1. “Hai
orang yang berselimut!”
2. “Bangkitlah,
lalu berilah peringatan.”
3. “Dan
Tuhanmu, maka agungkanlah.”
4. “Dan
pakaianmu, maka bersihkanlah.”
5. “Dan
perbuatan dosa, maka tinggalkanlah.”
6. “Dan
janganlah kamu memberi dengan mengharap balasan yang lebih banyak.”
7. “Dan
demi Tuhanmu, maka bersabarlah.” (QS. Al-Muddatstsir: 1-7).
Anta syamsun. Anta badrun. Anta nurun.
You are a sun. You are a moon. You are a light.
Engkau adalah matahari. Engkau adalah purnama. Engkau adalah cahaya.
......
Itulah
sebuah gambaran kehadiran Nabi Muhammad (shollallohu
‘alaihi wa sallam) di panggung
sejarah kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Seperti itulah memang
layaknya...
Laksana matahari di pagi hari.
Laksana purnama di malam buta.
Laksana cahaya dalam kegelapan.
Pada saat
itu, dunia (khususnya di Jazirah Arab) sedang dilanda “kegelapan kejahiliyahan”.
Apa itu “jahiliyah”?
Jahiliyah
artinya bodoh, yakni: tidak mengenal
Alloh berdasarkan petunjuk-Nya sehingga salah dalam beribadah kepada-Nya.
Padahal, dalam pergaulan mereka sehari-hari, mereka kerap menyebut nama
“Alloh”. Seperti dalam perjanjian atau sumpah, mereka selalu mengawalinya
dengan kalimat “Bismika Allohumma (Dengan menyebut Nama-Mu, ya Alloh)”. Karena tidak ada petunjuk dari
Alloh, jadilah mereka salah dalam memposisikan Alloh sebagai Tuhan dalam
kehidupan mereka. Dan mereka memuja Alloh di hadapan patung-patung yang jumlahnya
sampai ratusan buah. Di antara patung-patung itu yang terkenal ialah Hubal,
Manat, Uzza dan yang lainnya.
Demikianlah
kondisi mereka saat itu, sebagaimana firman Alloh ini:
“Mereka tidak mengenal/mengagungkan/menghormati
Alloh dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Alloh benar-benar Maha Kuat, Maha
Perkasa.” ( QS. Al-Hajj: 74, juga dalam Surah Al-An’am: 91, Az-Zumar: 67).
Jadi, jahiliyah/bodoh-nya masyarakat Arab dulu itu
ialah dalam hal pemahaman agama/aqidah. Sedangkan dalam ilmu-ilmu lainnya,
mereka tidak kalah kemajuannya dengan bangsa-bangsa di sekitar mereka.
Buktinya, kota Mekkah menjadi sentral aktivitas mereka yang tidak bisa
dipandang remeh. Sehingga, Raja Abrohah
dari Abesyinia merasa iri dan ingin menghancurkan Kota Suci itu.
(Kisahnya diabadikan dalam QS. Al-Fiil: 1-5).
Salah satu
kelebihan yang sangat menonjol dari mereka ialah keahlian mereka dalam berdagang.
Abu Sufyan, Abu Jahal, Abu Lahab dan abu-abu lainnya, mereka adalah orang-orang
pintar di kalangan mereka. Al-Quran mengabadikan kehebatan mereka ini:
“Karena kebiasaan orang-orang
Quraisy.
“Yakni kebiasaan mereka bepergian
(berdagang) pada musim dingin (ke Yaman) dan pada musim panas (ke Syam).
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan
pemilik Rumah ini (Ka’bah).
Tuhan Yang telah memberi makanan kepada
mereka dari kelaparan dan Yang telah
memberikan keamanan dari ketakutan.” (QS. Quraisy: 1-4).
Dan
ayat-ayat lainnya yang berkaitan dengan perdagangan
ialah: QS. 62 : 9-11, 24 : 37, 61 : 10, 35 : 29.
Itulah
sebagai bukti, bahwa kemajuan perdagangan di kalangan masyarakat Arab pada saat
itu sangat dominan. Sehingga banyak ayat Al-Quran yang mengaitkannya dengan hal
tersebut. Ini berarti, kehidupan materi mereka cukup subur. Dus, dunia
pendidikanpun tentu mengalami kemajuan. Maka, tentulah merekapun memiliki ilmu
pengetahuan yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya.
***
Nah, di
tengah-tengah kegelapan jahiliyah
itulah Nabi Muhammad dibangkitkan...
Firman
Alloh:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Katakanlah: ‘Sesungguhnya yang diwahyukan
kepadaku: Bahwa Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Satu. Maka hendaklah kamu
berserah diri (kepada-Nya)’. ” (QS. Al-Anbiya: 107-108).
Sabda
Rosululloh:
“Sesungguhnya aku dibangkitkan untuk
menyempurnakan kemuliaan prilaku (akhlak).” (Al-Hadits, seiring dengan QS.
An-Nahl : 36.)
