ORANG GILA
YANG
PERLENTE,
BERUANG
DAN BERDASI
(TENTANG: RIBA DAN RENTENIR)
SEKILAS TENTANG ORANG GILA
ORANG
GILA (majnun, crazy man) ialah orang yang berada dalam kelainan
jiwa yang mempengaruhi memori otaknya dan alam pikirannya,
yang kemudian berimbas kepada fisik dan prilakunya.
Ciri-ciri
umumnya ialah: lupa dirinya dan lingkungannya, makan dan minumnya
sembarangan, badan dan pakaiannya tidak terurus, tidak butuh uang dan
kesenangan lainnya.
Kerjaannya
setiap hari ialah: melamun atau jalan-jalan tak tentu arah, ketawa-tawa atau
menangis, marah-marah/ngomel atau teriak-teriak, dan berprilaku tak normal lainnya.
Simpelnya,
apa yang ada pada orang gila itu ialah: kekacauan, tidak tahu malu, masa bodoh,
rambut acak-acakan, pakaian kumel, badan dekil dan makan/minum semaunya.
Ada
beberapa penyebab penyakit gila seperti itu, misalnya:
karena usaha/ekonomi yang bangkerut, kehilangan sesuatu yang sangat berharga
dalam hidupnya, cinta berantakan, diguna-guna orang, atau karena hal-hal
lainnya yang melampaui batas-batas kemampuan fisik dan jiwanya.
Tapi...
ORANG
GILA yang akan saya bahas ini... kondisinya lain dari biasanya...!
Siapapun
tidak akan percaya. Karena, ORANG GILA yang satu ini punya
uang banyak, mobil mengkilat, rumah mewah, tanah
luas dan aset-aset lainnya.
Wajar kalau
dia disebut sebagai “The Fantastic Crazy Man”!
Siapa
dia...?!
Mari simak
keterangannya dalam Al-Quran ini:
“Orang-orang
yang makan riba itu tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran penyakit gila. Keadaan mereka
yang seperti itu adalah karena mereka mengatakan (bahwa) sesungguhnya jual-beli
itu sama dengan riba. Padahal Alloh tealah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba. Oranga yang telah sampai kepada larangan dari Tuhannya, lalu
berhenti berbuat riba, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu, dan
urusannya terserah Alloh. Dan orang yang meneruskan mengambil riba, maka orang
itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqoroh: 275).
Jadi, ORANG
GILA YANG PERLENTE, BERUANG DAN BERDASI itu ialah “orang yang memakan
riba (rentenir, money lender)”, yakni “orang yang meminjamkan
uang atau barang kepada orang lain dengan mengambil keuntungan yang
berlipat-lipat, yang apabila si penerima pinjaman itu tidak mampu membayarnya,
maka akan disita segala hak miliknya seperti rumah, tanah, kendaraan dan/atau
yang lainnya tanpa melalui proses hukum lagi”.
APA ITU RIBA?
“Riba”
secara asal-usul kata (etimologi) ialah “robaa, yarbuu, ribaa-an”,
yang artinya “tumbuh, tambah, berkembang”.
Adapun
pandangan secara ajaran Islam, riba ialah sebuah aktivitas tukar-menukar
(jual-beli) atau pinjam-meminjam sesuatu barang yang mengandung
unsur-unsur kecurangan dan pemaksaan terhadap salah satu pihak, sementara pihak
pemilik modal mempunyai kebebasan untuk mengambil keputusan sebelah pihak
(seperti: menyita, merampas dan/atau melelang tanpa proses hukum terlebih
dahulu).
Oleh karena
itu, riba hanya menguntungkan salah satu pihak (penjual, pemberi pinjaman,
pemilik modal), dan merugikan satu pihak lainnya (pembeli, penerima pinjaman,
penghutang modal).
Umumnya,
para tukang riba (rentenir, money lender) ini memanfaatkan
suatu kondisi di mana orang-orang sedang berada dalam keterdesakan terhadap
suatu kebutuhan yang harus dipenuhinya dengan cara lebih mudah dan cepat.
Makanya,
dalam transaksi riba itu tidak ada unsur-unsur tenggang-rasa, tolong-menolong
atau naluri kepedulian yang didasari oleh rasa kemanusiaan dan niat-ikhlas.
