3 BIDADARI
DI
RUMAH
“Bidadari”
adalah sebutan tertinggi
untuk kaum wanita yang suci, mulia dan
terhormat (lebih lengkapnya ditambah dengan “indah” dan “cantik”).
Umumnya, para bidadari itu ditujukan
untuk wanita-wanita yang ada di surga atau di khayangan.
Tapi, jangan tak percaya,
kalau wanita-wanita yang ada di rumah
kitapun bisa menjadi
“bidadari-bidadar“
yang tak kalah hebatnya.
Mereka adalah...
IBU:
BIDADARI
YANG PERTAMA
Ibu
adalah orang pertama
memberikan sentuhan kasih sayang kepada
kita (anak-anaknya)
sejak berada di dalam kandungannya.
PERANAN
IBU
- Mengandung, yakni minimal selama 6 enam bulan atau rata-rata selama 9 bulan.
“...
Dan ibu mengandung (anak)-nya dan menyapihnya selama tiga puluh bulan...”(QS.
Al-Ahqof: 15).
- Menyusui, yakni yang dianjurkan oleh Alloh ialah selama 24 bulan (2 tahun).
“Para
ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya
selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan...”(QS.
Al-Baqoroh: 233).
Dua peranan ibu tersebut
tidak bisa digantikan oleh laki-laki sampai kapanpun, karena hal itu adalah “peranan khusus” yang diberikan oleh Alloh hanya untuk kaum wanita saja.
Di
samping itu, ibu juga harus membesarkan anak-anaknya, menjaga ruang-geraknya dan
memberikan bimbingan-bimbingan dalam menghadapi perjalanan hidup ini. Semua itu
bukanlah tugas yang ringan, melainkan penuh pengorbanan, kesabaran, keberanian
dan kekuatan (moral dan material).
Coba
renungkan! Betapa beratnya peranan dan kewajiban seorang ibu itu...
Oleh
sebab itu, ada seorang sahabat yang bertanya: “Wahai Rosululloh, siapakah
orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?”
Sabda
Rosululloh: “Ummuka. Ibumu.”
Ia
bertanya lagi: “Kemudian siapa lagi?”
Sabda
beliau: “Ummuka. Ibumu.”
Ia
bertanya lagi: “Kemudian siapa lagi?”
Sabda
beliau: “Ummuka. Ibumu.”
Ia
bertanya lagi: “Kemudian siapa lagi?”
Sabda
beliau: “Abuka. Bapakmu.” (HR. Bukhori dan Muslim). Rsb 5/136
Terbukti,
bahwa benar-benar peranan ibu itu sangat besar terhadap anak-anaknya, apalagi
di saat-saat anak-anak itu masih berada di usia dini. Bahkan, setelah
anak-anaknya dewasa, ibu masih tetap terlibat dalam menangani urusan-urusan
mereka.
Maka
tidak heran, kalau ada pepatah yang mengatakan: “Kasih ibu sepanjang jalan”. Artinya, seorang ibu akan meyayangi
anak-anaknya sepanjang hidupnya.
Mungkin
karena hal itu pula, sampai ada orang yang berani membuat hadits bahwa, “surga di bawah telapak kaki para ibu, al-jannatu tahta aqdamil-umahat”. Seolah-olah
menggambarkan, pada diri ibu
tersimpan kasih sayang yang tiada habisnya (selalu ada, abadi). Itulah sesuai
dengan realita yang ada, meskipun ke-shohih-an
hadits itu tidak tersambung kepada Rosululloh.
Beberapa
keterangan hadits di bawah ini sangat penting untuk disimak dan dihayati:
Ø
“Ridho Tuhan ada dalam ridho
dua orang tua, dan murka Tuhan ada dalam murka dua orang tua.”(HR. Al-Hakim).
1100- 1/240
Artinya,
keridhoan dan kemurkaan dua orang tua bisa menjadi kenyataan secepatnya, karena
Tuhan ada bersamanya. Ini isyarat agar menyayangi dua orang tua.
Ø
“Orang tua itu bagaikan pintu
gerbang surga. Maka jika kamu berkehendak,
apakah
kamu akan menyia-nyiakannya atau menjaganya.”(HR. At-Tirmizy). Rsb, 22/141
Artinya,
orang tua bisa menjadi penyebab kita untuk masuk surga.
