Kata dunia
memiliki beberapa rumpun kata yang mengandung kesamaan-arti di dalamnya,
di antaranya:
·
Danaa (dal, nun, alif), artinya: dekat,
mendekat.
“Kemudian dia mendekat
(danaa), lalu dia turun (lebih mendekat).” (QS. An-Najm: 8).
·
Adnaa (alif, dal, nun, ya),
artinya: lebih dekat.
“Maka jadilah dia
(Jibril) dekat (dengan Muhammad) bagai dua ujung busur panah, atau lebih
dekat (adnaa).” (QS. An-Najm: 9).
·
Daan (dal, alif, nun), artinya: yang
dekat.
“Mereka (bidadari-bidadari) bertelekan
di atas permadani yang bagian dalamnya dari sutera. Dan memetik buah-buahan dua
surga itu dari dekat (daan).” (QS. Ar-Rohman: 54).
·
Daaniyah (dal, alif, nun, ya, ta marbuthoh),
artinya: yang dekat.
“... Dan dari pohon kurma
dari ruas-ruasnya (keluar) tangkai-tangkai yang dekat (daaniyah)...”
(QS. Al-An’am: 99).
·
Dunyaa (dal, nun, ya, alif), artinya: yang dekat, yang
hina, yang rendah.
“Sesungguhnya Kami telah memperindah
langit yang dekat (dunyaa) dengan keindahan, yaitu bintang-bintang.” (QS.
Ash-Shoffat: 6).
“Sesungguhnya Kami
telah memperindah langit yang dekat (dunyaa) dengan bintang-bintang
(yang berekor, komet), dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar
syetan, dan Kami sediakan bagi mereka azab neraka yang menyala-nyala.” (QS.
Al-Mulk: 5).
Adapun dalam pemahaman
sehari-hari, dunia itu menunjukkan kepada bentuk sebuah alam
kehidupan, yakni alam kehidupan yang pertama yang kita berada di
dalamnya higga hari ini.
Dan, keberadaan alam
kehidupan dunia ini adalah sementara (tidak abadi), yang akan berakhir pada
hari kiamat nanti.
2. Sebutan Dunia
Ada beberapa nama lain
dalam Al-Quran dan Al-Hadits tentang penyebutan dunia, di antaranya ialah:
·
Al-‘Ajala, artinya: segera, cepat, dekat, instant.
Maksudnya ialah: segala
perbuatan, keinginan, cita-cita, harapan dan usaha dibalas/dibayar secara tunai
sekarang (saat ini juga, tanpa perlu menunggu waktu lain).
o “Barangsiapa
menghendaki kehidupan sekarang (al-‘aajilah), maka Kami segerakan bagi
di dalamnya itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki, dan
Kami tentukan baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaan
terhina dan terusir.” (QS. 18).
o “Sekali-kali
jangan. Sebenarnya kamu mencintai kehidupan yang segera (al-‘aajilah).”
(QS. Al-Qiyamah: 20).
o “Sesungguhnya
mereka mencintai kehidupan yang segera (al-‘aajilah) dan mereka
meninggalkan di belakang mereka hari yang berat (hari kiamat).” (QS. Al-Insan:
27).
·
Al-Uulaa, artinya: pertama, ke satu, awal.
Maksudnya ialah:
menunjukkan bahwa ada alam kehidupan yang ke dua setelah alam
dunia ini. Makanya ia (dunia) disebut sebagai yang pertama.
“Dan sungguhnya alam
akhirat itu lebih baik dari pada alam yang pertama (uulaa).” (QS. Adh-Dhuha:
4).
·
Al-Mazro’ah, artinya: ladang, perkebunan,
pesawahan, tempat bercocok-tanam.
Maksudnya ialah: dunia
ini adalah laksana sebuah tempat untuk menanam pohon sebanyak-banyaknya, dan
panennya ialah di alam kehidupan yang ke dua nanti (akhirat).
Sabda Rosululloh: “Ad-dunyaa
mazro’atul-akhiroh. Dunia adalah ladangnya akhirat.” (Al-Hadits).
·
Al-Mata’, artinya: perhiasan, permata.
Maksudnya ialah: dunia
ini penuh dengan keindahan dan kesenangan. Rosululloh kemudian menyebutkan
tentang permata yang tertinggi nilainya, ialah:
o “Ad-dunyaa mata’un
wa khoiru mata’ihal-mar-atush-sholihah. Dunia adalah permata, dan
sebaik-baiknya permata dunia ialah perempuan yang sholihah.” (Al-hadits).
o “Hai kaumku,
sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah perhiasan, dan sesungguhnya akhirat
ialah negeri yang kekal.” (QS. Al-Mukmin: 41).
3. Perumpamaan
Dunia
Kita sekarang ini sedang
berada dan merasakan nafas kehidupan di alam dunia. Bisa kita saksikan sendiri
apa saja yang sedang terjadi di depan mata. Seperti saat inilah dunia...
Kita melihat apa yang
sedang terjadi: ada yang datang, ada yang pergi; ada yang hidup, ada yang mati;
ada yang tumbuh, ada yang layu; ada gelap, ada terang; ada tawa, ada tangis;
ada susah, ada mudah; ada sedih, ada senang; sukses, bangkrut; gagal, berhasil;
maju, mundur; dan yang lain-lainnya...
Semua itu terjadi silih
berganti. Artinya, tidak tetap di satu posisi, alias: tidak abadi.
Belajar dari semua itu, Sang Pencipta
dunia ini memberikan perumpamaan sebagai berikut:
“Dan berilah
perumpamaan kepada mereka, bahwa kehidupan dunia adalah laksana air hujan yang
Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka
bumi, lalu tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan
adalah Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Kahfi: 45).
