ENAM
PERUMPAMAAN BINATANG
BAGI MANUSIA
(Tentang: anjing, laba-laba, keledai,
nyamuk, onta dan lalat)
Banyak sekali perumpamaan-perumpamaan yang
disampaikan oleh Al-Quran. Bukan hanya dalam satu ayat, tapi diulang-ulang pada
ayat-ayat yang lainnya.
Tujuan
perumpamaan-perumpamaan itu adalah agar manusia mengambil pelajaran, sehingga
berhati-hati dalam mengambil keputusan dan tindakan.
“... Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk
manusia, agar mereka berpikir.” (QS. Al-Hasyr: 21).
“6 Perumpamaan Binatang” ini
adalah
yang berhubungan dengan manusia,
yaitu tentang
sikap dan prilakunya
dalam kehidupan di dunia ini
terhadap Alloh.
Mari
kita telusuri
satu per satu...
Firman Alloh:
“Dan kalau Kami menghendaki, sungguh Kami tinggikan
(derajat)-nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada harta dunia dan
mengikuti hawa nafsunya,
maka perumpamaannya ialah seperti anjing: apabila kamu
mengusirnya, dia mengulurkan lidahnya; atau jika kamu membiarkannya, dia
mengulurkan lidahnya juga.
Itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami.
Maka ceritakanlah kisah-kisah itu, agar mereka
berpikir.”(QS. Al-A’rof: 176).
Perumpamaan “seperti
anjing” itu diberikan kepada
orang-orang yang “mendustakan (menolak) ayat-ayat Alloh”, yaitu orang-orang
yang:
·
“Melepaskan diri dari ayat-ayat Alloh”
(QS. Al-A’rof: 175). Artinya, mereka
tidak mau terikat atau diatur oleh ketentuan-ketentuan dari Alloh.
·
“Bekerja-sama dengan syetan”. Yaitu, memilih
syetan sebagai temannya dalam menjalani hidup ini.
·
“Cenderung kepada materi duniawi”. Yaitu,
mengejar dunia habis-habisan sebagai kesenangannya.
·
“Mengikuti hawa nafsu”. Yakni, menjadikan hawa nafsu sebagai “tuhan” yang
mengendalikan dirinya.
Perumpamaan “seperti anjing” ini tentu sangat hina.
Sebagaimana firman Alloh pada ayat berikutnya:
“Sangatlah buruk perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami, dan diri mereka telah berbuat zholim.”(QS.
Al-A’rof: 177).
Ada tiga hal penting yang berkaitan dengan anjing itu, ialah:
Satu: Secara
hukum Islam, anjing adalah binatang yang dihukumkan “najis” (artinya: “kotor”). Orang yang menyentuhnya dan
disentuhnya, cara membersihkannya ialah ada aturan-aturannya.
Sebagaimana sabda Rosululloh ini:
“Cara membersihkan
bejana (atau benda apa saja) milik salah seorang kamu, apabila dijilat oleh
anjing, basuhlah tujuh kali, air yang pertama kali campur dengan tanah.”(HR.
Muslim).
Itulah bukti, bahwa jilatan bekas anjing itu berbeda
dengan binatang-binatang lainnya. Karenanya, cara mencucinyapun sangat berbeda.
Hanya dengan cara yang diperintahkan oleh Rosululloh itulah bekas jilatan
anjing bisa dibersihkan.
Dua:
Anjing (terutama yang berbulu/warna hitam) ialah binatang yang sering dijadikan
objek “penyerupaan” oleh jin jahat.
Biasanya ini ialah ulah orang-orang main ilmu hitam, pesugihan, perdukunan,
atau orang-orang yang bertujuan jahat lainnya.
Sabda Rosululloh:
“Andai anjing itu bukan suatu umat, nisacaya aku
memerintahkan pembunuhannya, tapi aku takut memusnahkan suatu umat. Karena itu
bunuhlah setiap binatang hitam di antaranya, sebab dia
adalah jinnya atau dari (penyerupaan) jinnya.” (HR. Muslim).
Dan hadits lain lebih menguatkan lagi:
“Ditanya:
‘Wahai Abu Dzarr! Mengapa anjing hitam dibedakan dengan anjing merah atau
anjing kuning?’