Ø
Di antara beberapa
dosa besar (al-kabaair) yang dijelaskan oleh Rosululloh, salah satunya ialah:
“’Uquuqul-waalidaini.
Mendurhakai dua orang tua.”(HR. Bukhori dan Muslim).
Hendaknya
kita takut dengan dosa besar itu, kemudian kita lebih memfokuskan diri berbakti
kepada dua orang tua.
Ø
“Sesungguhnya Alloh
mengharamkan kamu mendurhakai kaum ibu.”(HR. Bukhori dan Muslim).rsb, 5/143
Sangat
jelas, bahwa mendurhakai orang tua hukumnya haram. Berarti, sangat terlarang
untuk dilakukan!
Dan,
masih banyak lagi keterangan-keterangan yang berkaitan dengan keberadaan orang
tua (ibu dan bapak), dan tidak lepas dari anjuran-anjuran untuk berbakti kepada
merek berdua.
Dengan
demikian, maka patutlah ibu menjadi seorang bidadari di dalam keluarga,
mengingat jasa-jasanya yang luar biasa itu: Dia memiliki kasih sayang yang
tiada batas, pengorbanannya tanpa pamrih dan tanggung-jawabnya sangat ikhlas.
Semua itu demi anak-anaknya. Dan, wajarlah kalau anak-anaknya memujanya sebagai
“bidadari”...
**
ISTERI:
BIDADARI KEDUA
Isteri adalah perempuan kedua
dalam kumpulan keluarga setelah seorang
ibu.
Disebut sebagai “isteri” ialah bagi perempuan yang sudah bersuami.
Sebuah
hadits menyatakan:
“Wanita
adalah belahan separuh (yang sama) dengan laki-laki.”(HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Ketika
seorang laki-laki hendak menikahi seorang wanita (untuk dijadikan sebagai
isteri), maka Rosululloh mengingatkan dengan sabdanya:
“Dinikahi
perempuan karena empat alasan:
(1)
karena hartanya,
(2)
karena keturunannya,
(3)
karena kecantikannya,
dan
(4) karena agamanya.
Maka
wajib atas kamu memilih karena agama, agar berkah kedua tanganmu.”(HR.
Muslim).1100,9/227
Alasan
memilih agama untuk pasangan hidup, Rosululloh menjelaskan secara rinci:
“Laki-laki
yang mengawini seorang wanita karena kedudukan (kemuliaan)-nya, tidaklah
Alloh akan menambah baginya kecuali kerendahan (kehinaan); dan laki-laki yang
mengawini wanita karena harta (kekayaan)-nya, tidaklah Alloh akan
menambah baginya kecuali kemelaratan (faqir); dan laki-laki yang mengawini
wanita karena keturunan (keningratan)-nya, tidaklah Alloh akan menambah
baginya kecuali kehinaan (celaan); dan laki-laki yang mengawini wanita tiada
lain baginya kecuali ingin menundukkan pandangan matanya dan menjaga
kesucian seksualnya atau ingin menyambung tali kasih sayang
kekeluargaan, Alloh akan memberkahi dirinya bagi isterinya dan memberkahi
isterinya bagi dirinya.”(HR. Bukhori).
Dan
satu hal lagi yang dipesankan oleh Rosululloh berkaitan dengan calon isteri,
ialah:
“Nikahilah
wanita yang banyak memiliki rasa sayang dan berketurunan banyak (subur),
karena sesungguhnya aku bangga melihat umatku banyak di hari kiamat.”(HR.
Ahmad, Ibnu Hibban dan An-Nasai).
Dan
inilah peringatan Rosululloh bila menyimpang dari apa-apa yang sudah diterangkannya
itu:
“Apabila
datang kepadamu (laki-laki untuk meminang wanita) yang kamu ridhoi agamanya dan
akhlaknya, maka nikahkanlah dia; bila tidak kamu lakukan akan terjadi fitnah di
bumi dan kerusakan yang luas.”(HR. At-Tirmizy dan Ahmad).
Ya!
Memilih wanita karena agamanya untuk dinikahi, itu menunjukkan ke-sholih-an
diri seorang laki-laki. Berarti, wanita yang dia pilih itupun ialah wanita yang
sholihah.
Itulah
yang dimaksud oleh Alloh dalam firman-Nya ini:
“...
Dan wanita-wanita yang baik (sholihah) ialah untuk laki-laki yang baik
(sholih), dan laki-laki yang baik ialah untuk wanita-wanita yang baik...”(QS.