Dan di ayat lain, Alloh
menjelaskan lebih rinci lagi:
“Sesungguhnya
perumpamaan kehidupan dunia itu adalah laksana air (hujan) yang Kami turunkan
dari langit. Lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi,
di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi
itu telah sempurna keindahannya, dan memakai perhiasannya, dan
pemilik-pemiliknya mengira bahwa pasti mereka menguasainya, tiba-tiba datanglah
kepadanya siksa Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan laksana
tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin.
Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan kepada orang-orang yang
berpikir.” (QS. Yunus: 24).
Dalam dua ayat di atas,
Alloh menjadikan air sebagai sentralnya perumpamaan.
Beberapa karakter air
yang umum terlihat ialah:
·
Cair, tidak lengket.
·
Menumbuhkan biji-bijian.
·
Sebagai pembersih atau pencuci kotoran.
·
Sebagai sumber tenaga.
·
Bisa membeku.
·
Selalu mencari tempat yang rendah.
·
Selalu rata permukaannya meskipun tempatnya miring
atau berbatu.
Dan, dalam dua ayat
tersebut, Alloh menerangkan tentang air hujan yang turun dari langit, lalu
bersentuhan dengan unsur-unsur tanaman yang ada di bumi. Setelah itu, tumbuhlah
tanam-tanaman dengan subur hingga bisa dipanen. Tapi tiba-tiba, datanglah musibah
yang merusakkan tanam-tanam itu seketika, bahkan tak ada yang tersisa sama
sekali, seakan-akan tidak pernah ada sebelumnya.
Seperti itulah keberadaan
dunia: ...
Maksud dari perumpamaan
tersebut ialah, bahwa bila manusia berharap, bergantung atau menyandarkan diri
pada kehidupan dunia, maka tidaklah dia akan mendapatkan apa-apa , karena semua
itu akan berakhir pada kehancuran.
Intinya ialah, bahwa
janganlah menjadikan kehidupan dunia ini sebagai tujuan untuk meraih segala
kesenangan dan kepuasan diri, karena kehidupan yang sebenarnya (hakiki) ialah
ada setelah dunia ini ini berakhir.
4. Perjalanan
Waktu Di Dunia
Dalam kisah Ashabul
Kahfi (Penghuni Goa), Alloh telah menidurkan beberapa orang pemuda di
dalam goa selama 309 tahun. Dan setelah mereka terbangun, mereka mengira
telah tertidur hanya satu hari atau setengah hari saja. (Baca selengkapnya
di surat Al-Kahfi: 9-26).
Dan dalam beberapa ayat
lainnya, Alloh memberikan perbandingan lebih jelas lagi:
·
“Mereka (orang-orang yang berdosa) berbisik-bisik di
antara mereka: ‘Kamu tidak berdiam (di dunia) kecuali hanyalah sepuluh hari’.”
“Kami lebih mengetahui
apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalan-hidupnya
di antara mereka: ‘Kamu tidak berdiam di dunia, melainkan hanyalah satu hari
saja’.” (QS. Thoha: 103-104).
·
“... Dan sesungguhnya satu hari di sisi Tuhan-Mu
adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung.” (QS. Al-Hajj:
48).
·
“Alloh bertanya (kepada manusia): ‘Berapa tahunkah
lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab: ‘Kami tinggal di bumi (dunia)
hanyalah satu hari atau setengah hari saja, maka tanyalah orang-orang yang
menghitung’.” (QS. Al-Mukminun: 112-113).
·
“Alloh mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian
urusan itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang ukurannya adalah seribu tahun
menurut perhitungan mu (manusia).” (QS. As-Sajdah: 5).
·
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik menuju Tuhan dalam
satu hari yang ukurannya lima-puluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’arij: 4)
Betapa singkatnya
perjalanan waktu di dunia ini. Hal ini mengisyaratkan, bahwa dunia bukanlah
tempat tinggal terbaik selama hidup ini yang seolah-olah tidak ada lagi
kehidupan setelahnya.
Dan juga, hal itu harus
menjadi suatu pemikiran, bahwa hendaklah memanfaat kehidupan dunia ini
sebaik-baiknya sebelum meninggalkannya.
5. Karakter
Dunia
Karakter atau jiwanya dunia ialah
sebagaimana terungkap dalam ayat di bawah ini:
“Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, sesuatu yang melalaikan,
perhiasan, berbangga-bangga di antara kamu, dan berbanyak-banyak dalam harta
dan anak. (Semua itu) seperti hujan yang membuat tanam-tanamannya mengagumkan
para petani, (tapi) kemudian tanaman itu menjdi kering, dan kamu lihat warnanya
kuning lalu menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras, ada ampunan
dari Alloh dan ada keridhoan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20).
Sedikitnya saya akan
menguraikan beberapa karakter dari kehidupan dunia ini...
·
Permainan (la’ibun)
Sebuah permainan selalu
menggoda dan menyenangkan. Namun seasyik dan seseru apapun sebuah permainan,
pada akhirnya akan menimbulkan rasa bosan dan cape, yang kemudian
ditinggalkannya.
Permainan ialah sebuah
aktifitas yang dilakukan dalam batas waktu tertentu, yang di dalamnya ada tawa,
canda, ceria, ramai, semangat dan perasaan-persaan senang lainnya.
Umumnya suatu permainan
itu bisa membuat siapapun terbuai, terlena dan lupa diri, sehingga menjadi lalai
terhadap pekerjaan lainnya, lengah terhadap keadaan sekitar, lupa
dengan program-program ke depan, dan lumpuh semangat mengejar cita-cita
yang terbaik.
Adapun muatan-muatan
permainan kehidupan dunia ialah seperti: poya-poya (shopping, makan, minum),
hura-hura (jalan-jalan, piknik), pesta-pora (dansa, narkoba), dan
kesenangan-kesenangan menuruti maunya hawa-nafsu lainnya demi kepuasan-diri
semata.
