“Assalamu ‘alaikum... Pa kbr, Ibnu...?” sapa seseorang tak dikenal di WA.
“Alhamdulillah, baik. Siapa nih?” tanya Ibnu setelah melihat info profil dari nomer tak dikenal itu, yang tak ada foto atau gambar identitas lainnya.
“Kerja d mn nih?” tanya seseorang itu lagi.
“Nih nomernya yg tampil, namanya ga ada,” gerutu Ibnu.
“Eh, jawab dulu!” balas seseorang itu dengan menggunakan icon telunjuk yang mengarah ke atas.
“Loh, kok malah sewot sih...?” jawab Ibnu heran. “Sy ga kenal situ...”
“Nanti jg kenal kok...” balas seseorang itu.
“Ah, cuma nyebutin nama aja mempersulit-diri amat sih...?”
“Emng sendirinya ga pernah mempersulit org lain?”
“Nah, jadi kesinggung ya?”
“Ternyata g sadar jg...”
“Loh, kok jd berdebat...”
Merasa kesulitan untuk mendapatkan nama seseorang itu, Ibnu lalu mengalihkan pembicaraan...
“Kayaknya org Bandung nih...” jebak Ibnu.
“Siapa yg org Bndg? Bukan dr Bndg kok...” sangkal seseorang itu.
“Bhs nya sunda...”
“Maaf, g bs bhs sunda. Aq penggemar kamu loch. Msh sendirikah kamu atau...?”
“Penggemar apa tuh? Sy bukan apa-apa kok.”
“Eh, masa hrs d ksh tau...?”
Sepertinya seseorang itu sewot lagi. Ibnu kurang tertarik, dia penggemar atau bukan. Ibnu kembali mengusik soal nama...
“Lupa nama ya...?” tulis Ibnu.
“Malu,” balasnya.
“Itu sih terlalu...”
“Malu itu kn sebagian dr iman.”
“Malu berbuat salah, itu baru sbgian dr iman. Tp klo cuma nyebutin nama aja malu, itu sih sm aja lupa...”
“G lupa donk...”
“Sebutin dong...”
Ibnu masih kesulitan mengorek nama seseorang itu. Di feeling-nya ada tiga bayangan orang yang menjadi sasarannya. Tapi, menurut perkiraannya yang kuat, seseorang yang hadir di WA-nya saat ini ialah orang yang pernah bertemu dua malam yang lalu itu, dan pertemuan itu sangat singkat. Ibnu berkeyakinan, pasti seseorang itu tahu nomer WA-nya dari adik-adiknya. Ibnu kembali coba melakukan jebakan...
“Eh, gaun kamu mlm itu bagus bngt. Motiv warnanya pas dengan kulit kamu...” tulis Ibnu.
“Mlm yg mana gt? Aq ga pernah kluar mlm kok. Ngasal aza...”
“Kan kamu sempt bilang pamit.”
“Pamit kmana? Ach ngaco aza...!”
“Yah, sm nama sendiri aja lupa, gmn dgn pertemuan mlm itu ya...”
“Gmn sich...? G ngerti...!”
Ibnu jadi ragu, jangan-jangan memang bukan seseorang ini yang dilihatnya dua malam yang lalu itu. Ia coba alihkan lagi pembicaraan...
“Ok lah. Kamu tadi tanya saya ‘sendirikah’, emangnya kamu sendiri jg skrg?” tanya Ibnu, maksudnya ialah jomblo.
“Maaf, klo udh g konsen mah. Aq... zzzzzz...”
Eith... Ibnu jadi penasaran. Ia tidak mau seseorang itu segera menyudahi chat-nya. Buru-buru ia menahannya...
“Eh, tuh kirim sticker tukang bakso, mo ngasih bakso ke sy ya?” canda Ibnu.
“Bkn gitu. Situ yg traktir aq...” balasnya.
“Emng mau?”
“Mau lah...”
“Kn blom kenalan...”
“Ok... Aq sudahi sembunyi identitasnya ya, spy g penasaran trus...”
Seseorang itu lalu mengisi profil WA-nya dengan sebuah foto dirinya. Blaaar...
Seorang perempuan. Sudah tentu Ibnu mengenalnya. Anti namanya. Adik kelas sewaktu di SMA dulu. Masih selalu cantik dia, bisik hati Ibnu.
“Tuh kan... emng nya kamu kan di mlm Senen itu?” tanya Ibnu sesuai dengan feeling-nya.