Jawabnya:
‘Wahai anak saudaraku! Dulu saya bertanya kepada Rosululloh sebagaimana kamu
sekarang bertanya kepadaku, lalu beliau bersabda:
’Al-kalbul-aswadu syaithoon. Anjing hitam itu adalah
syetan’.”(HR. Muslim, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ad-Darimy).
Tiga:
Malaikat tidak mau masuk ke dalam rumah yang ada anjing di dalamnya. Entah apa
alasannya. Yang jelas, malaikat tidak suka dengan keberadaan anjing. Berarti,
kalaupun mau memelihara anjing untuk tujuan menjaga rumah, ladang atau
tempat-tempat lainnya, maka anjing itu harus ditempatkan secara terpisah dari
rumah tempat tinggal kita. Jadi, jangan dibiarkan anjing itu berkeliaran di
sekitar rumah (terutama keluar-masuk ke dalam rumah).
Sabda Rosululloh:
“Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada
anjing dan ada gambar (makhluk hidup).”(HR. Bukhori dan Muslim).
Kemudian, beberapa prilaku anjing yang sering
digambarkan kepada diri manusia antara lain:
·
Sebagai “penjilat”. Yaitu,
karena anjing selalu “mengulurkan lidahnya”, baik itu saat diusir ataupun saat biarkan. Hal itu juga bisa diartikan
sebagai sifat orang yang bermuka tebal (tak tahu malu) dan berjiwa rendah (tak
punya kehormatan).
·
Sebagai “pengkhianat”.
Yaitu, saat orang menolongnya, dia tidak mau bilang terima kasih. Sebagaimana
pepatah mengatakan: “Bagai menolong anjing yang kecebur. Setelah ditolong, dia
malah menggigit orang yang menolongnya”!
·
Sebagai “orang pengecut”. Dia mengejar orang yang lari
ketakutan. Tapi ketika ada musuh yang berani menghadapinya, dia lalu
menggonggong-gonggong, sebagai pertanda memanggil teman-temannya untuk diajak
mengeroyok lawannya. Sementara lawan yang berani,
tidak akan takut dengan gonggongannya, sebagaimana kata pepatah: “Anjing
menggonggong, kafilah berlalu”!
·
Senang memakan “barang-barang kotor”. Ini menggambarkan prilaku manusia yang suka memakan
barang-barang yang haram, seperti: harta orang lain, harta hasil riba, harta
hasil menipu, harta hasil korupsi, harta hasil pesugihan, harta anak yatim,
harta orang miskin dan harta-harta lainnya yang didapat dengan cara yang
batil.
Dengan demikian, agar kita tidak “seperti anjing”,
maka kita harus mau menerima ayat-ayat Alloh dan mentaatinya dalam kehidupan
ini. Sebagaimana firman Alloh diawal ayat tersebut di atas:
“... Sungguh Kami akan mengangkat (derajat)-nya dengan
ayat-ayat itu...” (QS. Al-A’rof: 176).
**
2. PERUMPAMAAN LABA-LABA
Firman Alloh:
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil
pelindung-pelindung (wali) selain Alloh, ialah seperti laba-laba yang membuat
rumah. Dan sesungguhnya selemah-lemahnya rumah ialah sebenarnya rumah
laba-laba, jika mereka mengetahui.”(QS. Al-‘Ankabut: 41).
Dalam ayat tersebut, ada dua kata penting dalam tema bahasannya,
yaitu:
·
“Awliyaa”.
·
“Al-‘Ankabut”.
Pembahasan pertama
dari ayat di atas ialah tentang: awliyaa.
“Awliyaa”
asal kata dari “walii” yang artinya: orang
yang sangat dekat, pelindung, penolong, penguasa, penuntun atau pemimpin.
Dalam ayat di atas, awliyaa/walii
yang dimaksud itu ialah “lawan”
atau “saingan” Alloh. Berarti,
posisinya sama dengan “tuhan”.
Sebab, orang yang “mengambil selain
Alloh”
berarti dia sudah mengambil “tuhan lain” yang bukan Alloh.
