Saturday, July 4, 2015

PERSEKONGKOLAN JIN DAN MANUSIA


                                                “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
kecuali agar mereka menyembah-Ku.”
 (QS. Adz-Dzariyat: 56).


SERAMBI KAJIAN
Alloh menciptakan jin dan manusia sebagai dua sosok makhluk yang berbeda: mulai dari asal/bahan penciptaannya hingga ke soal keberadaannya dalam kehidupan di dunia ini.
Jin diciptakan dari api yang panas. Firman Alloh:
“Dan Alloh menciptakan jin dari inti api dari api.” (QS. Ar-Rohman: 15).
Dan manusia diciptakan dari tanah, sebagaimana perkataan Iblis yang tercatat dalam Al-Quran:
“Firman Alloh kepada Iblis: ‘Apakah yang menghalangimu hingga tidak sujud (kepada Adam)?’
Jawab Iblis: ‘Aku lebih baik dari pada Adam. Engkau ciptakan aku dari api, dan Engkau ciptakan dia dari tanah’.” (QS. Al-A’rof: 12).

Selain itu, jin dan manusia memiliki alam kehidupan yang berbeda. Yakni, jin berada di alam ghoib (tidak terlihat dan tidak tersentuh), dan manusia berada di alam zhohir: terlihat dan tersentuh. Tersimpul dalam firman Alloh ini:
“... Sesungguhnya dia (jin) melihat kamu (manusia), yaitu dia dan komunitasnya, dari suatu tempat yang kamu tidak dapat melihat mereka...” (QS. Al-A’rof: 27).

Lalu...
Apakah ada ketetapan antara jin dan manusia untuk saling berhubungan, seperti dalam hal: komunikasi, pergaulan, sosialisasi dan interaksi-interaksi lainnya?
Jawabnya: Tidak ada !
Sebab, dengan sudah jelasnya alam kehidupan mereka masing-masing, tentu mereka memiliki aturan-aturan tersendiri di alam mereka masing-masing itu. Yang berarti, bila jin masuk (menerobos) alam kehidupan manusia, atau sebaliknya manusia masuk (menerobos) alam kehidupan jin, maka hal itu secara logis adalah merupakan sebuah tindakan pelanggaran.
Tapi, ternyata, kasus pelanggaran itu sudah terjadi sejak awal-awal kehidupan manusia di bumi ini hingga hari ini, tanpa mereka merasa bersalah. Yakni, manusia dan jin saling bersekongkol (kerjasama, kolaborasi) dalam hal kepentingan diri mereka masing-masing.

Inilah salah satu pernyataan jin yang diabadikan dalam Al-Quran:
“Dan sesungguhnya kami (para jin) mengira, bahwa manusia dan jin itu tidak akan mengatakan perkataan yang dusta terhadap Alloh.”
“Dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki yang meminta perlindungan (bantuan, kerjasama) kepada beberapa laki-laki dari bangsa jin, maka menambahkan mereka dosa dan kesesatan.” (QS. Al-Jin: 5-6).

Nah, dalam hal apa saja manusia dan jin saling bersekongkol?

TIGA TITIK KRITIS
Ada “tiga titik kritis” yang menjadi sentral persekongkolan manusia dan jin dalam kehidupan di dunia ini. Yaitu...

Pertama: Dalam Hal Harta
Dalam rangka untuk mempercepat-waktu dan mempermudah-cara demi mendapatkan harta yang lebih besar, banyak manusia menggunakan jasa-jasa jin, seperti melalui cara: hipnotis (sirep, sihir), pesugihan (monyet, babi), bank ghoib, dan pemujaan-pemujaan lainnya yang berbau mistik dan di luar logika.
Dalam hal tersebut, manusia mendatangi dukun, orang pinter, paranormal, kuncen dan “calo-calo dunia ghoib” lainnya yang berada di gunung-gunung, rumah-rumah keramat dan tempat-tempat mistis lainnya.