“Msh kenal gitu?” balas Anti balik tanya.
“Ya masih lah...”
“Ga terasa ya, udh 10 thn lbh kita baru ktmu lg mlm itu...”
“Iya... tp kamu selalu cantik...”
“Ich, ngrayu nih...”
“Sesuai kenyataan kok.”
“Bisa aja ah...”
Ibnu merasakan seperti ada sesuatu yang tumbuh dalam hatinya. Begitu pun Anti, ia seakan berada di antara bunga-bunga yang bermekaran.
“Eh, gmn kuliah kamu?” tanya Ibnu basa-basi.
“Udh beres,” balas Anti.
“Lanjut S-2, atw kerja?”
“Kerja aja lah, udh males belajar. Dan kamu?”
“Pengangguran. Paling kerjaan cuma nulis-nulis...”
“Nulis-nulis apa tuh?”
“Cerita, puisi dan yg lainnya...”
“Bisa, gitu?”
“Ya bisa lah. Nih contohnya...”
Ibnu lalu mengirimkan sebuah gambar yang berisi untaian puisi yang telah disimpannya dalam blogspot-nya...
MIMPI TERINDAH
Banyak bunga
berhampiran dalam mimpiku
taklah mungkin kumiliki semuanya
karena hati ini hanyalah satu
Memilikimu apa adanya
adalah mimpi terindah
selama hidupku...
“Wow! Puitis nian...” komen Anti.
“Baru tau ya?” balas Ibnu.
“Tau ah! Cuma puisi doang?”
“Ada jg cerita. Sprti cerpen, gitu. Nih salah satunya... Bidadari Dari Khayangan.”
“Wah, udh jd pendongeng ya?”
“Klo lg ada ide. Brgkali aja ada yg suka...”
Ibnu kemudian memberikan username dari blogspot-nya. Anti sepertinya langsung berselancar ke sana...
“Oke!” serunya.
“Jangan lupa, kasih komen ya...” pinta Ibnu.
Anti tak lagi sempat menjawabnya. Dia penasaran, seperti apa Bidadari Dari Khayangan itu...
***
Di malam bulan purnama...
Dari tadi sore bulan sudah muncul di langit timur. Tampilannya penuh, memancarkan cahaya kuning keemasan. Nampak begitu mulus dan indah. Kebetulan malam itu langit sangat cerah, tak ada gumpalan awan yang berarak, sehingga memandang sang purnama benar-benar terpesona, menyentuh rasa dan membangkitkan kenangan.
Sampai saat ini, Anti dan Ibnu belum saling bertemu wajah. Mereka masih terhubung hanya via WhatsApp. Dan, pembicaraan mereka berdua sudah menyentuh-nyentuh soal rasa dan cinta...
“Lg ngapa’in nih...?” Ibnu memulai chat-nya.
“Nonton tivi aja,” balas Anti tak lama kemudian.
“Ga ada yg jemput nih?”
“Siapa, heh? Mau ngapain?”
“Ya pacar kamu gitu, ngajak jln2 kalee...”
“Ga ada tuh...”
“Jomblo, emng ya?”
“Siapa?”
“Ya kamu lah...”
“Ngapain tanya2 itu?”
“Kali aja msh ada peluang, geto...”
“Peluang apa?”
“Ndktin kamu...”
“Yee ketauan nih... Dirimu belom laku ya...?”
“Siapa bilang?”
“Ya diri kamu sendiri buktinya lg cari peluang!”
“Itu sih bukan belom laku, tp bingung milih-milihnya, soalnya bnyk bngt yg antri. Hehe...”
“Pret ah! Alesan...”
“Suer...”
“Antri mo minggat, ya?”
Sedikitnya Ibnu sudah mendapat celah untuk menggelitik perasaan Anti. Bulan purnama yang makin terang sinarnya, membuat Ibnu jadi punya ide untuk mengarahkan pembicaraan...
“Lihat tuh, di luaran bulan lg tersenyum di langit sana...” pancing Ibnu.
“Udah dr tadi, weee...!” ledek Anti dengan sticker menjulurkan lidah.
“O gituuu...”
“Telaaat...!”
Ibnu kemudian mengirimkan gambar yang bertuliskan untaian puisi yang juga sudah tersimpan di blogspot-nya itu...
JUMPA DI BULAN
Bulan tersenyum sempurna menembus kelambu malam di langit kelam...
Saat kau memandangnya seiring pujian pada Sang Penciptanya
Sadarkah kau...