Yang dimaksud dengan “awliyaa/walii” atau
“tuhan lain” selain Alloh itu bisa berupa:
·
Benda mati atau benda tidak
bergerak, seperti: gunung, batu, senjata, kuburan, kitab, hukum, pohon dan yang
lainnya.
“Apakah mereka mengambil tuhan-tuhan dari bumi yang
bisa menghidupkan (makhluk)?”(QS. Al-Anbiya: 21).
·
Makhluk hidup,
yaitu:
o
Manusia, seperti: dukun, raja, pemimpin, orang sakti, orang
pinter, orang suci dan yang lainnya.
“Mereka menjadikan orang-orang alim mereka (ulama),
dan rahib-rahib (guru, pemimpin) sebagai Tuhan selain Alloh dan (juga
mempertuhankan) Al-Masih (Isa) putera Maryam. Padahal mereka hanya diperintah
menyembah Tuhan
Yang Maha Esa. Tiada Tuahan selain Dia. Maha Suci
Alloh dari apa yang mereka persekutukan.”(QS. At-Taubah: 31).
o
Hewan, seperti: sapi keramat, kerbau keramat, burung ajaib, harimau sakti
dan yang lainnya.
“Kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka anak sapi
yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata: ‘Inilah Tuhanmu dan Tuhan
Musa, tapi Musa sudah lupa’.”(QS. Thoha: 88, dan lihat QS. Al-A’rof: 148).
o
Jin, seperti: keruhun, arwah leluhur, arwah orang sakti, arwah nenek moyang
dan yang lainnya.
“Dan sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki di
antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin,
maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesesatan.”(QS. Al-Jin: 6).
“Malaikat-malaikat berkata: ‘Maha Suci Engkau.
Engkaulah Pelindung kami, bukan mereka (jin-jin). Bahkan mereka telah menyembah
jin. Kebanyakan mereka beriman kepada jin itu’.” (QS. Saba: 41).
Itulah “tuhan-tuhan selain Alloh” yang
sering dijadikan “pelindung, penolong,
tempat bergantung, tempat berdoa, dan
disembah-sembah atau dipuja-puja”.
Dan satu hal yang harus digaris-bawahi lagi ialah,
bahwa orang-orang yang sudah mengambil “tuhan-tuhan selain Alloh” itu, mereka
merasa “yakin dan takut” terhadap tuhan-tuhannya yang
palsu itu, sama seperti orang-orang beriman yakin dan takut kepada Alloh.
Pembahasan yang kedua
ialah tentang: al-‘ankabut.
Al-‘ankabut
ialah binatang laba-laba. Besarnya maksimal seperti jari
kelingking. Di antaranya ada yang beracun.
Yang terkenal dari laba-laba ialah kepandaiannya
membuat rumah (sarang) yang berbentuk seperti jaring-jaring. Salah satu fungsi
rumahnya ialah untuk menjebak mangsanya (hewan-hewan lain) yang lalu-lalang di
sekitarnya. Hewan-hewan yang terjebak itu akan dihisap cairan dalam tubuhnya.
Itulah cara makan laba-laba.
Tapi, yang disorot oleh Al-Quran untuk dijadikan
pelajaran ialah “rumah/sarang (bait)”
dari laba-laba itu.
Sebagaimana kenyataannya yang terlihat, bahwa
rumah/sarang laba-laba itu “sangat lemah” jika dibandingkan dengan
rumah/sarang hewan-hewan lainnya.
Ciri khas rumah laba-laba ialah:
·
Menggantung di mana-mana (di pohon atau di bangunan).
·
Tidak ada tempat duduk atau tempat berpijak untuk kaki.
·
Tidak ada ruangan sejenis lobang atau kandang.
·
Mudah diombang-ambing oleh angin.
·
Mudah terkena hujan dan panas matahari.
Itulah di antaranya karakteristik dari rumah laba-laba
yang bisa kita saksikan dengan mudah keberadaannya di sekitar kita.