Kedua: Dalam Hal Jabatan
Demi mendapatkan, memenangkan, menaikkan, menggeser atau menjatuhkan jabatan..., seseorang bisa melakukan cara-cara yang melibatkan jin di dalamnya, seperti menggunakan: ilmu guna-guna, santet, teluh atau ritual-ritual lainnya.
Manusia yang melakukan hal-hal seperti itu adalah orang yang tidak mau bersaing dengan orang lain (mungkin karena keterbatasan fisik, ilmu dan kemampuannya). Ini adalah karakter orang yang tidak mau menyadari keadaannya: memaksakan diri hendak “memeluk gunung” meskipun tangannya tak sampai.

Ketiga: Dalam Hal Kesaktian
Banyak orang yang ingin tampil sebagai orang yang kuat, jago dan tak terkalahkan. Tujuannya bisa untuk jaga diri sendiri atau menakut-nakuti orang lain. 
Di antara “ilmu-ilmu kesaktian” yang diberikan jin kepada manusia ialah seperti: anti senjata (tahan pukul, tahan bacok, tahan peluru dan ketahanan-ketahanan lainnya), bisa terbang di udara, bisa berjalan di atas air, bisa menyelam ke dalam air, bisa menghilang dari penglihatan, bisa bertahan dibakar api, bisa berlari cepat, dan yang lain-lainnya (yang berada di luar pemahaman logika).
Di samping itu, jin yang dijadikan tameng kesaktian itu bisa disemayamkan (ditempatkan) ke dalam bentuk golok, keris, batu, isim dan benda-benda mistik lainnya, sebab jin itu zatnya seperti asap yang bisa berubah-ubah wujud.

PROSESI PERSEKONGKOLAN
Prosesi awal dimulainya persekongkolan ialah manusia melakukan ritual pemanggilan jin. Yakni dengan membaca mantera-mantera (umumnya terdiri dari bahasa Jawa kuno, bahasa Sansakerta, bahasa Arab, atau gabungan dari bahasa-bahasa tersebut), dengan menyediakan suguhan-suguhan (persembahan) berupa makanan dan minuman dari tumbuhan-tumbuhan, darah hewan atau darah manusia.
Kemudian melakukan puasa beberapa hari tertentu dengan hanya memakan nasi putih dan air putih saja (puasa mutih), atau puasa beberapa hari tanpa makan sahur dan berbuka (puasa pati geni).
Setelah itu, datanglah jin yang akan menjadi tameng kesaktian itu. Jin inilah yang akan melakukan penjagaan-penjagaan dari serangan musuh itu.

MANFAAT SOSIAL
Setelah manusia melakukan persekongkolan dengan jin itu dan mendapatkan apa yang diinginkannya, apakah dia menjadi orang yang terbaik di tengah-tengah kehidupan kemasyarakatannya?

Mari kita lihat kenyataannya di lapangan...

Ø  Apakah orang-orang yang kaya dari hasil bersekongkol dengan jin itu mereka menjadi orang yang sangat pemurah: banyak peduli, banyak sedekah, banyak menyumbang, dan banyak berbuat baik lainnya?
Pada kenyataannya mereka malah menjadi kikir dan penuh perhitungan dalam hal pengeluaran hartanya itu. Justeru mereka lebih rakus dan serakah lagi. Sebab, jin yang sudah menitipkan hartanya itu tidak mengizinkan hartanya digunakan semaunya oleh orang-orang yang sudah dititipinya itu.
Lebih celaka lagi, mereka malah menjadi rentenir yang mencekik dan merampas aset-aset orang-orang yang miskin dan tak berdaya.
Ø  Apakah orang-orang yang menjadi pejabat dengan bantuan jin itu lantas banyak membantu bawahannya?
Mereka itu sebenarnya adalah orang-orang yang ambisi untuk mendapatkan jabatan. Mungkin mereka sudah berkahayal, bahwa dengan menjadi pejabat itu akan mudah untuk meraih fasilitas-fasilitas dalam hidup ini (terutama gampang untuk mengeruk uang yang banyak). Karena itu, apapun caranya akan mereka tempuh demi sebuah jabatan sekalipun harus meminta bantuan jin. Yakni dengan mendatangi dukun-dukun atau orang-orang pinter untuk meminta peranan jin agar orang-orang atau masyarakat di lingkungannya mau memilihnya menjadi pemimpin tertentu.
Maka, manalah mungkin dari orang-orang seperti itu akan lahir pejabat-pejabat yang mengutamakan kepentingan orang lain dan masyarakat umum. Malah yang ada, mereka hanya sibuk untuk mengurusi kepentingan dirinya sendiri dan orang-orang yang menjadi budaknya semata.
Ø  Lalu bagaimana dengan orang-orang yang sakti karena bantuan jin itu? Apakah mereka menjadi penolong dan pembela bagi orang-orang yang lemah?
Kenyataan yang banyak terlihat, mereka malah berlaku sombong, sok jagoan dan tak mau mengalah (sekalipun salah). Ilmu kesaktiannya digunakan untuk menakut-nakuti orang, merampok, membegal, memeras, membunuh dan melakukan tindakan kriminal lainnya. Sebab, tujuan awal untuk mendapatkan ilmu kesaktian itu, pada umumnya, untuk penjagaan diri sendiri, tanpa ada unsur-unsur untuk membantu dan melindungi orang-orang lemah yang membutuhkannya.