Sungguh ini
tugas berat yang harus beliau hadapi. Al-Quran menjelaskan karakter masyarakat
Arab saat itu...
“Orang-orang Arab itu amat-sangat kekafiran
dan kemunafikannya...” (QS. At-Taubah: 97).
Lalu...
Dinyalakanlah api kebangkitan itu dengan diawali tujuh poin seruan itu...!
***
Secara
fakta sejarah, kebangkitan Nabi Muhammad bersama ajaran Islam yang dibawanya
itu, adalah hanya satu kali dalam putaran kehidupan manusia di muka bumi ini.
Tapi,
secara tersirat, maknawiyahnya bisa diserap untuk terus dinyalakan bagi
kebangkitan-kebangkitan selanjutnya selama kehidupan ini masih berjalan.
Maka, di
awal tahun ini, kembali kita harus menyalakan api kebangkitan itu, agar
pencapaian-pencapaian yang kita peroleh lebih baik lagi.
Sebuah
intisari keterangan dari hadits yang sangat terkenal menjelaskan dalam 3 renungan:
1. “Orang
yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, itulah orang yang beruntung”.
Ini sebuah
gambaran orang yang kreatif, inovatif, kritis, waspada, penuh persiapan dalam
menghadapi langkah ke depan. Dia selalu berusaha untuk tampil terdepan dan
terbaik.
“... dan untuk hal itu, maka hendaklah
berlomba orang yang ingin berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthoffifin: 26).
2. “Orang
yang hari ini sama dengan hari kemarin, itulah orang yang tidak cerdas”.
Ini gambaran
orang yang malas, masa-bodoh, tidak peduli, terserah apa jadinya nanti. Yang
penting baginya hanyalah makan, tidur dan main-main.
“Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang
diri mereka...?” (QS. Ar-Rum: 8).
“... Maka apakah mereka tidak menggunakannya
otaknya?” (QS. Yasin: 68).
3. “Orang
yang hari ini lebih jelek dari hari kemarin, itulah orang yang rugi”.
Ini
gambaran orang yang putus-asa, tidak mau memperbaiki diri, menganggap hidup ini
tak berarti lagi. Baginya ‘hidup segan mati tak mau’. Sampai akhirnya dia mati
membawa penyesalan.
“Sesungguhnya manusia benar-benar dalam
kerugian.” (QS. Al-‘Ashr: 2).
***
Nah, ada di
posisi mana kita hingga hari ini?
Ya, apapun
keadaan kita di tahun lalu, biarlah semuanya berlalu...!
Kini, mau
dibawa ke mana diri ini?
Jujur,
siapapun tentu tak ingin menyakiti diri ini...!
Oleh karena
itu... mari kita refresh kembali “Tujuh
Api Kebangkitan” ini untuk
membakar semangat kita di awal tahun 2015 ini...!
1.
“Hai orang yang berselimut!”
“Berselimut”... menggambarkan sesuatu yang
“tertutup”. Bisa juga sebagai sikap
orang yang “malas, tak gairah, mati langkah atau putus-asa ”. Jika terus-terusan berselimut,
maka ini alamat “kematian”. Baru terasa penyesalan setelah berada di lobang
kubur.
“Hingga apabila datang kematian kepada
seseorang dari mereka, dia berkata: ‘Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke
dunia). Agar aku berbuat amal sholih sebagaimana yang telah aku tinggalkan’. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu
hanyalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding
(yang memisahkan dunia dan akhirat) sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS.
Al-Mu’minun: 99-100).
“... Sesungguhnya mereka telah putus-asa
terhadap kehidupan akhirat sebagaimana putus-asanya orang-orang kafir dari
penghuni kubur.” (QS. Al-Mumtahanah: 13).
2. “Bangkitlah, lalu berilah peringatan!”
Sebelum
menjadi pelopor bagi orang lain, bangkitkan dulu diri sendiri. Kita cambuk diri
ini dengan peringatan-peringatan bahwa: esok harus lebih baik!
“... Berlomba-lombalah dalam kebaikan...!”
(QS. Al-Baqoroh: 148, Al-Maidah: 48).
3.
“Dan Tuhanmu, agungkanlah!”
Kebangkitan
ini harus ada di Jalan Alloh. Karena itu, kita harus...
·
Meng-esa-kan-Nya (tahlil: Laa ilaaha illalloh).
“Alloh menyatakan bahwa: tiada Tuhan
melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu
(juga menyatakan demikian). Tiada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa, Maha
Bijaksana.” ( QS. Ali Imron: 18).
·
Memuji-Nya (tahmid: Al-hamdulillah).
“Segala puji bagi Alloh Tuhan seluruh alam.
Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Penguasa hari pengadilan.” (QS. Al-Fatihah:
1-3).
·
Mensucikan-Nya (tasbih: Subhanalloh).
“Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi
dan sore.”(QS. Al-Ahzab: 42).
·
Membesarkan-Nya (takbir: Allohu Akbar).