“Dan tidak lain
kehidupan dunia ini kecuali hanyalah bercanda-canda dan bermain-main. Dan
sesungguhnya negeri akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka
tahu.” (QS. Al-‘Ankabut: 64).
·
Percandaan (lahwun)
Percandaan ialah
senda-gurau, lawakan, ledekan, sindiran dan hal-hal lainnya yang memancing
tawa-ria.
Umumnya bercanda-canda
itu dilakukan dengan ungkapan-ungkapan yang penuh banyolan, guyonan dan
omong-kosong lainnya. Kadang-kadang menimbulkan salah-paham, pertentangan,
keriubutan dan pertumpahan-darah.
Seperti itulah kehidupan
dunia. Yang artinya, bahwa semua itu tidak banyak guna dan manfaatnya. Ya,
sebaiknya berhati-hatilah, karena semua itu hanyalah senda-gurau belaka...
“Dan apabila mereka
melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya, dan
mereka tinggalkan kamu yang sedang bediri (khutbah). Katakanlah: ‘Apa yang ada
di sisi Alloh adalah lebih baik dari permainan dan perniagaan. Dan Alloh
sebaik-baik Pemberi rezeki’.” (QS. Al-Jumu’ah: 11).
·
Perhiasan (ziinatun)
Perhiasan, secara umum,
ialah barang-barang yang dipakai untuk mempercantik atau memperindah-diri dalam
penampilan. Bahkan tidak jarang, perhiasan dijadikan alat-pamer yang didukung
oleh rasa sombong dan bangga-diri terhadap apa yang dimiliki.
Dari hal-hal seperti itu,
keberadaan perhiasan bisa menyebabkan adanya jurang pemisah antara orang-orang
yang kaya dengan orang-orang miskin, sehingga melahirkan kecemburuan –sosial,
dan hubungan mereka berjalan dalam kondisi yang panas, bagai api dalam sekam
yang sewaktu-waktu bisa meledak menjadi peperangan.
Begitu pula ketika
manusia sudah menjadikan dunia ini sebagai perhiasan, maka alam
kehidupan ini akan menjadi ajang perlombaan dalam meraih kesenangan dan
kepuasan sebanyak-banyaknya. Tak bisa dihindari lagi, akan terjadi persaingan
yang keras, yang tidak lepas dari aksi sikut kiri dan kanan, sepak depan dan
belakang, suap atasan dan injak bawahan, dan aksi-aksi curang dan licik
lainnya. Dan semua itu akan terus berjalan hingga berhenti di lobang kubur,
alias menemui kematian.
·
Berbangga-bangga (faakhurun)
Ialah sikap
membangga-banggakan diri dengan apa yang dimiliki, seperti: harta, jabatan,
populeritas dan fasilitas-fasilitas duniawi lainnya.
Prilaku seperti itu
adalah merupakan kesombongan di hadapan orang-orang yang lebih rendah
status-sosialnya, sedangkan di hadapan orang-orang yang lebih tinggi
kedudukannya, dia merasa hina dan rendah-diri.
Maka orang-orang yang
seperti itu, mereka berada di dua sisi yang merugikan: celaka (akibat
kesombongannya) dan terpuruk (akibat rendah-dirinya).
“Dan janganlah kamu
memalingkan wajahmu dari manusia, dan janganlah kamu berjalan di muka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Alloh tidak mencintai orang-orang yang sombong dan bangga-diri.”
(QS. Luqman: 18).
·
Berbanyak-banyak (katsurun)
Ialah berbanyak-banyak
dalam hal harta dan materi lainnya, seperti: uang, rumah, kendaraan, perhiasan,
perusahaan, tanah, pengikut dan yang lainnya.
Orang yang berprilaku
seperti itu ialah orang yang serakah, tamak, loba, rakus dan egois. Dia hanya
mementingkan dirinya sendiri dan orang-orang yang berada dalam
lingkaran-kepentingannya saja. Di luar semua itu, tak ada yang patut
dipedulikannya, karena belum tentu memberikan nilai-balik berupa keuntungan
bagi dirinya.
o “Telah
melalaikan kamu berbanyak-banyak (materi duniawi). Hingga kamu mendatangi
kuburan.” (QS. At-Takatsur: 1-2).
o “Dan
mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya.” (QS. Al-Ma’arij: 18).
o “Dan
sesungguhnya dia sangat kikir saking cintanya pada harta.” (QS. Al-‘Adiyat: 8).
·
Menipu (ghoruur)
Bahwa akhirnya, segala
apa yang nampak dalam kehidupan dunia ini, ialah penuh dengan tipuan. Artinya,
dunia ini bukan untuk dimiliki sepenuhnya dan selama-lamanya.
Oleh karena itu,
orang-orang yang menjadikan kehidupan dunia ini sebagai tempat untuk
bersenang-senang dan memuaskan diri sejadi-jadinya, mereka adalah orang-orang
yang rugi. Sebab, tempat kesenangan dan kepuasan yang maksimal dan hakiki
adanya ialah di akhirat nanti, yaitu di dalam surga.
Inilah gambarannya dari
orang-orang yang tertipu oleh pesona kemewahan dunia itu...
“Yaitu orang-orang
yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehdiupan dunia ini, dan mereka menyangka
bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 104).
6. Memilih Dunia
Karena kemewahan,
keindahan, kesenangan, kebahagiaan dan segala fasilitas dunia itu lebih dekat,
cepat dan mudah untuk didapatkan dan dinikmati (tanpa harus menunggu sampai
mati), maka banyaklah manusia-manusia yang tergoda, terbuai dan cinta-berat
pada dunia itu.
·
“Ialah orang-orang yang lebih mencintai kehidupan
dunia di atas akhirat, dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan
Alloh, dan menginginkan agar jalan Alloh itu bengkok. Mereka itulah berada
dalam kesesatan yang jauh.” (QS. Ibrohim: 3).