Dan itulah... sebuah gambaran dari orang-orang yang
mengambil wali (pemimpin,
penolong, pelindung) selain Alloh (seperti dari benda mati, manusia atau jin),
bahwa keberadaan mereka itu sama saja “tinggal di rumah laba-laba” itu. Tentu
saja, mereka tidak akan bisa menyelamatkan diri mereka, apalagi dari azab
Alloh.
Dengan demikian, hanya Alloh-lah sebaik-baiknya
pelindung, penolong dan tempat bergantung dalam kehidupan ini. Karena, Dia-lah
Sang Penguasa langit dan bumi ini.
“Dan kepunyaan Alloh-lah timur dan barat, maka
kemanapun kamu menghadap di situlah ada Wajah Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha
Luas (kekuasaan-Nya) lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al-Baqoroh: 11 ia5).
Ulil-amri ialah “orang yang ahli dalam memerintah”. Sering diterjemahkan: ulil-amri sama dengan pemimpin/pemerintah.
Maka,
orang-orang beriman yang hendak mengambil awliaa/walii (pemimpin, penolong, pelindung) dalam urusan pemerintahan di dunia, yang sesuai
dengan petunjuk Alloh ialah ulil-amri minkum, yakni: “ahli pemerintahan dari (kalangan) kamu
(muslim/mu’min)”- (baca: QS. An-Nisa:
59).
Dengan
demikian, Alloh MELARANG mengambil awliaa/walii/ulil-amri/pemimpin
dari orang yang tidak
beriman/non-muslim/kafir !!
Inilah
ayat-ayat larangan dari Alloh dalam Al-Quran tentang hal tersebut:
·
Jangan
mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang
mu’min (QS. An-Nisa: 144).
o
Orang-orang
kafir akan memurtadkanmu dari
agamamu (QS. Ali Imron: 149).
o
Mereka
tiada henti memerangi Islam (QS. Al-Baqoroh: 217).
o
Konsekwensinya,
Alloh lepas-tangan darinya (tidak peduli) (QS.
Ali Imron: 28).
o
Akan
mendapat azab yang pedih (QS. An-Nisa: 138-139).
·
Jangan
mengambil orang-orang Yahudi dan Nashroni menjadi wali (QS. Al-Maidah: 51).
o
Orang-orang
Yahudi dan Nashroni tidak rela melihat orang beragama Islam (QS. Al-Baqoroh: 120).
o
Orang-orang
Yahudi sangat keras memusuhi Islam, sedang Nashroni sedikit
lunak (QS. Al-Maidah: 82).
·
Jangan
mengambil wali dari orang-orang yang
mengejek dan mempermainkan agama (QS. Al-Maidah:57).
·
Jangan
mengambil wali dari orang-orang di luar
kalanganmu (QS. Ali Imron: 118).
**
3. PERUMPAMAAN
KELEDAI
Firman Alloh:
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya
kitab Taurot kemudian mereka tiada memikulnya, ialah seperti keledai yang
membawa kitab-kitab yang tebal. Sangat buruklah perumpamaan kaum yang
mendustakan ayat-ayat Alloh itu. Dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada kaum
yang zholim.”(QS. Al-Jumu’ah: 5).
Ayat ini menerangkan tentang orang-orang Bani Isroil
atau Yahudi yang diberikan oleh Alloh kitab Taurot, kemudian mereka tidak mau
melaksanakan atau mengikuti ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab itu.
Dan ayat ini, sejatinya ialah sebagai pelajaran bagi
orang-orang yang sudah diturunkan kitab-kitab kepada mereka, di antaranya yang
terakhir ialah kitab Al-Quran.
Perumpamaan dalam ayat ini, bukanlah tertuju kepada “diri” si keledai itu (seperti pada
perumpamaan tentang anjing). Tapi, tertuju kepada “keledai yang memikul/membawa
kitab-kitab yang tebal” itu.
Arti dari perumpamaan tersebut ialah, tertuju kepada
orang-orang yang sudah diturunkan oleh Alloh kitab-kitab (di antaranya
Al-Quran), tapi mereka tidak mau mempelajari, mengajarkan dan mengamalkan
isinya dalam kehidupan mereka.