An-Nur: 26).
Bagi
seorang laki-laki sholih, harta bukanlah kebanggaan yang bisa menyenangkan dan
memuaskan dirinya dalam kehidupan di dunia ini. Dari pasangan hidup (isteri)
itulah, dia akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan yang melebihi dari seluruh
kemewahan yang ada di dunia ini. Sebagaimana sabda Rosululloh ini:
“Dunia
ini adalah kesenangan, dan sebaik-baiknya kesenangan dunia ialah isteri sholihah.”(HR.
Muslim).
Ketahuilah,
setelah rumah tangga terbentuk, maka suami tidak lagi menuntut bisikan-bisikan
cinta, rayuan-rayuan mesra dan kata-kata gombal lainnya dari isterinya. Tetapi,
keceriaan, keikhlasan dan pengertian...
itulah yang akan memenuhi kepuasan dalam dirinya. Dan semua itu, hanya bisa
didapat dari isteri sholihah...
Sebagaimana
yang digambarkan oleh Al-Quran ini:
“...
Maka wanita yang sholihah ialah yang taat kepada Alloh dan memelihara diri
(menjaga kesucian) di saat suaminya tiada, sebagaimana Alloh telah menjaga
(mereka)...”(QS. An-Nisa: 34).
Sabda
Rosululloh:
“Tiada
yang bisa bermanfaat bagi seorang suami (mukmin laki-laki) yang lebih baik
baginya sesudah takwa kepada Alloh, selain dari isteri yang sholihah. Jika
suami memberi perintah, maka dia (isteri sholihah) mentaatinya.
Jika
suami memandangnya, dia terlihat menyenangkan. Jika suami memberi bagian, dia
menerimanya dengan baik. Dan jika suaminya tiada di sampingnya (keluar rumah),
dia menjaga diri dan hartanya.” (HR. Ibnu Majah).
Ya!
Intinya, isteri yang sholihah itu
ialah:
Ø
Taat,
yakni:
o
Taat kepada Alloh, ialah dengan banyak atau rajin beribadah kepada Alloh.
Sebagaimana yang diperintahkan Alloh ini:
“Dan
hendaklah kamu tetap di rumahmu, dan janganlah kamu berdandan dengan dandanan
orang-orang jahiliyah (sebelum Islam) dulu, dan dirikanlah sholat, dan
tunaikanlah zakat, dan taatilah Alloh dan Rosul-Nya...”(QS. Al-Azab: 33).
o
Taat kepada suami, ialah tidak membantah perintah-perintah suami (yang tidak
bertentangan dengan Alloh dan mampu dia kerjakan).
“...
Kemudian jika mereka (isteri-isteri) mentaati kamu (suami), maka janganlah kamu
mencari-cari jalan (alasan) untuk menyusahkannya...”(QS. An-Nisa: 34).
Ø
Enak dipandang, ialah:
o
Tampak ceria: tidak
kusam, sinis atau cemberut.
o
Berwajah manis: banyak
senyum, tenang dan optimis.
o
Enerjik: aktif dan
tanggap terhadap keadaan.
Ø
Ikhlas,
yakni dalam mengerjakan tugas-tugas keluarga:
o
Dalam melayani suami:
saat pulang kerja, sewaktu sakit atau ketika sibuk dengan pekerjaannya.
o
Dalam menangani
(mengurus) tugas-tugas rumah tangga: mengurus anak (dalam soal makan, mandi,
pakaian dan lainnya); dan mendidik anak (dalam hal mengarahkan pergaulannya,
membantu tugas-tugas sekolahnya dan lainnya).
o
Tidak mudah mengeluh:
selalu merasa ringan, menerima apa adanya, tidak terbebani dan banyak berserah
kepada Alloh.
Ø
Menjaga diri, ialah:
o
Berpakaian sesuai
aturan Alloh (pakaian takwa, QS. Al-A’rof: 26-27, An-Nur: 31 dan Al-Ahzab: 59 ), yakni menutup
aurat tubuh (tidak tipis/tembus pandang, tidak ketat/membentuk tubuh, dan tidak
menyolok atau ramai dengan warna-warni).