·
“Yang demikian itu tersebab sesungguhnya mereka
mencintai kehidupan dunia di atas akhirat, dan sesungguhnya Alloh tidak memberi
petunjuk kepada kaum yang kafir.” (QS. An-Nahl: 107).
Alloh Sang Pencipta alam
kehidupan dunia menjelaskan tentang resikonya bagi orang-orang yang memilih
kehidupan dunia ini di atas segalanya, di antaranya mereka akan mengalami nasib
seperti ini:
·
Rugi
Orang-orang yang memilih
dunia, berarti mereka sudah mendapatkan segala apa yang mereka inginkan di
dunia ini. Dan di akhirat nanti, mereka tidak mendapatkan apa-apa berupa segala
kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan di surga. Firman Alloh menjelaskan dengan
tegas:
“Orang yang
menginginkan tanaman (keuntungan) akhirat akan Kami tambah baginya dalam hal
tanamannya itu; dan orang yang menginginkan tanaman dunia akan Kami berikan dia
dari (sebagian) tanaman itu, dan tidaklah baginya di akhirat ada bagiannya.”
(QS. Asy-Syuro: 20).
Perhatikan perbedaan doa
dari orang yang menginginkan akhirat dan orang yang menginginkan dunia itu.
Inilah doa orang yang
menginginkan kesenangan dan kemewahan dalam kehidupan dunia:
“Robbanaa aatinaa
fid-dunyaa... Wahai Tuhan kami, berilah kami apa-apa di dunia ini...” (QS.
Al-Baqoroh:)
Dan inilah doa orang yang
menginginkan kesenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan akhirat:
“Robbanaa
aatinaafid-dunyaa hasanatan wa fil-aakhiroti hasanatan wa qinaa ‘adzaaban-naar.
Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan
hindarilah kami dari siksa neraka.” (QS. Al-Baqoroh: 200-201).
Orang yang menginginkan
akhirat memohon kepada Alloh “kebaikan di dunia dan di akhirat”, maka
dia akan mendapatkan kedua-duanya.
Sedangkan orang yang
menginginkan dunia memohon kepada Alloh “kebaikan di dunia” saja, maka
Alloh tidak akan memberikan apa-apa di akhirat nanti, sebagaimana firman-Nya
ini:
“...
dan tiadalah baginya di akhirat ada bagiannya.” (QS. Al-Baqoroh: 200).
·
Menyesal
Penyesalan orang-orang yang telah
memilih kehidupan dunia ialah setelah mereka meninggalkan dunia ini dan berada
di alam akhirat. Mereka akan menyesal sedalam-dalamnya, karena mereka sudah
tidak bisa lagi kembali lagi ke alam kehidupan dunia ini untuk memperbaiki diri
dengan berbuat amal-amal sholeh yang banyak.
“Sehingga ketika datang kematian
kepada seseorang dari mereka, berkatalah dia: ‘Ya Tuhanku, kembalikanlah aku
(ke dunia), agar aku berbuat amal-amal sholeh dalam hal mana aku telah
meninggalkan itu’. Tidaklah bisa sama sekali. Sesungguhnya itu hanyalah
ucapannya saja. Dan di hadapan mereka (dalam kubur) ada dinding (penghalang)
sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mukmin: 99-100).
·
Putus Asa
Karena tidak ada lagi jalan untuk
kembali lagi ke alam kehidupan dunia ini, maka orang-orang yang telah memilih
kehidupan dunia dan merasa puas di dalamnya, mereka menjadi putus-asa di dalam
kuburnya selama-lamanya sampai hari kiamat tiba.
“Seringkali menginginkan orang-orang
kafir itu (nanti di akhirat) seandainya mereka dulu (sewaktu di dunia) menjadi
orang-orang muslim.” (QS. Al-Hijr: 2).
Dan inilah peringatan bagi
orang-orang beriman yang mencintai kehidupan dunia melebihi akhirat:
“Wahai orang-orang yang beriman!
Janganlah kamu ambil penolongmu dari orang-orang yang dimurkai Alloh,
sesungguhnya mereka telah putus-asa terhadap alam akhirat sebagaimana yang
telah putus-asanya orang-orang kafir yang berada di dalam kubur.” (QS.
Al-Mumtahanah: 13).
·
Celaka
Akhirnya, orang-orang yang memilih
kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat itu, maka mereka berada dalam
kecelakaan. Inilah beberapa pernyataan Alloh tentang mereka...
o “Biarkanlah
mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh
angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibatnya).” (QS.
Al-Hijr: 3).
o “Kami biarkan
mereka bersenang-senang sebentar, lalu Kami paksa mereka ke dalam siksa yang
dahsyat.” (QS. Luqman: 24).
o “Dan pada
hari saat orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (seraya dikatakan): ‘Kamu
telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniamu dan kamu telah
bersenang-senang dengannya, maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu
telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa kebenaran, dan karena kamu telah
fasik’.” (QS. Al-Ahqof: 20).
7.
Gambaran Dunia Bagi Orang Kafir Dan
Orang Mukmin
Inilah dua gambaran kehidupan dunia
yang dijelaskan dalam sabda Rosululloh:
·
“Ad-dunyaa sijnul-mu’min wa jannatul-kaafir.
Dunia ialah (laksana) penjara (bagi) orang beriman dan surga bagi orang kafir.”
·
“Hujibatin-naaru bisy-syahawat wa hujibatil-jannatu
bil-makarih. Tertutup neraka dengan syahwat dan tertutup surga dengan
kebencian.” (HR. Bukhori - Muslim).
Mari kita dalami dua sabda Roaululloh
di atas lebih jauh lagi...