Itulah kenyatan yang ada di lapangan...
Jadi, orang-orang kaya, para pejabat  dan orang-orang sakti yang sudah bersekongkol dengan jin..., maka peranan mereka bagi perbaikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat umum... adalah sangat minim. Buktinya, di saat kemiskinan, kekacauan dan kejahatan melanda di tengah masyarakat luas, mereka tak terlihat di sana untuk melakukan aksi pemberantasan. Ya, karena mereka hanya mementingkan diri sendiri semata!

TUNTUTAN-BALIK
Apakah bantuan yang diberikan jin itu gratis?
Tentu: Tidak!
Sesuai perjanjian, manusia dituntut untuk memberikan sajian-sajian, suguhan-suguhan atau persembahan-persembahan, berupa makanan dan minuman yang berasal dari tumbuhan, daging mentah atau darah segar (bisa berasal dari hewan atau manusia).
Persembahan itu diberikan satu kali secara rutin dalam seminggu, sebulan atau setahun. Jika persembahan itu tidak dipenuhi, maka semua fasilitas yang sudah diberikan oleh jin itu akan ditarik lagi secara total tanpa ada kompromi lagi atau kematian akan mengakhiri persekongkolan itu.

DAMPAK BURUK YANG LEBIH PARAH
Setelah terjalin persekongkolan dengan jin dan mendapatkan hasil yang sangat memuaskan (dalam hal harta, jabatan dan kesaktian), maka manusia akan jatuh ke dalam kekafiran atau kemusyrikan.
·         Dia akan menjadi kafir manakala dia menganggap bahwa semua yang dia dapat itu tanpa ada hubungannya dengan Alloh, dan dia berkata dengan sombong sebagaimana orang-orang terdahulu:
“Sesungguhnya aku diberi semua nikmat itu karena ilmu yang kumiliki...” (Az-Zumar: 49).
“Aku kira tidak akan binasa (semua yang kumiliki) ini selamanya. Dan aku tidak mengira bahwa hari kiamat itu akan datang...” (QS. Al-Kahfi: 35-36).
Itulah orang yang sombong, yang mengganggap bahwa semua yang dia raih adalah berkat kemampuannya semata, seolah-olah Alloh “tidak punya peranan” sama sekali dalam tindakan usahanya itu.
·         Dia akan menjadi musyrik manakala dia menganggap bahwa ada “pihak selain Alloh” yang bisa memberinya fasilitas-fasilitas kemewahan seperti itu. Hal ini sama saja menganggap ada “tuhan” selain Alloh.
Dia lakukan hal tersebut, sebab dia  merasa kalau meminta kepada Alloh itu lama dikabulkannnya, sedangkan meminta bantuan jin itu sangat cepat dipenuhinya. Meskipun demikian, dia masih tetap percaya kepada Alloh.
Alloh tentu tidak akan menerima perbuatan orang seperti itu. Firman-Nya:
“Telah pasti datangnya ketetapan Alloh, maka janganlah kamu meminta agar disegerakannya. Maha Suci dan Maha Tinggi Alloh dari apa yang mereka permusyrikan.” (QS. An-Nahl: 1).

