Tuesday, August 25, 2020

CERPEN: KETIKA CINTA BERCADAR




 ( CERPEN UNGGULAN DALAM BUKU KUMPULAN CERPEN

"KETIKA CINTA BERCADAR" 

Karya: Sabda Al-Qushwa dan Sidrah Mastifah Al-Qushwany )

 

 

Tertutup itu cantik,” bisiknya menirukan sebuah iklan ‘kuat itu cantik’. 

Diamati lagi wajahnya dan seluruh tubuhnya yang berbalut busana tertutup. Terkadang ia sendiri merasa aneh dengan perubahan dirinya. Tapi ia merasa nyaman dengan penampilan barunya ini. Nampak lebih anggun dan berwibawa.

Sebelumnya, Cinta adalah sosok gadis yang suka dengan penampilan-penampilan yang modis. Busana muslim yang ia kenakan pun penuh sentuhan-sentuhan modis.

“Gak modis, yah. Lagian ribet...” jawabnya ketika ayahnya mengingatkan agar mengenakan busana muslimah yang syar’iyah.

Tidak terasa, ia sudah berlama-lama di depan cermin.

Cinta beralih ke layar camera phone-nya. Feeling-nya membawanya ke beranda Facebook. Dan ia menemukan sebuah status yang agak-agak mengarah ke dirinya...

“Teman gwe terkena virus teroris. Skrg dia tutupin seluruh tubuhnya, yg kelihatan cuma dua matanya doang...!” tulis Lura dalam statusnya itu.

“Helo Lura say... Apa yg kamu maksud itu adalh diriku?” komen Cinta kemudian.

“Emangnya lu ngrasa gituuu...?” jawab Lura.

“Seprti tersindir aja. Tp gak apa kok...” balas Cinta.

“Ya klo emang ngrasa, gak usah tersindir laaah...”

“Temanku, klo emang status itu bwt aku, aku akan beri penjelasan pd kamu ya. Sebaiknya jangn bawa2 kata ‘teroris’ dong say...”

“Umumnya perempuan teroris itu kn bercadar.”

“Tp kn gak semua perempuan bercadar itu jadi teroris. Masa sih kamu anggap aku teroris jg, Ra.”

“Abis sama cih...”

“Ra, teroris itu kn identik dgn membunuh. Berarti org2 yg menjual busana2 syar’iyah bercadar itu kamu samakan sbgi antek2 pembunuh dong...”

“Gak tau deh...”

“Yg aku lakuin ini adalah hijrah, Ra. Dr kurang baik menjadi lebih baik, dr jahiliyah menjadi islamiyah. Kita sama2 beriman kn...?

“Tersrh elu deh...”

“Smg hatimu terbuka, Ra. Salam hijrah ya, temnku say...”

Beberapa saat tak ada balasan dari Lura. Akhirnya Cinta meninggalkan ruang komentar.

Selanjutnya Cinta hanya me-like status-status yang dianggapnya baik dan bermanfaat bagi orang banyak.

 

***

 

Sore yang cerah...

Setelah solat ashar, Cinta sengaja ingin menghabiskan waktunya menuju maghrib dengan menikmati perjalanan matahari menuju peraduannya.

Suasana yang adem diiringi perlahan semilir angin itu, Cinta merasakan begitu fresh dan ringan pada dirinya, setelah berjam-jam fokus di depan layar laptop didampingi camera phone-nya, sebagai manager eksekutif marketing & delivery dalam dan luar negeri.

 

“Twittutit...”

Camera phone-nya berbunyi mengisyaratkan ada info yang masuk. Segera ia buka sandi acaknya. Ada sebuah pesan WA...

“Waduh, Cinta... Bagai bumi yg terbalik...!” tulis Rio.

“Masuk rmh org gak pake salam!” balas Cinta terkesan ketus.

“Aduh maaf, Cin, buru2. Assalamualaikum...” balas Rio.

Wa'alaikumussalam warohmatullohi wa barokatuh... Apa maksud kamu dgn ‘bumi yg terbalik’ itu?”

“Penampilan baru kamu itu loh, Cin...”

“Emangnya knp?”

“A-a-de-ce, kok bisa berubah jadi kyk ninja gitu sih?”

“Yg satu bilang aku ‘kena virus teroris’. Skrg kamu bilang aku ‘kayak ninja’. Aneh banget gitu melihat ketika Cinta bercadar, ya...?”

“Ya iya lah, jadi gak kenal.”

“Sblumnya jg kan kita gak pernah kenal, Yo.”

“ Iya, emang. Tpi...”

“Tpi apaaa...?”

“Aku... Naksir kamu, Cin...”

“Oow... Kayak pegawai pegadaian aja sering naksir2. Hehehe...”

“Serius loh, Cin.”

“Ya, lantas?”

“Kamu udh paten dgn cadarmu itu?”

Insya Alloh, suer, paten!”

“Aku sih... Risih...”

“Mm... Berarti batal dong naksirnya?”         

“Yaa... Apa gak bisa penampilanmu balik lg kayak dl, Cin?”