Pertama: Dunia Penjara Bagi Orang beriman
Orang-orang mukmin mempunyai
aturan-aturan dari Alloh dalam kehdiupan di dunia ini, dan mereka diberi
batasan-batasan dalam menikmati pesona dunia ini, karena kepuasan yang hakiki
adanya ialah di akhirat nanti.
Dengan adanya aturan-aturan itu,
orang-orang mukmin tidak bebas menikmati segala apa yang diinginkannya dalam
hidup ini, seolah-olah mereka hidup dalam penjara yang terbelenggu.
Kedua: Dunia Surga Bagi Orang Kafir
Orang-orang kafir tidak punya
aturan-aturan dari Alloh, sehingga mereka merasa bebas melakukan apa saja dalam
kehidupan ini. Mereka dibiarkan berpuas-puas dalam kehidupan dunia dengan
menikmati segala fasilitas yang sudah tersedia, maka seakan-akan mereka berada
dalam surga.
Ketiga: Neraka Tertutup Syahwat
Saking penuhnya oleh
kesenangan-kesenangan yang memanjakan nafsu syahwat, sehingga pemandangan ke
arah neraka tertutup oleh semua itu. Pesta-pora, poya-poya, hura-hura,
jalan-jalan, makan-makan dan kesenangan-kesenangan lainnya... adalah
pemandangan-pemandangan indah yang menghiasi di sepanjang jalan menuju neraka.
Semua rekayasa itu tidak lepas dari campur-tangan syetan yang licik, yakni agar
banyak manusia yang tergoda dan terlena sehingga masuk ke dalam neraka.
Keempat: Surga Tertutup Kebencian
Sangatlah berbeda pemandangan yang
ada di jalan menuju surga. Di sana yang terlihat ialah orang-orang mengaji,
beribadah, beramal, dan berbuat baik lainnya, yang kesemuanya itu tidak
menyenangkan bagi nafsu syahwat, sehingga syetan pun menghalangi manusia dari
jalan menuju surga itu, dan dia menebarkan kebencian di sepanjang jalan itu
agar banyak manusia yang tidak suka menuju surga itu.
Itulah gambaran tentang dunia yang
patut menjadi renungan mendalam......
Bahwa, kesenangan dunia nampak jelas terlihat oleh mata,
sebagaimana firman Alloh ini:
“Dijadikan indah bagi manusia
kecintaan syahwat (keinginan), yakni dari: wanita-wanita, anak-anak, harta yang
banyak berupa emas, perak, kuda (kendaraan) pilihan, binatang ternak, dan sawah
ladang. Itulah perhiasan kehidupan dunia, dan Alloh di sisi-Nya ada tempat
kembali yang terbaik (surga).” (QS. Ali Imron: 14).
Sedangkan segala kenikmatan di
akhirat itu tersembunyi di balik mata, sebagaimana keterangan Alloh ini:
“Maka tidaklah mengetahui seorangpun tentang
apa (macam-macam nikmat) yang tersembunyi bagi mereka, yang menyejukkan
pandangan mata sebagai balasan kepada apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.
As-Sajdah: 17).
8.
Sikap Terbaik Terhadap Dunia
Yang jelas, sikap kita terhadap dunia
harus hati-hati. Di satu sisi: kita masih membutuhkan dunia untuk fasilitas
menuju akhirat, dan di sisi lain: kita harus mewaspadai terhadap kesenangan dan
tipuannya yang sewaktu-waktu dapat menjebak dan menjerumuskan dengan cara-cara
yang halus, lembut dan indah.
Inilah beberapa sikap terbaik dalam
menghadapi kehidupan dunia berdasarkan ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits
Rosululloh:
A. Jadilah
Seperti Orang Asing Di Dunia
Sabda Rosululloh:
“Kun fid-dunyaa ka-annaka ghoriban...
Jadilah di dunia ini kamu seakan-akan orang asing...”
Keberadaan orang asing di suatu
tempat adalah sementara, tidak untuk menetap selama-lamanya. Atau, bagaikan
orang yang merantau, suatu saat akan kembali ke kampung halamannya, seperti
kata pepatah: “setinggi-tingginya terbang bangau, dia akan kembali juga ke
sarangnya”.
Jadi, jangan jadikan dunia ini sebagai tempat tinggal yang
“pertama” dan yang “terakhir”, seperti orang yang berkata: “Puas-puaskanlah di
dunia ini, sebab setelah itu belum tentu ada lagi kesempatan...”
Nah, sebagai orang asing,
bersiap-siaplah untuk balik lagi ke kampung halaman yang sebenarnya...
·
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan
pertemuan dengan Kami, dan mereka merasa puas dengan kehidupan dunia dan merasa
tenteram dengan kehidupan itu, dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami,
mereka itu tempatnya neraka, disebabkan apa yang telah mereka perbuat.” (QS.
Yunus: 7).
·
“Yang demikian itu disebabkan mereka sesungguhnya
mencintai kehidupan dunia di atas akhirat, dan sesungguhnya Alloh tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. An-Nahl: 107).
B. Jadilah
Seperti Orang Yang Menyebrang Jalan Di Dunia
Sabda Rosululloh:
“Kun fid-dunyaa ka-annaka ghoriban
aw ‘abiri sabiil. Jadilah di dunia ini kamu seakan-akan orang asing atau
seperti orang yang menyebrang jalan.”
Orang yang menyebrang jalan harus
hati-hati, tengok kiri dan kanan, agar tidak tertabrak oleh orang lain atau
kendaraan yang lalu-lalang.
Untuk zaman sekarang, di setiap sisi
jalan (terutama yang ramai) itu ada rambu-rambu berupa tulisan-tulisan atau
lampu-lampu warna-warni, yang menunjuki/menerangkan peraturan-peraturan di
jalan agar kita tidak tersesat dan mendapat kecelakaan.