Tidak
heran, banyak cerita tentang orang-orang yang terlilit oleh bunga riba yang
berlipat-lipat, lalu bangkerut dan kehilangan segala hak miliknya (rumah,
tanah, kendaraan dan yang lainnya) akibat disita-habis oleh “orang gila
beruang” itu...!
DUA JENIS RIBA
Pada saat
ayat-ayat tentang riba diturunkan, ada 2 (dua) jenis riba yang umum
diperbuat oleh masyarakat jahiliyah Arab pada saat itu, yakni: Riba
Nasi’a dan Riba Fadhl.
1.
Riba Nasi’ah
“Nasi’ah
(nun-sin-hamzah)” yang rumpun katanya ialah: “nasa-a, yansa-u,
nas-an” yang artinya mengandung unsur waktu: “panjang umur, tidak
tunai, diulur, ditunda”.
Riba
nasi’ah ialah meminjam atau menjual suatu barang dengan
pembayaran/pengembalian yang dipanjangkan waktunya (ditunda). “Perpanjangan
waktu” ini dijadikan alasan untuk “menambah” pembayaran atau
pengembalian modal itu.
Ada 2
(dua) cara penghitungannya:
Ø Tambahan/bunga Satu Kali
Misalnya,
pinjaman atau sisa pembayaran 10.000 akan dibayar dalam waktu 30
hari. Maka bila lewat dari 30 hari itu akan bertambah 5.000. Jadi yang harus
dibayar: 15.000 (10.000 + 5.000). Dan seterusnya kelipatan 5.000/30
hari. Nah, tambahan 5.000 itu adalah riba.
Ø Tambahan/bunga Dua Kali
Misalnya,
pinjam atau sisa pembayaran 10.000.
·
Bila dibayar dalam tempo
30 hari, maka tambahan 5.000.
·
Bila dibayar lewat 30
hari, maka kena tambahan lagi 5.000.
Jadi, bila
pembayaran lewat dari 30 hari perhitungannya ialah:
10.000 (pinjaman/modal
pokok) +
5.000 (tambahan
tenggang 30 hari) +
5.000 (denda
lewat 30 hari) =
Yang harus
dibayar total : 20.000.
Maka
tambahan 2 X 5.000 itu adalah riba.
Demikianlah
contoh sederhananya tentang Riba Nasi’ah itu. Dalam setiap daerah
(negara) tentu memiliki cara-cara yang berbeda, namun pada intinya adalah
mencari keuntungan dengan memanfaatkan perpanjangan waktu itu.
Sabda
Rosululloh:
“Laa
ribaa illaa fin-nasii’ah. Tidak ada riba kecuali dalam (perpanjangan/penundaan)
waktu.” (HR. Bukhori dan Muslim).
2.
Riba Fadhl
“Fadhl
(fa, dhodh, lam)” yang rumpun katanya ialah: “fadhola, yafdhulu,
fadhlan” yang artinya: “lebih, sisa, utama”.
“Riba
fadhl” adalah “menjual/menukar sesuatu barang dengan (bayaran) barang
yang sejenis, dengan mencari keuntungan/kelebihan dari salah-satu
barang-barang tersebut”. Maka, “keuntungan/kelebihan” itu adalah riba.
Dengan
jelas sebuah hadits menerangkan sebuah proses transaksi yang berkaitan dengan
riba fadhl ini...
Ø 2 Barang Jelek VS 1 Barang
Bagus
Abu Sa’id
Al-Khudhry berkata:
Suatu hari
sahabat Bilal membawa korma yang bagus kepada Rosululloh.
Tanya
Rosululloh: “Dari mana kamu dapat korma ini?”
Jawab
Bilal: “Kami punya dua karung korma yang jelek, lalu kami tukar dengan satu
karung korma yang bagus.”
Sabda
Rosululloh: “Hadzaa riba. Ini adalah riba. Kalau
kamu mau, seharusnya kamu jual dulu korma kamu pada orang lain, lalu uangnya
belikan kepada korma yang bagus itu.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Transaksi
seperti Bilal itu ialah “untung-untungan” yang tidak jelas. Dasar pemikirannya
ialah:
·
Orang yang mendapat korma
yang jelek dua karung berspekulasi akan mendapatkan “keuntungan/kelebihan”
karena jumlah kormanya “dua karung” itu.