Di katakan dalam ayat ini, bahwa perumpamaan seperti
itu “sangatlah buruk
(bi-sa matsal)”. Sebabnya
ialah:
·
Keledai (dan semua binatang) tidaklah bisa membaca dan menulis, apalagi
mempelajari dan mengamalkan isi sebuah kitab. Karena, dia tidak dibekali oleh
Alloh kemampuan untuk mengenal huruf-huruf dan bisa membaca. Keberadaan fisik
hati dan otaknya hanyalah untuk keseimbangan hidup badannya, dan tidak ada
kecerdasan dalam berpikir dan daya-ingat yang bisa menyimpan dan membedakan
segala sesuatu (yang dilihat, didengar dan dirasakannya).
·
Manusia memiliki otak yang menyimpan kecerdasan dan hati yang bisa
menentukan dan membedakan baik dan buruk. Dengan otak dan hatinya, manusia bisa
belajar dan mendalami berbagai macam ilmu. Setelah itu, dia bisa mengajarkan
dan mengamalkan apa-apa yang sudah dipelajarinya itu.
Oleh karena itu, sangatlah wajar kalau keledai itu
hanya bisa “memikul/membawa kitab-kitab di punggungnya”, dan sampai kapanpun
dia tidak akan pernah bisa tahu dan memahami isi dari kitab-kitab itu.
Sedangkan manusia, dia punya otak dan hati yang bisa
mempelajari, mendalami dan memahami isi kitab-kitab itu. Lalu, kenapa dia tidak
mau mentaati dan mengamalkan isi kitab-kitab itu?
Nah, apalah bedanya dengan keledai itu?!
Itulah... “orang-orang
yang mendustakan ayat-ayat Alloh”. Artinya, mereka sama saja sudah menolak
ayat-ayat Alloh, padahal mereka punya kemampuan untuk mengamalkannya. Dengan
begitu, mereka sudah menzholimi dirinya sendiri, dan mereka berada dalam
kesesatan...!
“... Dan Alloh tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zholim.”(QS. Al-Jumu’ah: 5).
**
4.
PERUMPAMAAN ONTA
“Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami dan menyombongkan diri, sekali-kali tidaklah akan dibukakan pintu-pintu
langit dan tidaklah mereka masuk surga sampai onta masuk ke lobang jarum.
Demikianlah Kami membalas orang-orang yang berdosa.”(QS. Al-A’rof: 40).
Inti dari ayat ini ialah:
·
Mendustakan ayat-ayat Alloh (kadzdzabuu
bi-aayaatillah).
·
Sombong terhadap ayat-ayat Alloh (istakbaruu
‘an aayaatillah).
·
Pintu-pintu langit (abwaabus-samaa-i).
·
Onta masuk ke lobang jarum (yalijal-jamalu fii sammil-khiyath).
Maka, ada “dua
sebab” yang kemudian melahirkan “dua akibat”. Yaitu, sebabnya
ialah:
·
Mendustakan ayat-ayat Alloh. Ialah, tidak mau membaca, mempelajari dan
mengamalkan kitab yang sudah diturunkan oleh Alloh (salah satunya Al-Quran).
Hanya sibuk dengan urusan-urusan duniawi semata.
·
Sombong terhadap ayat-ayat Alloh. Ialah, sudah tidak mau menerima
ajaran-ajaran Alloh, ditambah lagi berlaku sombong. Yakni, menghina,
merendahkan dan merasa tidak perlu lagi adanya petunjuk-petunjuk agama.
Menganggapnya semua itu seolah-olah omong kosong belaka.
Maka,
akibatnya ialah:
·
Pintu-pintu langit tidak akan dibukakan bagi orang-orang yang “mendusatakan dan sombong” terhadap
ayat-ayat Alloh itu. Maksudnya ialah:
o
Doa mereka tidak diterima oleh Alloh yang ada di atas sana.
o
Mereka tidak mendapat rahmat dari
langit (berupa air hujan, angin yang menyegarkan atau
nikmat yang lainnya).
o
Mereka berada dalam kegelisahan, karena dihantui oleh ketakutan
terhadap badai yang akan menghancurkan segala kemewahan yang dimilikinya.
·
Mereka tidak akan masuk surga sampai onta masuk ke lobang jarum.