“Sesungguhnya
perempuan apabila sudah mendapat haidh (usia baligh), adalah tidak boleh
terlihat bagian tubuhnya,
kecuali
ini dan ini (Rosululloh mengisyaratkan ke wajah dan dua telapak tangan).”
o
Tidak keluar rumah
hanya untuk main-main (seperti menggosip, ngrumpi atau perbuatan-perbuatan yang
tiada guna [lagho] lainnya), kecuali
jika ada keperluan-keperluan yang sangat mendesak, seperti untuk kebaikan agama atau keluarga (baca lagi
QS. Al-Ahzab: 33-34).
o
Menudukkan pandangan,
yakni tidak main mata: jelalatan kemana-mana atau curi-curi pandang (baca QS. An-Nur: 31).
o
Bicara dengan tegas
(terutama di hadapan laki-laki lain), yakni: tidak cengeng, tidak manja, tidak jorok
dan tidak ngawur.
“...
Maka janganlah kamu tunduk (lemah) dalam bicara, sehingga menimbulkan keinginan
(niat jelek) dalam hati orang yang ada
penyakitnya,
dan ucapkanlah perkataan yang baik.”(QS. Al-Ahzab: 32).
o
Tidak memamerkan
perhiasan (agar diketahui oleh orang lain), yakni seperti: kalung di leher,
gelang di tangan, cincin di jari atau gelang di kaki.
“...
Maka janganlah mereka memukulkan (menghentakkan) kaki mereka agar diperhatikan
perhiasan yang mereka sembunyikan...”(QS. An-Nur: 31).
o
Tidak memakai
harum-haruman yang tajam aromanya, sehingga menyebar kemana-mana, yang bisa
menimbulkan rangsangan bagi laki-laki yang menghirupnya.
Sabda
Rosululloh:
“Siapapun
wanita yang memakai wangi-wangian (parfum), lalu berjalan melewati sekelompok
orang
hingga mereka mencium aroma harumnya, maka dia adalah wanita pezina.”(HR.
At-Tirmizy dan Al-Hakim).
o
Mengatur cara jalan,
yakni tidak lenggak-lenggok atau perlahan-lahan sehingga nampak bagian pinggul
seperti bergoyang-goyang.
Nah!
Jika perempuan sudah menjadi isteri yang sholihah (sebagaimana uraian di atas)
itu, maka sangatlah layak dia menjadi “bidadari”
di tengah-tengah keluarganya: bidadari bagi suaminya dan bidadari bagi
anak-anaknya. Tiada lagi sebutan yang paling “terhormat” selain itu...
“Siapapun isteri yang meninggal dunia, dan
suaminya ridho (memaafkan) kepadanya, maka dia masuk surga.”(HR. At-Tirmizy,
Ibnu Majah dan Al-Hakim).
**
ANAK PEREMPUAN
BIDADARI KETIGA
Anak perempuan
pasangannya ialah anak laki-laki.
Tapi keduanya memiliki
perbedaan-perbedaan dan
kekhususan-kekhususan tersendiri.
Anak laki-laki adalah lambang kekuatan
dan kegagahan.
Dan, anak perempuan adalah lambang
kelembutan dan kemanjaan.
“...
Dan tidaklah anak laki-laki itu seperti anak perempuan...”
(QS.
Ali Imron: 36).
Sekilas
kita tengok sejarah bangsa Arab sebelum datang Islam yang dibawa Muhammad
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam...
Pada
saat itu, bangsa Arab memandang, bahwa anak perempuan itu lambang kehinaan dan
kelemahan, sehingga orang yang memilikinya kehilangan harga-diri dan
kehormatannya di mata umum.
Tidak
heran, di antara mereka banyak yang membunuh anak-anak perempuan mereka. Bahkan
Umar bin Khoththob sebelum masuk Islam pernah mengubur hidup-hidup anak
perempuannya; dan setelah masuk Islam,
dia sering menangis jika ingat hal tersebut, pertanda dia sangat menyesalinya.
Alloh
mengabadikan peristiwa yang mengenaskan itu dalam kitab-Nya yang suci ini:
“Dan
apabila seseorang dari mereka (Arab jahiliyah) diberi kabar dengan (kelahiran)
anak perempuan, hitam-padamlah wajahnya, dan dia sangat marah.
Ia
menyembunyikan dirinya (merasa malu dan hina) dari orang banyak , disebabkan buruknya
kabar yang disampaikan kepadanya itu. Apakah dia akan memelihara anak perempuan
itu dengan menanggung kehinaan, ataukah akan menguburnya ke dalam tanah (secara
hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa
yang
mereka tetapkan itu!”(QS. An-Nahl: 58-58).