Itu artinya, kita harus hati-hati
dalam hidup di dunia ini dan harus tahu ketentuan-ketentuan seperti: halal,
haram, perintah, larangan, hak, kewajiban dan yang lainnya yang bisa
menyelamatkan dan menghindarkan diri kita dari kesalahan, dosa dan siksa.
Di samping itu, makna “menyebrang
jalan” itu ialah, bahwa kita akan meninggalkan dunia ini dan menyebrang ke alam
akhirat, yang mana akhirat itu adalah “kampung halaman” kita yang sebenarnya.
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini
melainkan canda-canda dan main-main. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah
yang sebenar-benarnya kehidupan, jika mereka mengetahui.” (QS. Al-‘Ankabut:
64).
C. Jadikanlah
Dunia Sebagai Ladang Tanaman
Sabda Rosululloh:
“Ad-dunyaa mazro’atul-akhiroh. Dunia
adalah tempat bercocok-tanamnya akhirat.”
Menanam sebuah pohon tidaklah
langsung berbuah. Perlu jarak waktu untuk menghasilkan buah. Sedangkan selama
jarak waktu itu, si pohon harus pelihara (disiram dan diberi pupuk), dilindungi
(dipagar dan dikontrol) dan dijaga (diawasi dari hama atau maling).
Setelah berlalu beberapa waktu (hari, minggu, bulan, tahun),
barulah tiba saat-saat panen itu yang memberikan hasil kepada kita sebagai
pemilik ladang tanaman itu.
Seperti itulah... menjadikan dunia
sebagai “ladang tanaman”. Kita melakukan suatu pekerjaan di dunia ini, tidaklah
langsung mendapat balasannya seketika. Di akhirat itulah kita akan memetik
hasilnya dari semua yang kita perbuat itu.
“Maka orang yang mengerjakan kebaikan
seberat biji sawi, dia akan melihat (balasannya). Dan orang yang mengerjakan
keburukan seberat biji sawi, dia akan melihat (balasannya).” (QS. Az-Zalzalah:
7-8).
Oleh karena itu, mumpung masih hidup
di dunia ini, tanamlah sebanyak-banyaknya pohon-pohon kebaikan (amal sholeh),
dan bersabarlah dalam menunggu saat-saat tibanya panen di akhirat nanti. Kalau
sudah berbuat yang baik, berapapun hasilnya itu lebih berarti, dari pada tidak
berbuat sama sekali...
“Atau, jangan sampai ada yang berkata
ketika ia melihat azab: ‘Andai sekiranya aku dapat kembali lagi (ke dunia),
tentulah aku akan termasuk orang-orang yang berbuat kebaikan’.” (QS. Az-Zumar:
58).
D. Menyadari
Dunia Ini Sementara
Realita yang ada di depan mata, bahwa
dunia ini adalah persinggahan sementara (fana).
Lihat saja, setiap saat banyak
orang-orang yang datang (lahir dari perut ibu) dan orang-orang yang pergi
(menuju lobang kubur). Selalu begitu setiap saat dan selamanya hingga hari
kiamat.
Itulah bukti yang nyata yang harus
menjadi keyakinan dalam diri ini, bahwa “dunia tidak abadi”!
Kalau sudah tahu dan yakin keberadaan
dunia seperti itu, maka sudah semestinyalah tidak menjadikan dunia
segala-galanya dalam hidup ini. Artinya, tidak mencintainya secara mati-matian,
tetapi memanfaatkannya sebaik-baiknya sebagai kendaraan tunggangan untuk menuju
alam kehidupan yang abadi (akhirat), yakni dengan mengumpulkan bekal yang
banyak dalam perjalanannya.
“... Berbekallah kalian! Maka
sesungguhnya sebaik-baiknya bekal ialah takwa, dan bertakwalah pada-Ku, hai
orang-orang yang berakal!” (QS. Al-Baqoroh: 197).
Dengan demikian, maka selalu
bersiap-siaplah untuk rela meninggalkan dunia ini kapanpun waktunya, tanpa
merasa berat dan menyesal meninggalkan segala apa yang ada di dalamnya,
sebagaimana orang-orang terdahulu meninggalkannya...
“Alangkah banyaknya taman dan mata
air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun dan tempat-tempat yang indah, dan
kesenangan-kesenangan yang mereka selalu menikmatinya.
Demikianlah, dan Kami wariskan semua
itu kepada orang-orang yang lain (sesudahnya).” (QS. Ad-Dukhon: 25-28).
E. Jangan
Lupakan Dunia
“Carilah apa-apa yang telah Alloh
berikan kepadamu tentang negeri akhirat, dan janganlah melupakan peruntunganmu
dari kehidupan dunia, dan berbuat baiklah sebagaimana Alloh telah berbuat baik
padamu, dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Alloh tidak
mencintai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qoshosh: 77).
Ada empat bahasan penting dalam ayat
tersebut, yakni:
·
Carilah apa-apa yang berhubungan dengan negeri
akhirat.
·
Janganlah melupakan dunia.
·
Berbuatlah yang baik.
·
Janganlah membuat kerusakan di bumi.
Dari empat bahasan penting tersebut,
adalah dua poin yang menjadi penekanan kajian di sini, ialah:
·
Carilah apa-apa yang berhubungan dengan negeri
akhirat.
·
Janganlah melupakan dunia.
Mari ikuti kajiannya baik-baik...!
Dalam teks bahasa Arabnya, perlu
diperhatikan posisi kata “akhirat” dan kata “dunia”.
Saat menyebut kata akhirat,
Alloh mengawalinya dengan kata daar, yang artinya: negara,
wilayah, kampung, atau tempat yang luas.
Dan, saat menyebut kata dunia, Alloh
mengawalinya dengan kata min, yang artinya: dari, bagian, atau
setengah.