Artinya, selama-lamanya mereka tidak akan bisa masuk surga, sebagaimana onta
yang tidak akan pernah bisa masuk ke lobang jarum. Hal ini benar-benar
merupakan “harga-mati” bagi mereka: tidak ada lagi pilihan
yang lain, selain masuk ke dalam neraka!
“Bagi mereka tikar tidurnya dari api neraka Jahannam,
dan dari atas mereka ada selimut (dari api). Demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang zholim.”(QS. Al-A’rof: 41).
**
5. PERUMPAMAAN
NYAMUK
Firman Alloh:
“Sesungguhnya Alloh tiada malu membuat perumpamaan
berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman,
mereka mengetahui bahwa sesungguhnya perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka.
Tetapi orang-orang yang kafir mengatakan: ‘Apakah maksud Alloh dengan
menjadikan ini sebagai perumpamaan?’ Dengan perumpamaan itu banyak orang yang
disesatkan oleh Alloh, dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang
mendapat petunjuk. Dan tidak ada orang yang disesatkan Alloh kecuali
orang-orang yang fasik.”(QS. Al-Baqoroh:
26).
Dalam ayat ini Alloh menjadikan nyamuk (ba’uudhun) sebagai perumpamaan. Namun
Dia tidak menerangkan untuk orang macam apa perumpamaan nyamuk itu di arahkan.
Dia hanya menjelaskan:
·
Bahwa Dia tidak malu membuat perumpamaan dengan binatang seperti
nyamuk, bahkan yang lebih rendah lagi dari nyamuk itu.
·
Bahwa dengan perumpamaan itu banyak orang yang menjadi sesat.
·
Bahwa dengan perumpamaan itu banyak orang yang mendapat petunjuk.
·
Bahwa yang sesat adalah orang yang fasik.
Sekarang mari kita coba sedikit mengenal nyamuk...
Nyamuk ialah binatang sejenis serangga yang berbadan
kecil seukuran ujung lidi (sapu). Makanannya terutama ialah darah (manusia atau
hewan besar). Bisa dikatakan, dia adalah “monster kecil penghisap darah”.
Ada dua pelajaran besar yang berkaitan dengan nyamuk, adalah:
·
Sebagai pemberi inspirasi munculnya “jarum suntik” yang
berfungsi memasukkan obat dengan menusukkan jarum ke dalam daging. Dan alat
tersebut hingga sekarang sangat berguna di dunia kedokteran.
·
Sebagai pemberi motivasi
untuk membangun pabrik-pabrik racun anti-nyamuk, seperti anti nyamuk bakar,
anti nyamuk cair (untuk disemprotkan) dan anti nyamuk pasta/krim (untuk
dioleskan). Sebab, bekas hisapan nyamuk di tubuh bisa mengakibatkan penyakit,
dari bentol-bentol dan gatal di kulit, sampai kepada yang lebih parah seperti
malaria, cikungunyah dan demam berdarah.
Nah, pada intinya, perumpamaan di atas itu adalah
mengajak manusia untuk berpikir. Sebab, dalam perumpamaan itu ada “petunjuk” yang akan mengarahkan kepada
hal-hal yang “menguntungkan” dan “merugikan”, sehingga manusia bisa
mempersiapkan-diri sejak dini untuk menghadapinya.
Adapun orang-orang yang tidak mau tahu tentang
perumpamaan yang diberikan Alloh itu, mereka akan lengah dan tidak memiliki
persiapan-diri saat menghadapi hal-hal yang tidak diinginkannya...
“Mereka itulah orang-orang yang rugi.”(QS. Al-Baqoroh:
27).
**
6. PERUMPAMAAN
LALAT
“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah
perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu minta dari selain Alloh itu,
sekali-kali tidaklah dapat menciptakan seekor lalat pun, meskipun mereka
bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka,
tiadalah mereka dapat merebutnya lagi dari lalat itu. Sangatlah lemah yang
meminta (menyembah) dan sangat lemah pula yang diminta (disembah).”(QS.
Al-Hajj: 73).
Ayat ini berkisar pada orang-orang yang “meminta” kepada selain dari Alloh.
Kata “minta/meminta” dalam ayat ini terjemahan dari
“tad’uun”
yang asalnya dari “da’a” (artinya: doa,
seru, minta, sembah).
Maka, siapapun dan apapun yang kamu “seru, minta atau sembah”
selain dari Alloh itu, sungguh mereka “tidak
akan mampu menciptakan seekor lalat sekalipun”.
Dan buktinya, sampai hari ini, belum ada seorang
manusiapun yang bisa menciptakan lalat seperti lalat ciptaan Alloh itu,
walaupun para ahli perbinatangan seluruh dunia berkumpul menjadi satu untuk
menciptakannya.
Bahkan, ketika lalat itu merampas makanan mereka yang
terhidang di meja, mereka tidak mampu merebutnya lagi.
Hal ini harus benar-benar disadari oleh manusia. Bahwa
dirinya sangat lemah di hadapan Alloh, apalagi jika ditambah dengan mengambil
tuhan-tuhan selain Alloh...
Oleh karena itu, perumpamaan tentang lalat itu adalah
mengingatkan manusia, agar mereka kembali kepada Alloh, bahwa hanya Dia-lah
tempat meminta, menyeru, berdoa dan menyembah...
**
KESIMPULAN
Demikianlah “6
perumpamaan binatang” yang bisa kita temukan dalam Al-Quran. Dan tentunya,
masih banyak perumpamaan-perumpamaan lainnya yang bisa kita pelajari lagi.
“Dan sesungguhnya pada binatang itu benar-benar ada
pelajaran buat kamu...”(QS. An-Nahl: 66).
1.
Tentang: “orang-orang yang cinta
dunia dan menuruti hawa nafsu”.
2.
Tentang: “orang-orang yang mengambil wali (pelindung, penolong, pemimpin) selain Alloh”.
3.
Tentang: “Ahli Kitab (orang-orang yang diturunkan kitab) yang tidak mengamalkan isi kitab tersebut”.
4.
Tentang: “orang-orang yang mendustakan
dan berlaku sombong terhadap
ayat-ayat Alloh”.
5.
Tentang: “sikap orang-orang
kafir terhadap perumpamaan yang diberikan oleh Alloh”.
6.
Tentang: “orang-orang yang meminta,
berdoa atau beribadah kepada selain Alloh”.
Adanya perumpamaan-perumpamaan itu adalah ditujukan kepada manusia. Yakni, agar
mereka berpikir dan mengambil pelajaran, sehingga merubah sesuatu yang kurang
baik menjadi yang lebih baik.
“Dan itulah perumpamaan-perumpamaan Kami buatkan untuk
manusia. Dan tiadalah orang menggunakan otaknya, kecuali orang-orang yang
berilmu.”(QS. Al-‘Ankabut: 43).
Dan ditujukan bukan hanya bagi manusia yang hidup di
saat itu (masa lalu), tapi juga untuk generasi manusia sesudahnya (sampai hari
ini).
“Maka Kami jadikan yang demikian (contoh) itu bagi
orang-orang di masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian (sesudahnya,
hingga hari ini), dan itu menjadi pelajaran (maw’izhoh) bagi orang-orang yang
bertakwa.”(QS. Al-Baqoroh: 66).
Kemudian perumpamaan-perumpamaan itu dibuat bukan cuma
satu kali, tapi diulang-ulang oleh Alloh.
“Dan sungguh Kami telah mengulang-ulang kepada manusia
dalam Al-Quran ini tiap-tiap perumpamaan. Maka kebanyakan manusia tidak suka,
selain menutup-diri (tidak percaya).”(QS. Al-Isro: 89).
“... Dan adalah manusia kebanyakan sesuatu yang
membantah.”(QS. Al-Kahfi: 54).
Sedangkan tujuan
dari perumpamaan-perumpamaan itu bukan untuk main-main atau basa-basi yang lucu
dan buang-buang waktu, melainkan ialah:
·
Sebagai maw’izhoh (pelajaran).
“... Dan itu menjadi pelajaran bagi orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Al-Baqoroh: 66).
Kita bisa mengambil “pelajaran” dari perumpamaan atau
contoh dalam Al-Quran itu, agar kita bisa menempatkan diri kita pada tempat
yang benar, dan agar kita bisa menghindar dari hal-hal yang akan mencelakakan
kita.
·
Sebagai ‘ibroh (pengajaran).
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang aktif berpikir...”(QS. Yusuf: 111).
Kisah tentang anjing, monyet dan yang lainnya itu bisa
menjadi “guru”, yang “mengajarkan” kepada kita mengenai mana hal yang baik dan
hal yang buruk yang sudah terjadi dan dialami. Dan, pengalaman adalah guru yang
terbaik, the experience is best teacher
!
·
Sebagai tadzkiroh (peringatan).
Peringatan itu diberikan kepada orang-orang yang lalai
atau lupa. Makanya, adanya perumpamaan-perumpamaan, kisah-kisah,
kejadian-kejadian dan yang sejenisnya itu adalah “mengingatkan” agar kita
selalu “waspada” dalam perjalanan hidup ini. Maka kalau kita sempat lalai atau
lupa, segeralah kembali ke jalan yang lurus (benar) itu.
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa
kepada Alloh, lalu Alloh menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.
Mereka itulah orang-orang yang fasik.”(QS. Al-Hasyr: 19).
·
Sebagai tafkiroh (renungan).
“... Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk
manusia agar mereka berpikir.”(QS. Al-Hasyr: 21).
Perumpamaan-perumpamaan dalam Al-Quran itu hendaknya
menjadi pemikiran buat kita. Lalu membandingkannya dengan keadaan diri kita.
Dari sini kita bisa mendapatkan ide dan motivasi, kemudian berusaha berbuat dan
menjadi yang lebih baik lagi dari yang sudah ada.
·
Sebagai ma’dziroh (pelepasan tanggung jawab).
Setelah diberikan pelajaran, pengajaran, peringatan
dan pemikiran, tapi masih saja membandel di jalan yang sesat (tidak mau kembali
ke jalan yang benar), maka tidak ada lagi tanggung jawab untuk membuatnya
berubah, sudah saatnya berlepas diri darinya. Jadi, tidak ada lagi tuntutan
darinya. “Bukankah sudah aku sampaikan kepadamu berkali-kali...?”
“Dan ketika suatu umat di antara mereka berkata:
‘Kenapa kamu
menasehati kaum yang Alloh akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan
azab yang keras?’
Mereka menjawab: ‘Agar kami mempunyai alasan (berlepas
diri) kepada Tuhanmu, dan mudah-mudahan mereka bertakwa’. ”(QS. Al-A’rof: 164).
Itulah perumpamaan-perumpamaan yang sudah terjadi di
masa lalu. Dan hari ini kita menjadikannya sebagai maw’izhoh (pengajaran), ‘ibroh
(pelajaran), tadzkiroh (peringatan), tafkiroh
(pemikiran) dan ma’dziroh (pelepasan tanggung-jawab).
Apa-apa yang sudah dilakukan oleh orang-orang di masa lalu itu tidak ada hubungannya
dengan diri kita dalam pertanggung-jawabannya di hadapan Alloh. Semua baik dan
buruknya adalah menjadi tanggungan mereka sepenuhnya...
“Itulah umat yang telah lalu. Baginya apa yang
diusahakannya, dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan. Dan kamu tidak akan
diminta pertanggung-jawaban tentang apa yang sudah mereka kerjakan.”(QS.
Al-Baqoroh: 141).
Demikianlah kesimpulan sederhana dari
perumpamaan-perumpamaan yang sudah dibahas di atas itu.
Dengan adanya kajian ini, hendaknya kita sering-sering
mengontrol dan mengintrospeksi diri ini dalam perjalanan di kehidupan ini.
(Untuk lebih melengkapi kajian ini, baca pula: MENYEMBELIH JIWA KEBINATANGAN)
(Untuk lebih melengkapi kajian ini, baca pula: MENYEMBELIH JIWA KEBINATANGAN)
*******
Jangan hanya baca aja ...ayoo ...kita koment beri dukungan dan penghargaan bagi blogger atas dedikasih demi dakwah....
ReplyDelete