Itulah
kejadian masa lalu...
Dan
sekarang, anak-anak perempuan bebas berkembang dan berkiprah. Islam mengangkat
derajat mereka dari kehinaan dan kerendahan yang dilakukan oleh orang-orang
jahiliyah itu.
Firman
Alloh:
“...
Bagi laki-laki ada bagian peruntungan dari apa yang mereka usahakan, dan bagi
perempuan ada bagian peruntungan dari apa yang mereka usahakan...”(QS. An-Nisa:
32).
Ya!
Sekarang posisi laki-laki dan perempuan sudah berimbang. Makanya, tidak ada
lagi perasaan hina dan rendah diri memiliki anak perempuan. Bahkan ada sebagian
orang yang menjadikan anak perempuannya sebagai “umpan” untuk mendatangkan
materi, yakni dengan menjodohkannya dengan laki-laki kaya.
Kadang
demi materi itu, tidak peduli lagi dengan faktor cinta, usia, ketampanan dan
agamanya. Yang penting kaya!
Akhirnya,
memang, kembali ke diri orang tua. Apa yang diinginkan oleh orang tua terhadap
anak-anaknya itu?
Sebelumnya,
ada dua faktor penting yang harus
dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya, yakni:
Pertama: menafkahi. Dalam hal ini ialah memberinya makan, pakaian dan tempat
tinggal. Ini adalah prosesi memelihara agar tumbuh menjadi dewasa dan mandiri.
Kedua: mendidik. Dalam hal ini ialah membimbingnya dan mengarahkannya,
sebagai persiapan untuk menghadapi hidup yang mandiri di kemudian hari.
Dua faktor penting itu
merupakan tindakan “mengurus” atau ”memelihara” anak yang dimulai sejak
usia dini.
Nah!
Orang tua yang menginginkan anak-anaknya selamat dunia-akhirat, tentu ia akan
mengurus/memelihara (menafkahi dan mendidik) anak-anaknya sesuai ajaran agama.
Antara
“menafkahi” dan “mendidik” adalah lebih sulit mendidik.
Banyak
orang bilang, bahwa menafkahi anak
itu bisa dari hasil apa saja (kerja keras, meminjam, menghutang atau merampok).
Sebab ini urusannya dengan fisik
(jasmani), yang apabila perut sudah kenyang, pakaian sudah bagus, tempat
tinggal sudah mapan dan kendaraan sudah tersedia, maka tak ada lagi tuntutan
yang memusingkan.
Tapi,
mendidik anak bukanlah soal yang
gampang. Sebab berhubungan dengan emosinya,
kemauannya dan sifatnya. Makanya, belum tentu anak mau dididik secara baik-baik.
Berbeda ketika dia disodori makan yang enak-enak, pasti langsung disambarnya.
Namun
saat dia disodori nasehat-nasehat yang baik buat masa depannya, belum tentu dia
langsung menerimanya. Jangankan anak laki-laki, anak perempuanpun bisa
membantah.
Nah,
sekarang saya kembali lagi ke soal pembahasan anak perempuan...
Ada
orang bilang, bahwa memiliki anak perempuan itu sangat “mengkhawatirkan”. Sebab, yang sering menjadi korban pelecehan
kehormatan ialah perempuan. Kalau hal buruk itu sampai terjadi pada dirinya,
maka akan membekas dan menjadi trauma seumur hidupnya.
Oleh
karena itu, orang tua yang mampu memelihara/mengurus anak-anak perempuannya
dengan baik, sehingga mereka menjadi anak-anak yang sholihah (taat kepada
Alloh, berbakti kepada orang tua dan menghindari perbuatan-perbuatan buruk
dalam hidupnya), maka tiadalah balasan yang seimbang bagi orang tua seperti itu
selain surga.
Sebagaimana
sabda Rosululloh ini:
Ø
“Siapa yang mempunyai dua
anak perempuan dan diurus (dinafkahi dan dididik) dengan baik, kecuali dia akan
masuk surga.” (HR. Bukhori).
Ø
“Barangsiapa memelihara
(menafkahi dan mendidik) tiga anak perempuan atau tiga saudara perempuan, wajib
baginya surga.” (HR. Ath-Thohawi).