Bahwa aku juga tengah mengagumi sang dewi malam itu
dari sisi lain bumi ini
Malam itu...
Meski tak ada kata-kata
dan lambaian jemari
namun getar di hati
seakan menyatu dalam alunan rasa yang sama:
dalam gemuruh rindu nan membara...
“Ga seru...!” reaksi Anti.
“Mksd nya?” tanya Ibnu.
“Cuma liatin bulan doank, mn ketemuannya? Ngahayal!”
“Oo... Jd pengen ketemuan di bumi nih?”
“Siapa yg bilang? Ga tuh!”
“Jangan bo’ong...!”
Sesaat chat mereka berdua vacum. Tapi tampilan WhatsApp di layar hape mereka online. Mungkin mereka masing-masing sedang menenangkan perasaan atau mengatur nafas...
“Gmn...?” usik Ibnu memulai lagi chat-nya.
“Ga tau ah! Ngantuk...”
“Ok, silahkan klo emng mo tidur...”
Tak ada lagi jawaban dari Anti. Hanya chek list biru yang terlihat oleh Ibnu, pertanda kiriman pesannya sudah dilihat dan dibaca oleh Anti.
***
Malam esoknya bulan masih nampak bulat penuh, meskipun sinarnya sudah mulai kemerahan. Ibnu berharap, Anti masih memandanginya...
“Masih jumpa di bulan nih...?” goda Ibnu memulai chat-nya.
“Ngahayal lg...” balas Anti seakan cuek.
“Siapa bilang?”
“Makin parah!”
“Apanya?”
“Khayalan kau!”
“Coba kamu lihat keluar...”
“Emng kamu tau aq ada di dlm rmh?”
“Tau dong...”
“Sok tau! Udh gila kau!”
“Sy skrg lg beridiri di halaman rmh mu, malah kau bilang gila...”
Reflek Anti memburu pintu. Setelah pintu terbuka, ia mematung sesaat. Seperti tak percaya dengan realita yang ada di depan matanya...
“Kau...?” ucap Anti terbata. Tiba-tiba sikapnya terasa kaku.
“Masih dianggap khayalan?” sindir Ibnu sambil senyum tipis di bawah keremangan sinar bulan.
“Gmn ceritanya kamu ada di sini?”
“Ceritanya nanti aja, panjang...”
“Dari mana tau alamatku?”
“Ya tanya-tanya lah sama saudara kamu.”
“Songong ah...”
“Masa sih?”
“Gak ngasih tau dulu!”
“Kan, supaya surprise...”
“Ya udah, masuk yuk...”
“Gak usah deh, di luar aja, sambil liatin bulan...”
“Lebih tertarik sama bulan ya?”
Deppp! Pertanyaan sindiran Anti itu membuat hati Ibnu gelagapan. Berarti, Anti cemburu sama sang bulan itu. Buru-buru ia memberi penjelasan pada Anti...
“Mmm... Maksud saya, biar dia di langit sana jadi saksi pertemuan kita ini. Dan, saya ke sini mau menemui kamu kok...” ujar Ibnu meyakinkan.
“Ya udah...” jawab Anti akhirnya setuju duduk-duduk di luar.
“Ya udah lagi sih...” protes Ibnu.
“Habis bilang apa dong?”
“Ya jangan kek, gitu.”
“Itu sama aja ngusir.”
“Ya gak apa.”
Anti jadi heran. Kok Ibnu seperti ingin diusir...?
“Bener?” tanya Anti.
“Silahkan!” sahut Ibnu serius.
“Sungguh?”
“Usir aja nyamuk-nyamuk yang menggigit kamu itu...”
“Ih, kamuuu...!”
Selanjutnya...
Jemari Anti sedikit bergetar saat menerima uluran tangan Ibnu yang menggenggam dua tangkai mawar merah dan putih, yang menggambarkan cinta dan keikhlasan. Mereka saling berbalas senyum. Lalu, pandangan mereka beralih pada bulan yang seakan ikut tersenyum menyaksikan mereka berdua...
Sejak malam itu... bulan tak lagi sendirian saat kemunculannya di malam-malam purnama. Ibnu dan Anti selalu setia memandanginya, meskipun mereka berdua masih berjarak antara dua kota yang berbeda, hingga Tuhan mengizinkan mereka bersatu dalam bahtera kehidupan ini...
Kenangan indah antara
Paris Van Java dan Kota Perjuangan,
Awal April 2019
*****
No comments:
Post a Comment