“Bukan masalah bisa atw gak, Yo. Ini menyangkut soal keyakinan. Insya Alloh, gak bisa berubah lg, Yo.”

“Yahhh... Pahit dong!”

“Ya emang pahit ngerjain perintah Alloh itu. Klo manis, tentu semua prmpuan pd ber-hijab dong.”

“Aku sedih, Cin...”

“Tenang, Yo, masih ada hrpan.”

“Kamu bakal berubah lg?”

“Maksud aku, masih bnyk perempuan laen yg bikin kamu gak risih. Seprti mak Ijah, nek Emot, uwak Denok. Bahkan domba betina kong Aloy gak pake cadar, Yo. Hehehe...”

“Aah... Kamu mlh becanda, Cin. Tega bangt...”

“Gini, Yo... Udah lah gak usah trlalu ngarepin aku...”

“Emangnya kamu udh punya pacar, Cin?”

“Sejujurnya... Aku gak naksir kamu, Yo. Maaf ya...”

“Yahh, hampalah aku... Udh deh, aku pamit, mw nangis dl...”

“Sabar ya, Yo. Jangan putus-asa...!”

Tak ada lagi jawaban dari Rio. Tampilan WA-nya sudah offline. Sepertinya dia memang sedih dan kecewa.

“Rio-Rio...,” gumam Cinta setelah menutup WA-nya. “Sama orang yang menjaga kesucian diri malah risih, gak nyaman, sampe batal naksirnya. Ah, EGP aja lah... Emang gue pikirin, gitu loh...!”

 

***

 

Tiga bulan berlalu sudah...

Cinta makin eksis bercadar dalam kesehariannya. Tekadnya kian paten dengan busana syar’iyah itu.

Ia kerap menjadi perhatian orang banyak saat berada di terminal, halte, mall, rumah sakit dan tempat-tempat lainnya.

Negeri mayoritas muslim, tapi asing dengan tampilan syar'iyah, batin Cinta tak habis pikir. Itu kan ada dalam ajaran agamanya. Sebenarnya yang aneh itu siapa ya...

Lagi-lagi harus... EGP!

Cinta terus melaju diiringi optimisme yang yakin.

Dengan penuh keberanian dan kesabaran, perlahan ia melihat ada kemajuan positif. Satu per satu di antara teman-temannya ada yang mulai mengikuti langkah hijrah-nya itu.

Bahkan seorang ukhti dari Negeri Singa ingin memiliki busana syar'i seperti yang Cinta kenakan. “Ingin kembaran” katanya. Sebuah kemajuan goes International yang penuh harapan.

 

***

 

Pagi yang indah...

Cinta baru saja keluar dari pintu pagar rumahnya untuk pergi menuju tempat kerjanya. Tiba-tiba sebuah Honda Freed menghadang jalannya. Mendadak Cinta mengerem Honda Scoopy-nya.

Seorang wanita separuh baya dengan dadanan wanita karir, keluar dari mobil bagus silver metalik itu.

“Ini yang namanya Cinta?” ujar wanita itu sambil memandangi Cinta penuh selidik.

“Iya, bu,” jawab Cinta merasa aneh.

“Kamu sudah menabrak anak saya sampe jatuh seminggu yang lalu,” tuduh si ibu.

“Tunggu-tunggu, bu,” Cinta terkejut. “Seingat saya, saya gak pernah menabrak siapapun.”

“Kamu bisa mengelak, karena memang gak ada saksi. Tapi sekarang lihat anak saya itu...!”

Si ibu membuka pintu mobilnya lebar-lebar. Cinta melihat seorang anak muda yang sedang berbaring lemah. Cinta sempat bergetar menatap wajahnya sekilas. Ia merasa tidak pernah bertemu dengan pemuda itu.

“Ibu pasti salah orang,” tegas Cinta.

“Gak ada yang salah,” bantah si ibu. “Saya kesini atas petunjuk anak saya.”

“Pokoknya, saya gak bisa menerima tuduhan ibu ini.”

“Tenang... Saya gak akan melaporkan kamu ke polisi. Tapi saya minta, kamu mau menerima tuntutan anak saya itu...”

“Tuntutan, bu?”

“Ya, karena kamu sudah menabrak anak saya, sampe dia jatuh...”

Tiba-tiba datang... Tiba-tiba menuduh menabrak... Tiba-tiba bawa-bawa polisi... Lalu, harus menerima tuntutan... Ada apa ini?!

Cinta makin bingung. Tapi ia tidak akan menghindar begitu saja. Ia sendiri ingin tahu, apa sebenarnya yang terjadi.

Setelah menyampaikan tuntutannya yang terkesan memaksa, si ibu dan anaknya itu pergi, dengan meninggalkan pesan bahwa mereka akan datang lagi ke rumah Cinta.

Cinta memandangi kepergian mereka. Lalu ia melanjutkan perjalanannya menuju tempat kerja. Di benaknya menggayut pikiran-pikiran yang penuh pertanyaan.

 

***

 

Saat jam kerja istirahat...

Cinta duduk sendirian di meja makan. Ia masih kepikiran tentang kejadian yang baru dialaminya itu.