Awal penyebutan yang berbedaa itu,
menunjukkan bahwa, akhirat itu lebih luas dan lebih penting; sedangkan dunia,
setengahnya saja. Lihat dalam QS. Asy-Syuro: 20, Alloh menggunakan kata-kata
“Kami tambah baginya (nazid lahuu)” untuk akhirat, dan Dia menggunakan
kata-kata “ darinya/ setengahnya (minhaa)” untuk dunia (teks lengkapnya
ayat itu lihat di bawah).
Berarti, akhirat itu harus lebih
diutamakan dari pada dunia. Segala aktifitas dalam kehidupan di dunia harus
lebih banyak mengarah kepada kepentingan akhirat.
Akan tetapi, kesibukan terhadap
urusan-urusan akhirat, janganlah sampai melupakan dunia. Sebab,
fasilitas-fasilitas yang ada di dunia adalah sebagai jembatan untuk menuju
akhirat.
Hanya saja yang harus diingat
baik-baik, ialah ada batasan-batasannya dalam memanfaatkan dan menikmati
fasilitas-fasilitas dunia itu. Artinya, jangan menceburkan diri ini sepenuhnya
ke dalam danau cintanya dunia, sebab bisa membuat lupa diri, mabok dan tak
peduli lagi dengan akhirat.
Catatan:
Kata “lupa (tansa, nasa)”
menunjukkan sesuatu pekerjaan yang tidak mengandung ketegasan dalam hal
tuntutan pelaksanaan atau pembuktiannya, dan orang yang lupa tidak termasuk ke
dalam kategori orang yang melanggar hukum.
Artinya, orang yang tidak mengerjakan
suatu perintah gara-gara lupa, maka tindakan sanksi atau hukumnya tidaklah
wajib. Seperti ucapan yang sudah sangat umum ini:
“Jangan lupa bawa oleh-oleh ya...?”
Maka ketika orang yang diminta itu
tidak membawa oleh-oleh, tidaklah ia kena denda atau hukuman.
Begitu pula ketika seseorang lupa
mengerjakan salah satu perintah agama, misalnya: sholat, maka hukumannya ialah
dia harus mengerjakannya di waktu yang lain (saat dia ingat) yang sudah ada
ketentuannya.
Oleh karena itu, orang yang lupa
terhadap dunia karena sibuk dengan urusan-urusan akhirat, maka tidak ada sanksi
hukumnya bahwa dia berdosa atau masuk neraka. Dalam Al-Quran tidak ada
keterangan tentang hal tersebut.
Tapi, bagi orang yang sibuk dengan
urusan-urusan dunia sehingga akhirat terlupakan (tidak diutamakan), maka dia akan
rugi di akhirat nanti. Keterangan-keterangan tentang hal itu cukup banyak dalam
Al-Quran, di antaranya:
·
“Orang yang menginginkan tanaman (keuntungan) akhirat,
Kami akan tambah tanaman itu baginya; dan orang yang menginginkan tanaman dunia
, Kami beri dia sebagiannya, dan di akhirat tidaklah dia mendapat bagian
(peruntungan) itu.” (QS. Asy-Syuro: 20).
·
“Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia dan
perhiasannya, tentulah Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di
dunia dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan.
·
Itulah orang-orang yang tidak mendapatkan di akhirat,
kecuali neraka, dan hilanglah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan
sewaktu di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud:
15-16).
Jadi, dengan demikian, posisi dunia
itu tidak membahayakan di akhirat bila terlupakan. Dan kalau mau mengambilnya,
maka nikmatilah sebagiannya saja: jangan serakah dan berlebih-lebihan,
sebagaimana gambaran Alloh ini:
·
“Ialah laki-laki yang tidak dilalaikan oleh
(aktifitas) perusahaan dan tidak pula oleh jual-beli, dari mengingat Alloh, dan
mendirikan sholat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang
mana hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. An-Nur: 37).
·
“Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah
kamu di muka bumi, dan carilah karunia Alloh, dan ingatlah Alloh
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10).
·
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah
harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengiungat (zikr) pada
Alloh. Dan barangsiapa yang berbuat demikian (lalai), maka mereka itulah
orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9).
F. Utamakan
Akhirat Lebih Dahulu
Di atas sudah dipaparkan, bahwa orang
yang mencintai dunia dan melupakan akhirat, maka dia akan rugi dan terancam
dengan oleh neraka.
Kenapa demikian?
Mari kita kenali akhirat itu.....
Ada dua hal penting yang harus jadi pegangan
tentang akhirat itu, yakni:
Pertama: Hayatul-haqq
Bahwa, akhirat itu adalah kehidupan
yang sebenar-benarnya, yakni: tidak ada lagi kehidupan sesudah akhirat itu.
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini
melainkan bercanda-canda dan bermain-main. Dan sesungguhnya negeri akhirat
itulah sebenarnya kehidupan, andai mereka mengetahui.” (QS. Al-‘Ankabut: 64).
Kedua: Daarul-khuld
Dalam banyak ayat Al-Quran, Alloh
telah menyebutkan berulang-ulang, bahwa keberadaan surga dan neraka itu adalah kekal
selamanya (khuld, abada, baqo) di akhirat.
·
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal
sholeh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal. Mereka kekal
(khuld)di dalamnya, mereka tidak ingin pindah darinya.” (QS. Al-Kahfi:
107-108).
·
“Alloh pelindung orang-orang beriman, Dia mengeluarkan
mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang kafir, pelindung-pelindung
mereka ialah Thoghut (syetan), yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada
kegelapan. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal (khuld) di dalamnya.”
(QS. Al-Baqoroh: 257).
·
“Dan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih
kekal (baqo).” (QS. Al-A’la: 17).
Maka, dengan demikian, sudah
seharusnyalah orang-orang beriman mengutamakan kepentingan-kepentingan akhirat
di atas keinginan-keinginan duniawi.
·
“Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagimu dari
dunia.” (QS. Adh-Dhuha: 4).