AKHIR KEHIDUPAN
Akhirnya, meskipun manusia memiliki ilmu kesaktian, tetap saja berakhir dengan kematian. Walaupun dia tidak bisa mati dibunuh oleh orang lain, tapi takdir Alloh untuk mencabut ruhnya tidak ada yang bisa menghalangi-Nya seorangpun.

“Tiap-tiap umat (makhluk) mempunyai ajal (batas waktu hidup). Maka apabila telah datang ajal itu kepada mereka, tidaklah mereka bisa menundanya sebentarpun dan tidak dapat pula mempercepatnya.” (QS. Al-A’rof: 34).
“Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya: 34).

Namun, akhir kehidupan orang-orang yang telah bersekongkol dengan jin, sungguh sangat tidak wajar, mengenaskan, menyakitkan dan mengerikan. Seperti inilah yang sering terjadi...
·         Mati sebelum tiba waktunya. Yakni, setelah perjanjian sudah jatuh temponya (10 tahun, 20 tahun atau lebih), maka jin merekayasa peristiwa kematian, seolah-olah itu kematian yang sebenarnya. Dan, misalnya, pohon pisang diserupakan dengan mayatnya, sedangkan wujud raga aslinya entah dibawa kemana oleh jin.
·         Sulit saat sakaratul maut. Sebab, jin-jin yang telah membantu bertahun-tahun tidak mau ditinggal mati oleh orang yang telah bersekongkol itu. Lalu para jin itu melakukan rekayasa gerakan-gerakan hidup yang nampak seolah-olah teman bersekongkolnya itu masih bertahan hidup normal. Perjalanan “kehidupan rekayasa” para jin itu kurang-lebih 1-2 bulan.

Jelas, proses kematian seperti itu menjadi beban bagi si korban dan bagi orang-orang yang menangani pengurusannya.
Itulah proses kematian yang akan dialami oleh orang-orang yang telah bersekongkol dengan jin dalam rangka memperoleh fasilitas-fasilitas yang mudah dan memuaskan dalam kehidupan di dunia ini.

KESIMPULAN
Maka, berdasarkan kajian di atas, bahwa BERSEKONGKOL DENGAN JIN itu LEBIH BESAR KERUGIANNYA dari pada keuntungannya, sebagaimana sudah Alloh jelaskan ini:
“Dan bahwa ada beberapa orang laki-laki dari bangsa manusia meminta perlindungan (bantuan, pertolongan) kepada beberapa laki-laki dari bangsa jin, maka jin-jin itu hanya menambahkan dosa dan kesesatan kepada manusia.” (QS. Al-Jin: 6).

Di samping itu, tidak ada contoh dari Rosululloh bahwa beliau melakukan kontak atau komunikasi dengan bangsa jin dalam rangka bekerjasama untuk saling bantu-membantu satu sama lain.
Adapun yang tertera dalam surat Al-Jin: 1-19 dan surat Al-Ahqof: 29-31 itu adalah kisah sekelompok jin yang mendengarkan sebagian ayat-ayat Al-Quran yang dibaca oleh Rosululloh ketika beliau sholat maghrib di dusun Nakhlah. Sementara beliau tidak tahu-menahu kehadiran sekelompok jin itu, beliau tahu setelah turun wahyu surat Al-Jin itu, dus tidak tegur-sapa atau percakapan lain antara beliau dengan para jin itu.

Dengan demikian, tidak ada alasan apapun yang bisa dibenarkan untuk boleh bersekongkol dengan bangsa jin. Dan, demi menutup pintu kekafiran dan kemusyrikan, maka HARAM melakukan persekongkolan dengan bangsa jin dalam bentuk apapun.

Nah, berusahalah sesuai hati dan logika yang normal dan bisa dipahami secara manusiawi...

“Dan Alloh yang menahan (nikmat/rezeki) dan melapangkan (nikmat/rezeki)...” (QS. Al-Baqoroh: 245).
“Alloh melapangkan rezeki kepada siapa yang dikehendaki, dan menyempitkan rezeki (kepada siapa yang dikehendaki). Mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (tidaklah seberapa nilainya) dibandingkan dengan kehidupan akhirat, kecuali hanya kesenangan (yang sedikit).” (QS. Ar-Ro’d: 26).

Barokallohu li wa lakum...

***************na,03072015*************



No comments:

Post a Comment