“... Dan hendaklah kamu
membesarkan/mengagungkan Alloh atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar
kamu bersyukur.”(QS. Al-Baqoroh: 185).
·
Mengerjakan rukuk
dan sujud di hadapan-Nya
(melaksanakan ibadah kepada-Nya).
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepada
sesuatu yang diyakini (kematian).” (QS. Al-Hijr: 99).
4.
“Dan pakaianmu, bersihkanlah!”
Dalam hal ini ada 2
pengertian:
1. “Pakaian jasmani”(luar diri: tubuh, badan), ialah baju, celana dan
perlengkapan lainnya.
2. “Pakaian rohani” (dalam diri: hati, jiwa), ialah ikhlas, sabar dan
sifat-sifat mulia lainnya.
Catatan: “bersihkanlah” ini menunjukkan kepada pakaian-pakaian yang sudah
ada, dan makna lainnya ialah agar tampil wajar, sopan dan dihargai. Sehingga,
penilaian orang bukan kepada “apa yang serba
baru”, tapi lebih kepada kepandaian kita dalam menata dan menjaga diri.
“Dan janganlah kamu merasa hina, dan
janganlah bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imron: 139).
5.
“Dan (segala yang mengandung) dosa, maka tinggalkanlah!”
Ayat ini
menandakan sebagai “hijrah perbuatan” (dari dosa menuju pahala),
atau sebagai prosesi “pensucian diri”. Jadi, jangan sampai kita
mengajak orang lain untuk mengejar kebaikan, sementara diri kita sendiri penuh
dengan kotoran.
“Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan
kebaikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab
(Al-Quran). Maka apakah kamu tidak berakal?” (QS. Al-Baqoroh: 44).
6.
“Dan janganlah kamu memberi (dengan berharap) balasan yang lebih
banyak.”
Adalah
manusiawi mengharapkan balasan dari apa yang sudah kita berikan. Tapi, yang
pasti, Alloh sudah membalas perbuatan kita. Kalau masih mengharap dari manusia,
maka yang wajar dan sepantasnyalah. Itupun, hanya dari orang-orang yang memang
punya kemampuan untuk membalas. Misalnya, antara karyawan dan majikan: ketika
harga kebutuhan sehari-hari naik (secara global akibat naiknya harga BBM atau
lainnya), lalu karyawan menuntut kenaikan gaji, maka hal ini harus disesuaikan
dengan kenaikan harga produk. Dan intinya, antara karyawan dan majikan harus
ada saling pertimbangan dan pengertian, sehingga tidak ada tuntutan (demo) yang
berkepanjangan, dan tidak merugikan pihak manapun.
“Hendaklah berinfak orang yang mampu (kaya) sesuai kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah berinfak sesuai
apa-apa yang sudah diberikan Alloh kepadanya. Alloh tidak memikulkan beban
kepada seseorang melainkan sesuai apa-apa yang sudah Dia berikan. Kelak Alloh
akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Tholaq: 7).
7. “Dan demi Tuhanmu, maka bersabarlah!”
Sabar
adalah pendamping proses usaha. Dan, sabar adalah salah satu kunci pembuka
keberhasilan dan kesuksesan. Yakni:
·
Sabar dalam perjalanan (usaha, perjuangan).
·
Sabar dalam menghadapi rintangan.
·
Sabar dalam menunggu hasil.
“Hai orang-orang yang beriman! Bersabarlah
kamu, dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah siap-siaga, dan bertakwalah
kepada Alloh agar kamu beruntung.” (QS. Ali Imron: 200).
“Hai orang-orang yang beriman! Minta
tolonglah dengan sabar dan sholat. Sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang
sabar.” (QS. Al-Baqoroh: 153).
“... Sesungguhnya Alloh mencintai
orang-orang yang sabar.” (QS. Ali Imron: 146).
“Sesungguhnya Alloh memberi balasan kepada
mereka di hari ini disebabkan kesabaran mereka. Sesungguhnya mereka itulah orang-orang
yang menang.” (QS. Al-Mu’minun: 111).
***
Semoga kita
tidak hanya mengenang perjalanan hidup Rosululloh, tapi juga berusaha untuk
mengadaptasinya dalam kehidupan kita ini hingga akhir hayat. Sebab, yang
namanya jalan hidup (way of life) bukan hanya teori atau semboyan semata, melainkan harus
dijalani selama hidup. Itulah jalan keselamatan...
Dan
mudah-mudahan di tahun baru ini kita diberi kekuatan oleh Alloh untuk bisa mengisinya
dengan hal-hal yang lebih baik dan menjadi yang terbaik hingga tahun-tahun
berikutnya. Insya Alloh...
“Sesungguhnya telah ada pada Rosululloh itu
tauladan yang baik: bagi orang yang mengharapkan Alloh, dan hari akhirat dan
mengingat Alloh sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-Ahzab: 21).
Barokallohu lii wa lakum...
------------------pnsnc-02012015*********
No comments:
Post a Comment