·
“Dan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih
kekal (baqo).” (QS. Al-A’la: 17).
·
“Perhatikanlah, bagaimana Kami lebihkan sebagian dari
mereka di atas sebagian lainnya. Dan pastilah kehidupan akhirat itu lebih
tinggi tingkatannya dan lebih besar keistimewaannya.” (QS. Al-Isro: 21).
G. Waspadai
Kematian Yang Tiba-tiba
Kematian adalah akhir dari perjalanan
hidup di dunia, dan kejadiannya secara mendadak (tiba-tiba, baghtah). Bila
sudah terjadi, maka tak seorangpun bisa menolaknya.
·
“Dan bagi setiap umat (makhluk bernyawa) mempunyai
batas-hidup (ajal). Maka apabila telah datang ajal mereka, tidaklah bisa
menundanya sebentarpun dan tidak pula bisa menyegerakannya.” (QS. Al-A’rof:
34).
·
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan
menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada
Kami-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya: 35).
Itu artinya, kematian harus diwaspadai...!
Mewaspadai kematian bukanlah dengan
cara mengintip-intip atau mencari-cari sosok kedatangannya. Melainkan ialah:
memanfaatkan hari-hari dalam perjalanan hidup di dunia ini dengan
sebaik-baiknya, yakni mengisinya dengan amal-amal sholeh yang maksimal,
sehingga ketika tiba kematian itu: tidak ada lagi rasa penyesalan dan kesedihan
akiibat melalaikan persiapan-persiapannya, sebagaimana sudah diingatkan oleh
Alloh ini:
“Agar jangan sampai ada orang yang
berkata: ‘Sangat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (melaksanakan
perintah) Alloh, dan adalah aku termasuk orang-orang yang mengejek-ejek
(agama)’. ” (QS. Az-Zumar: 56).
Bila persiapan-persiapan sudah
maksimal dilakukan untuk menghadapi kematian, maka saat kematian itu tiba,
tidaklah diri ini akan terkejut dan ketakutan menerima kejadiannya.
Ya, waspadailah kematian.....!
9.
Kesimpulan
Mudah-mudahan apa yang sudah saya
paparkan itu tentang MENGENAL DUNIA ini, bisa dipahami, direnungi, dan menjadi
masukan yang berguna untuk menambah kebaikan hidup di dunia ini.
Ada beberapa poin kesimpulan yang
bisa diambil dari pemaparan di atas tersebut, antara lain:
ü Dunia adalah
sesuatu yang dekat, cepat dan segera.
ü Dunia adalah
alam kehidupan yang pertama.
ü Kehidupan di
alam dunia ada batasnya (sementara, tak selamanya).
ü Setelah
kehidupan dunia ini, ada alam kehidupan yang kedua sekaligus sebagai alam
kehidupan terakhir, yakni alam kehidupan akhirat.
ü Kematian akan
mengakhiri perjalanan hidup di dunia.
ü Tidak bisa
kembali lagi ke dunia kalau sudah meninggalkan dunia ini (mati): sekali pergi
adalah untuk selama-lamanya.
ü Segala perbuatan
di dunia ini akan diminta pertanggung-jawabannya di alam akhirat nanti.
ü Akhir perjalanan
hidup manusia dari dunia sampai akhirat: ada yang masuk ke dalam surga (yang
penuh kenikmatan), dan ada yang masuk ke dalam neraka (yang penuh siksaan).
ü Di dalam surga
dan di dalam neraka, keduanya abadi selamanya.
10.
Renungan
Al-hamdulillah...
Kita bersyukur kepada Alloh, hingga
saat ini masih diberi nafas kehidupan...
Itu artinya, selama masih ada
kesempatan hidup di alam dunia ini, harus benar-benar dimanfaatkan
sebaik-baiknya. Semua itu tergantung diri kita masing-masing: Mau apa dan
bagaimana dalam hidup di dunia ini?
Adapun sebagai seorang muslim, kita
diperintahkan agar menjadikan alam kehidupan dunia ini sebagai tempat beribadah
kepada Alloh, sebagaimana pengumuman-Nya sewaktu menciptakan manusia ini:
·
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
agar mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56).
·
“Dan sembahlah Tuhanmu hingga datang kepadamu sesuatu
yang diyakini (kematian).” (QS. Al-Hijr: 99).
·
“... Dan berbekallah, maka sesungguhnya sebaik-baik
bekal ialah takwa, dan bertakwalah hai orang-orang yang berakal.” (QS.
Al-Baqoroh: 197).
Pelaksanaan ibadah dalam perjalanan
hidup di dunia ini, bukan hanya apa adanya. Tetapi, harus selalu ditingkatkan
dalam setiap saatnya. Sebab, Alloh akan menilai siapa yang terbaik
amal-amalnya.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan
apa yang ada di bumi sebagai keindahan, agar Kami menguji siapa yang paling
baik amalannya.” (QS. Al-Kahfi: 7).
Ya, setelah kita MENGENAL DUNIA lebih
dekat lagi (berdasarkan uraian singkat di atas), semoga kita lebih tahu lagi:
apa yang terbaik kita perbuat di alam kehidupan dunia ini.
Dan akhirnya, semoga perjalanan hidup
di alam dunia ini hingga di alam akhirat nanti, kita berada dalam keselamatan
dan perlindungan Alloh, sebagaimana doa yang telah diajarkan-Nya ini:
“Robbanaa aatinaa fid-dunyaa
hasanatan wa fil-aakhiroti hasanatan wa qinaa ‘adzaaban-naar. Ya Tuhan kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan hindarilah kami
dari siksa neraka.” (QS. Al-Baqoroh: 201).
Al-hamdulillaahi robbil-‘aalamiin.
Aamiin, ya Mujibus-sailiin......
*****
No comments:
Post a Comment