·
Orang yang mendapatkan
korma yang bagus satu karung, dia akan berspekulasi mendapatkan “keuntungan/kelebihan”
karena “kondisi” kormanya bagus.
Nah, kalau
“untung”, tentu akan merasa “senang”. Tapi kalau “rugi”,
tentu ada “penyesalan” dalam hati.
Oleh sebab
itu, ajaran Islam tidak menghendaki adanya transaksi yang bersifat “untung-untungan
yang tidak jelas” itu. Karena, pada dasarnya manusia adalah selalu menginginkan
dapat “keuntungan”. Maka, transaksi yang “tidak jelas keuntungannya”
lebih baik tinggalkan!
Ø Emas VS Emas
Satu lagi
prosesi pinjam-meminjam yang banyak terjadi di tengah masyarakat hingga saat
ini ialah: meminjam sesuatu kebutuhan/barang (misalnya: uang) tapi yang
diberikan oleh pemilik modal ialah emas, dan harus dibayar dengan emas lagi
(tidak mau diuangkan).
Nah, orang yang meminjam itu
akan mendapatkan kerugian dua kali:
ü Ketika emas itu dijual (diuangkan), maka ada potongan
harga dari toko pembelinya (tidak berdasarkan pada harga umum yang ada).
ü Saat dia membayarnya (dengan emas lagi), maka akan membeli emas
terlebih dahulu dengan harga yang normal di pasaran (dan hal yang lebih memberatkannya
lagi ialah ketika harga emas naik melebihi sewaktu dia meminjam dulu).
Ajaran
agama mana yang tega membiarkan umatnya: sekelompok orang bersenang-senang di
atas penderitaan orang lain, sementara sekelompok yang lainnya terlilit oleh
beban kehidupan yang menyiksanya?
Oleh
karena itu, Rosululloh dengan tegas menyatakan:
“Emas
(dibayar) dengan emas, perak dengan perak, tepung dengan tepung, gandum
dengan gandum, korma dengan korma, dan garam dengan garam, maka barangsiapa
menambahkan sesuatu dan meminta ditambahkan, berarti dia telah berbuat riba.
Maka, sungguh orang yang mengambil (riba) dan memutuskannya adalah sama
(hukumnya = haram).” (HR. Bukhori dan Muslim).
Jadi, riba
fadhl adalah mencari “kelebihan/keuntungan” dari
penjualan/penukaran/peminjaman sesuatu barang yang sama jenisnya.
Demikianlah
2 (dua) jenis riba yang sangat umum berkembang di tengah-tengah
masyarakat hingga hari ini hampir di seluruh dunia. Yakni, dalam bidang pinjam-meminjam
(dengan pembayaran tempo waktu) dan jual-beli (dengan pembayaran
tidak tunai dan/atau menggunakan pembayaran dengan barang yang sejenis).
HUKUM RIBA
Hukum riba
sudah sangat jelas, yakni: haram.
Firman
Alloh:
“... Dan
Alloh menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba...” (QS. Al-Baqoroh:
275).
Sabda
Rosululloh:
“Aku
datang atas manusia di zaman yang tidak seorangpun kecuali makan riba. Maka
jika tidak makan ribanya (secara langsung), maka dia akan terkena asapnya juga
atau debunya.” (HR. Abu Dawud).
RIBA DAN GILA
Orang-orang
yang mengambi/memungut/memakan riba (rentenir, money lender) adalah orang-orang
yang berjiwa sangat kikir, penuh perhitungan dan rakus dalam menumpuk harta.
Maka tidak
heran, kalau para rentenir itu selalu memikirkan bagaimana agar
pergerakan hartanya itu berkembang (bertambah) dengan berbagai cara apapun.
Siang dan
malam mereka berpikir, dan inilah sebagian dari isi yang ada otaknya itu...
Apakah lancar...?
Kalau
tidak, harus disita...!
Bagaimana
orang yang kabur...?
Mau
tidak mau, harus harus pakai tukang pukul...!
Bahaya/merugikan
kalau dibiarkan...!
Terserah,
apapun orang bilang...!
Dari
pada aku yang hancur...!