“Heey...!” tiba-tiba Naz mengagetkan. “Ada apa dengan Cinta, kok melamun ya?”

Lalu Riyani, Shalty dan Violy mengerubungi Cinta. Mereka jadi berlima. Bakal seru jadinya kalau mereka sudah berkumpul seperti ini.

“Ada masalah ya, Cin?” tanya Riyani.

“Cerita dong, ukhti...” timpal Shalty.

“Siapa tau kita-kita bisa bantu, insya Alloh,” tambah Violy.

“Ayo dong, Cin, cerita...” desak Naz membuat Cinta makin terpojok.

Naz, Riyani, Shalty dan Violy terus meminta Cinta agar tak tutup mulut. Seolah-olah mereka sudah tahu kalau pikiran Cinta sedang terbebani oleh suatu masalah.

“Baiklah...” akhirnya Cinta buka mulut. “Sebenarnya aku enggan menceritakannya. Tapi kalo kalian emang pengen tau banget, please lah...”

“Gini...” lanjut Cinta. “Ada seorang ibu menuntut aku...” dan seterusnya Cinta menceritakannya.

“Lalu, apa yang dituntut si ibu itu?” tanya Naz.

“Cinta.”

“Iya, aku tau itu kamu.”

“Maksudnya, perasaan cintaku, gitu.”

“Kok bisa gitu?” komen Riyani.

“Sebab, yang ketabrak itu adalah hati anaknya, sehingga jatuh, yaitu... jatuh cinta!”

“Loh, ceritanya aneh banget sih, Cin,” protes Violy.

“Biar aja dulu,” sela Shalty. “Lantas, kamu terima tuntutan cinta si ibu itu, Cin?”

“Masih aku gantung,” jawab Cinta.

“Katanya udah siap get married...” ledek Naz.

“Siapa tau itu peluang yang baik buat kamu, Cin,” goda Riyani.

“Masalahnya... Aku keburu bangun dari tidurku. Hehehe...” jelas Cinta cengengesan.

“Maksudnya...?” tanya Violy.

“Mimpinya keburu habis...” tandas Cinta.

“Jadi... semua itu cuma mimpi, Cin?” suara Violy agak meninggi.

“Ha-ah,” angguk Cinta takut-takut.

Violy, Shalty, Riyani dan Naz kemudian mencubiti Cinta. Cinta tak tahan kegelian lalu lari menghindar.

“Hei, ada apa nih rame?” seru mbak Zhe mendekat.

“Ini, mbak, Cinta habis cerita mimpinya yang bikin greget,” jelas Naz.

“Mimpi apa tuh, Cin?” mbak Zhe jadi penasaran.

“Kayaknya waktunya udah mepet deh, mbak,” tukas Cinta. “Klik aja di ceritasabdaalqushwa.blogspot.com .”

Mbak Zhe manggut-manggut tanpa kata sambil melongo memandangi mereka.

Jam istirahat sudah habis. Mereka semua kembali ke ruang kerja masing-masing.

 

***

 

Hari-hari terus berlalu...

Semakin tinggi Cinta mendaki, kian ia rasakan hembusan angin tambah menguat.

Bagi Cinta, itu adalah tantangan dalam perjuangan...

Segala ejekan, cibiran, hinaan, sindiran, hujatan dan perlakuan-perlakuan usil lainnya seperti...

“Antek teroris...”

“Kayak ninja hatori...”

“BB-nya tentu banget, sebab penuh keringat...”

“Bikin jodoh tambah jauh...”

“Jadi susah komunikasi...”

“Terkesan kuper...”

“Kuno, gitu...”

“Sok suci lah...”

Semua itu dibiarkannya berlalu bagai angin yang lewat. Paling ia melayaninya bila ada hal penting yang harus dijelaskan.

Ia men-sikapinya sebagai ujian untuk menguatkan keyakinan langkah hijrah yang telah ditempuhnya ini.

Untuk menambah semangat yang ada, ia sering membaca-ulang dan meresapi isi buku karangan Sabda Al-qushwa ini, yang kata-kata di cover-nya tertulis...

Jangan pernah takut

dalam menghadapi hidup

dan segala problematikanya.

Maju terus...

“JADILAH SANG PENAKLUK”!


Dan kini, Cinta benar-benar kokoh...

Bersama ukhti-ukhti bercadar lainnya, Cinta gapai ridho dan maghfiroh Alloh di jalan hidup ini dengan penuh keyakinan, keberanian dan kesabaran...

Tak ada lagi yang dicemaskannya, diragukannya dan ditakutinya. Semua diserahkannya pada Alloh, sebagai tempat mengadu dan bersandar.

“Biarkanlah Aku bertindak

terhadap makhluk yang Aku telah

 menciptakannya sendiri.”

(QS. Al-Mudatsir: 11).

Semoga Alloh selalu melindungi dan menyayangi orang-orang seperti Cinta, di mana pun mereka berada.

Insya Alloh, aamiiin......

 

( Untuk: bidadariku di jalan hijrah )

 

******

 


 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment