Ketika ku jejakkan kakiku pertama kali di atas bebatuan gunung yang menjulang tinggi, teringatlah aku akan ayat Alloh ini...
“Dan ketika Kami (Alloh) mengambil janji dari kamu dan Kami angkat gunung Thur di atasmu: ‘Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan dan ingatlah apa yang ada di dalamnya. Semoga kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqoroh: 63).
Kala ku semakin mendekatinya, dadaku berdebar, jantungku berguncang, kalbuku ngeri dan cemas. Dia seakan hendak menerkam diriku. Batu-batunya yang besar seolah hendak menghujaniku.
Kisah Nabi Luth dan kaumnya bagai hadir kembali di depan mataku, sebagaimana yang telah Alloh firmankan...
“Dan Kami (Alloh) turunkan kepada mereka hujan batu, maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang berdosa itu.” (QS. Al-A’rof: 84).
Ah, padahal gunung itu sangat ramah dan lembut. Udaranya yang sejuk, senantiasa membelai mesra. Airnya yang segar, senantiasa memancar dan mengalir dari celah-celah bebatuannya. Pepohonannya yang hijau, menyejukkan pandangan mata yang lepas. Keindahan alam sekitarnya, membuat pikiran melayang ringan penuh kedamaian.
Kembali aku teringat ayat Alloh ini...
“...Dan Kami (Alloh) wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: ‘Pukullah batu itu dengan tongkatmu!’ Maka memancarlah dari batu itu dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap kelompok mengetahui tempat minumnya masing-masing. dan Kami naungkan awan di atas mereka...” (QS. Al-A’rof: 160).
Sungguh...! Ciptaan Alloh yang satu ini lain dari yang lain. Tak habis pikir aku merenunginya. Tegak dan kokohnya gunung menjulang, rendahnya tanah pesawahan, mengingatkan aku selalu akan kebesaran-Nya.
Semakin ku tatap ciptaan-Nya itu, kian jauh ku tenggelam ke alam renungan yang luas, bahwa di balik semua itu ada makna dan hikmah yang menjadi petunjuk bagi manusia agar merasa kecil dan rendah di hadapan-Nya.
Dengarlah pernyataan-Nya ini...
“Siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam? Dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celah bumi? Dan yang menjadikan gunung-gunung untuk mengokohkan bumi? Dan yang menjadikan suatu pemisah antara dua laut? Adakah tuhan yang lain di samping Alloh...?” (QS. An-Naml: 61).
Hanya Alloh-lah Yang Maha Besar. Tiada tuhan selain Dia, Yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa...
“Dan Dia memancangkan gunung-gunung di bumi agar bumi tidak goncang bersama kamu. Dan Dia menciptakan sungai-sungai dan jalan-jalan agar kamu mendapat petunjuk (di bumi).” (QS. An-Nahl: 15).
Bila malam telah sampai di awal kegelapannya, terdengarlah suara azan berkumandang di sekitarnya. Berpadulah kebesaran Alloh di sana dengan penuh kesyahduan, diiringi zikir binatang-binatang malam yang riuh-rendah bersama nyala lampu-lampu yang menerangi.
Dan saat fajar mulai tiba menyibakan tiari malam yang kelam, sang surya terbit bersinar seakan dari dekapannya.
Gunung itu nampak tampan dan gagah berselimutkan tahta putih dan hijau. Tetumbuhan meliuk melambai menari-nari dibelai angin berhembus dalam kelembutannya yang dingin. Embun-embun berkilauan bak intan permata, menghias indah pada dedaunan. Seiring kesyahduan simponi alam di pagi hari, kicau burung bersahutan di pucuk pohon sana, melagukan senandung tasbih kepada Sang maha Pencipta. Gemercik suara air yang bening, duhai menambah sedapnya suasana yang cerah...
Tak terasa... Jiwaku mulai jatuh cinta pada gunung yang menjulang dan suasana di sekitarnya yang sejuk dan ramah. Para penduduk penghuninya, penuh kesahajaan dan kesederhanaan, membuat aku berat berpisah dari mereka.
Ingin rasanya ku tinggal lama bersama mereka di kaki gunung yang damai dan alami itu, jauh dari hiruk-pikuk, kebisingan dan debu-debu kotor perkotaan.
“...Dan Dia (Alloh) menjadikan bagi kamu tempat-tempat tinggal di gunung-gunung...” (QS. An-Nahl: 81).
Di saat matahari mulai riang bersinar di ufuk timur sana, ku langkahkan kaki meninggalkan gunung yang telah akrab dan ku cinta. Terasa sungguh berat...
Bila ku menoleh ke belakang, seakan dia mengejarku, melambai-lambai pepohonannya bak tangan yang menggapai.
“Kamu lihat gunung-gunung itu, kamu mengira dia tetap diam di tempatnya, padahal dia berjalan seperti jalannya awan. Itulah ciptaan Alloh yang membuat segala sesuatu dengan kokoh...” (QS. An-Naml: 88).
Kian jauh ku meninggalkannya, masih nampak seolah dia mengejarku dengan langkah yang makin melambat.
Mengembang air mataku. Berbisik batinku...
Wahai gunung yang hijau merimbun, yang merupakan tanda-tanda kekuasaan Alloh, yang telah banyak memberikan butir hikmah bagi jiwaku...
Kau terukir dalam ruang dadaku. Airmu yang bening dan segar, udaramu yang sejuk dan lembut, sentuhannya akan selalu teringat pada tubuhku. Kau tak kan terlupakan dalam kenanganku.
Wahai gunung yang berbatu kokoh...
Ingin ku jabat tanganmu. Ingin ku tabur sejuta puji buatmu. Ingin ku bersandar padamu.
Namun, kau adalah benda mati, yang hanya diam membisu, yang tak bisa berbuat apa-apa. Hanya kepada Alloh-lah segala pujiku tertumpah, bersandar pada-Nya dan memohon pertolongan dari-Nya.
Wahai gunung yang menjulang tinggi...
Engkau dipancangkan oleh Alloh adalah sebagai peringatan bagi manusia yang kekuatan tubuhnya tak sekeras batu-batumu, bahwa mereka tak layak berlaku tinggi hati dan keras kepala!
“Janganlah kamu (manusia) berjalan di muka bumi ini dengan sombong. Karena sesungguhnya kamu sedikitpun tidak dapat menembus bumi dan sampai setinggi gunung.” (QS. Al-Isro: 37).
Selamat tinggal...
Selamat berpisah...
Duhai Alloh, Maha Suci Engkau dan Maha Besar. Izinkan aku menjumpainya kembali di saat yang lain...
( Kenangan, Wanayasa – Purwakarta, Mei 1987 )
*********
No comments:
Post a Comment