Mungkin
ada yang bertanya: Bagaimana kalau hanya
memelihara satu anak perempuan, apakah bisa mendapatkan surga?
Menurut
saya, kedua hadits tersebut adalah untuk “menghibur”
orang tua yang memiliki anak perempuan lebih dari satu. Sebab, kalau lebih dari
satu, akan terasa lebih cape mengurusnya, sehingga muncullah keluhan-keluhan.
Maka keberadaan kedua hadits itu bisa menghibur mereka agar menjadi senang,
tetap semangat dan merasa tidak sia-sia apa yang mereka lakukan itu.
Dan,
tentu orang tua yang hanya mengurus satu anak perempuanpun akan mendapat surga.
Sebab, iapun merasa cape juga, meskipun lebih ringan capenya jika dibandingkan
dengan yang mengurus anak perempuan lebih dari satu itu. Hanya saja, mungkin
tingkatan surganya berbeda. Dalam hal ini, hanya Alloh yang menentukan.
Kemudian,
setelah melalui prosesi pengurusan/pemeliharaan yang baik (sesuai ajaran
agama), maka anak-anak perempuan itupun tumbuh menjadi anak-anak yang sholihah. Tentulah orang tuapun merasa
sangat senang melihat mereka. Maka layaklah merekapun menjadi “bidadari”...
**
KESIMPULAN
Bila ibu
adalah wanita yang sholihah...
Bila isteri
adalah wanita yang sholihah...
Bila anak
perempuan adalah anak yang sholihah...
Maka,
lengkaplah perempuan-perempuan yang ada dalam rumah kita itu sebagai “bidadari-bidadari”...
Rumah
tangga seperti itulah... baru bisa dikatakan Baiti Jannati,
Home
Sweet
Home,
Rumahku Surgaku...
Dalam
rumah tangga seperti itulah... adanya ketenangan, kedamaian, kesejukan,
kemanisan, keramahan dan kenikmatan hidup. Meskipun, bangunan rumahnya
sederhana, tidak ada barang-barang mewah dan mahal seperti: kursi/meubel buatan
luar negeri, kendaraan kelas atas, aksesoris-aksesoris ternama, peralatan dapur
modern, dan yang lainnya.
Sebab,
dalam rumah tangga seperti itu... banyak turun rahmat dan berkah dari
Alloh, yang kesemuanya itu tidak akan turun ke dalam rumah tangga yang jauh
dari keimanan dan kesholihan.
Akhirnya,
“3 bidadari dalam rumah” itu akan
menjelma menjadi “bidadari-bidadari
dalam surga” di akhirat nanti. Sungguh merupakan kebahagiaan yang tiada
tandingannya...
Inilah
janji yang diberikan oleh Alloh:
- “Orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami dan mereka (sewaktu di dunia) adalah orang-orang muslim. Masuklah ke dalam surga, kamu dan isteri-isteri kamu digembirakan.”(QS. Az-Zukhruf: 69-70).
- “Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan, dan Kami kawinkan mereka (yang laki-laki) dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli.
Dan
orang-orang yang beriman dan yang mengikuti mereka dari anak keturunan mereka
dengan keimanan, maka Kami hubungkan (kumpulkan) mereka dengan anak keturunan
mereka (dalam surga itu),
dan
Kami tidak mengurangi sedikitpun dari balasan amal mereka. Setiap manusi dengan
apa yang sudah dikerjakannya terikat.”(QS. AZ-Zukhruf: 20-21).
Itulah...
kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat: menjadi bidadari di dunia dan
menjadi bidadari di akhirat!
Dan
itulah... keberuntungan yang besar dan kebahagiaan yang sejati!
Semua
itu bisa kita dapatkan hanya dengan mengikuti agama Alloh dan contoh Rosul-Nya.
Akhirnya...
mudah-mudahan segala usaha kita dalam rangka mencari kebaikan berakhir
sebagaimana penutup dari doa-doa yang selalu kita panjatkan ini:
“Ya
Tuhan kami,
berilah
kami kebaikan
di
dunia dan kebaikan di akhirat,
dan
peliharalah kami dari azab neraka.”
(QS.
Al-Baqoroh: 201).
“Segala
puji bagi Alloh,
Tuhan
alam semesta.”
(QS.
Yunus: 10).
Barokallohu lii
wa lakum...
****
No comments:
Post a Comment