Ya, dari
tekanan yang ada dalam otaknya yang bertumpuk-tumpuk itu, hilanglah rasa
kepedulian, kasih sayang dan kekeluargaan dari hatinya. Lalu muncullah sikap
galak, kasar dan kejam kepada setiap orang yang meminjam (menggunakan) hartanya
itu. Kadang mereka sudah tak punya batas-batas kemanusiaan lagi dalam menghina,
mengejek, merendahkan dan mencaci-maki kepada orang (peminjam) yang tidak tepat
perjanjiannya (untuk membayar pinjaman).
Itulah
adanya sosok tukang riba (rentenir)... Otak mereka selalu bergemuruh dan
dada mereka selalu berguncang dalam mengurus hartanya...
“...
Mereka tidaklah berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syetan tersebab tekanan penyakit gila...” (QS.
Al-Baqoroh: 275).
AKIBAT RIBA
Beberapa akibat
buruk dari riba itu bisa terjadi dan dirasakan di dunia ini,
sebagaimana yang telah disampaikan oleh Rosululloh ini...
·
“Tidak akan merajalela
riba pada suatu bangsa, kecuali akan merajalela juga penyakit gila
pada mereka.” (HR. Ibnu Majah, Al-Bazar, Al-Baihaqi dan Al-Hakim).
·
“Riba itu ada 70 macam
dosanya, dan dosa riba yang paling ringan ialah seperti seseorang menyetubuhi/menzinai
ibunya sendiri, atau dosanya seperti seseorang mengawini ibunya.” (HR.
Ibnu Maja dan Al-Baihaqi).
Adapun
akibat buruk yang akan diterima di akhirat nanti bagi para pelaku riba
itu ialah lebih mengerikan lagi...
·
“... Dan orang-orang
yang tidak berhenti berbuat riba (setelah tahu larangan Tuhan), maka mereka
itulah penghuni-penghuni neraka: mereka kekal di dalamnya.” (QS.
Al-Baqoroh: 275).
·
“Ada empat golongan yang
menjadi kewajiban Alloh agar tidak memasukkan mereka ke dalam surga dan tidak
merasakan kepada mereka kenikmatannya. Mereka itu adalah: (1) peminum khomer (pemabok,
narkoba), (2) pemakan riba (rentenir), (3) pemakan
harta anak yatim secara zholim, dan (4) anak durhaka kepada kedua orang tuanya
kecuali merreka bertobat.” (HR. Bukhori).
RENUNGAN
Sekecil apapun
larangan Alloh dan sekecil apapun akibat buruk yang ditimbulkannya, maka itu
harus dihindari. Sebab, semua orang tentu tidak menginginkan adanya keburukan,
kesusahan dan kesakitan sekecil apapun menimpa dirinya!
Setiap perbuatan
akan berjalan di hadapan hukum yang ada, dan Rosululloh sudah mengingatkan,
bahwa:
“Sesungguhnya
yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas (keterangannya). Dan
di antara keduanya itu ada perkara-perkara yang samar/meragukan (syubhat),
dan hal itu tidak banyak diketahui oleh manusia. Maka orang yang hati-hati
terhadap perkara yang samar (syubhat) itu, maka sungguh dia telah membersihkan
agamanya dan kehormatannya.” (HR. Bukhori).
Soal riba
hukumnya sudah jelas ialah: HARAM. Berarti riba harus ditinggalkan tanpa
harus berbelit mencari-cari alasan apapun. Dengan tegas Alloh menyatakan:
·
“... Dan Alloh
mengharamkan riba...” (QS. Al-Baqoroh: 275).
·
“... Dan Alloh
memusnahkan riba...” (QS. Al-Baqoroh: 276).
Maka, bagi
mereka yang sampai detik ini masih mengerjakan perbuatan riba, segeralah
berhenti, jika ingin selamat di dunia dan di akhirat!
Dan, bagi
mereka yang sedang sibuk dengan urusan-urusan pinjam-meminjam atau jual-beli,
maka berhati-hatilah tergoda oleh keuntungan-keuntungan besar dari riba yang
haram itu!
“Setiap
tubuh yang tumbuh
dari barang
yang haram (termasuk riba),
maka
api neraka
lebih pantas membakarnya.”
(HR.
Ath-Thobroni).
Barokallohu lii wa lakum...
**************************sab-blog######
No comments:
Post a Comment