 20-21).

Itulah... kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat: menjadi bidadari di dunia dan menjadi bidadari di akhirat!
Dan itulah... keberuntungan yang besar dan kebahagiaan yang sejati!
Semua itu bisa kita dapatkan hanya dengan mengikuti agama Alloh dan contoh Rosul-Nya.

Akhirnya... mudah-mudahan segala usaha kita dalam rangka mencari kebaikan berakhir sebagaimana penutup dari doa-doa yang selalu kita panjatkan ini:

“Ya Tuhan kami,
berilah kami kebaikan
di dunia dan kebaikan di akhirat,
dan peliharalah kami dari azab neraka.”
(QS. Al-Baqoroh: 201).

“Segala puji bagi Alloh,
Tuhan alam semesta.”
(QS. Yunus: 10). 

Barokallohu lii wa lakum...

****


No comments:

Post a Comment