Wednesday, December 31, 2014

7 API KEBANGKITAN




1.      “Hai orang yang berselimut!”
2.      “Bangkitlah, lalu berilah peringatan.”
3.      “Dan Tuhanmu, maka agungkanlah.”
4.      “Dan pakaianmu, maka bersihkanlah.”
5.      “Dan perbuatan dosa, maka tinggalkanlah.”
6.      “Dan janganlah kamu memberi dengan mengharap balasan yang lebih banyak.”
7.      “Dan demi Tuhanmu, maka bersabarlah.” (QS. Al-Muddatstsir: 1-7).


Anta syamsun. Anta badrun. Anta nurun.
You are a sun. You are a moon. You are a light.
Engkau adalah matahari. Engkau adalah purnama. Engkau adalah cahaya.
......

Itulah sebuah gambaran kehadiran Nabi Muhammad (shollallohualaihi wa sallam) di panggung sejarah kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Seperti itulah memang layaknya...

Laksana matahari di pagi hari.
Laksana purnama di malam buta.
Laksana cahaya dalam kegelapan.

Pada saat itu, dunia (khususnya di Jazirah Arab) sedang dilanda “kegelapan kejahiliyahan”.

Apa itu “jahiliyah”?

Jahiliyah artinya bodoh, yakni: tidak mengenal Alloh berdasarkan petunjuk-Nya sehingga salah dalam beribadah kepada-Nya. Padahal, dalam pergaulan mereka sehari-hari, mereka kerap menyebut nama “Alloh”. Seperti dalam perjanjian atau sumpah, mereka selalu mengawalinya dengan kalimat “Bismika Allohumma (Dengan menyebut Nama-Mu, ya Alloh)”. Karena tidak ada petunjuk dari Alloh, jadilah mereka salah dalam memposisikan Alloh sebagai Tuhan dalam kehidupan mereka. Dan mereka memuja Alloh di hadapan patung-patung yang jumlahnya sampai ratusan buah. Di antara patung-patung itu yang terkenal ialah Hubal, Manat, Uzza dan yang lainnya.
Demikianlah kondisi mereka saat itu, sebagaimana firman Alloh ini:  
“Mereka tidak mengenal/mengagungkan/menghormati Alloh dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Alloh benar-benar Maha Kuat, Maha Perkasa.” ( QS. Al-Hajj: 74, juga dalam Surah Al-An’am: 91, Az-Zumar: 67).

Jadi, jahiliyah/bodoh-nya masyarakat Arab dulu itu ialah dalam hal pemahaman agama/aqidah. Sedangkan dalam ilmu-ilmu lainnya, mereka tidak kalah kemajuannya dengan bangsa-bangsa di sekitar mereka. Buktinya, kota Mekkah menjadi sentral aktivitas mereka yang tidak bisa dipandang remeh. Sehingga, Raja Abrohah  dari Abesyinia merasa iri dan ingin menghancurkan Kota Suci itu. (Kisahnya diabadikan dalam QS. Al-Fiil: 1-5).

Salah satu kelebihan yang sangat menonjol dari mereka ialah keahlian mereka dalam berdagang. Abu Sufyan, Abu Jahal, Abu Lahab dan abu-abu lainnya, mereka adalah orang-orang pintar di kalangan mereka. Al-Quran mengabadikan kehebatan mereka ini:
“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy.
“Yakni kebiasaan mereka bepergian (berdagang) pada musim dingin (ke Yaman) dan pada musim panas (ke Syam).
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan pemilik Rumah ini (Ka’bah).
Tuhan Yang telah memberi makanan kepada mereka  dari kelaparan dan Yang telah memberikan keamanan dari ketakutan.” (QS. Quraisy: 1-4).

Dan ayat-ayat lainnya yang berkaitan dengan perdagangan ialah: QS. 62 : 9-11, 24 : 37, 61 : 10, 35 : 29.

Itulah sebagai bukti, bahwa kemajuan perdagangan di kalangan masyarakat Arab pada saat itu sangat dominan. Sehingga banyak ayat Al-Quran yang mengaitkannya dengan hal tersebut. Ini berarti, kehidupan materi mereka cukup subur. Dus, dunia pendidikanpun tentu mengalami kemajuan. Maka, tentulah merekapun memiliki ilmu pengetahuan yang mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya.

***

Nah, di tengah-tengah kegelapan jahiliyah itulah Nabi Muhammad dibangkitkan...

Firman Alloh:
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Katakanlah: ‘Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku: Bahwa Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Satu. Maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)’. ” (QS. Al-Anbiya: 107-108).

Sabda Rosululloh:
“Sesungguhnya aku dibangkitkan untuk menyempurnakan kemuliaan prilaku (akhlak).” (Al-Hadits, seiring dengan QS. An-Nahl : 36.)

Sungguh ini tugas berat yang harus beliau hadapi. Al-Quran menjelaskan karakter masyarakat Arab saat itu...
“Orang-orang Arab itu amat-sangat kekafiran dan kemunafikannya...” (QS. At-Taubah: 97).

Lalu... Dinyalakanlah api kebangkitan itu dengan diawali tujuh poin seruan itu...!

***

Secara fakta sejarah, kebangkitan Nabi Muhammad bersama ajaran Islam yang dibawanya itu, adalah hanya satu kali dalam putaran kehidupan manusia di muka bumi ini.
Tapi, secara tersirat, maknawiyahnya bisa diserap untuk terus dinyalakan bagi kebangkitan-kebangkitan selanjutnya selama kehidupan ini masih berjalan.
Maka, di awal tahun  ini, kembali kita harus menyalakan api kebangkitan itu, agar pencapaian-pencapaian yang kita peroleh lebih baik lagi.

Sebuah intisari keterangan dari hadits yang sangat terkenal menjelaskan dalam 3 renungan:


1.       “Orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, itulah orang yang beruntung”.
Ini sebuah gambaran orang yang kreatif, inovatif, kritis, waspada, penuh persiapan dalam menghadapi langkah ke depan. Dia selalu berusaha untuk tampil terdepan dan terbaik.
“... dan untuk hal itu, maka hendaklah berlomba orang yang ingin berlomba-lomba.” (QS. Al-Muthoffifin: 26).

2.       “Orang yang hari ini sama dengan hari kemarin, itulah orang yang tidak cerdas”.

Ini gambaran orang yang malas, masa-bodoh, tidak peduli, terserah apa jadinya nanti. Yang penting baginya hanyalah makan, tidur dan main-main.
“Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang diri mereka...?” (QS. Ar-Rum: 8).
“... Maka apakah mereka tidak menggunakannya otaknya?” (QS. Yasin: 68).

3.       “Orang yang hari ini lebih jelek dari hari kemarin, itulah orang yang rugi”.

Ini gambaran orang yang putus-asa, tidak mau memperbaiki diri, menganggap hidup ini tak berarti lagi. Baginya ‘hidup segan mati tak mau’. Sampai akhirnya dia mati membawa penyesalan.
“Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian.” (QS. Al-‘Ashr: 2).

***

Nah, ada di posisi mana kita hingga hari ini?
Ya, apapun keadaan kita di tahun lalu, biarlah semuanya berlalu...!
Kini, mau dibawa ke mana diri ini?
Jujur, siapapun tentu tak ingin menyakiti diri ini...!

Oleh karena itu... mari kita refresh kembali “Tujuh Api Kebangkitan  ini untuk membakar semangat kita di awal tahun 2015 ini...!

1.       “Hai orang yang berselimut!”

Berselimut”... menggambarkan sesuatu yang “tertutup”. Bisa juga sebagai sikap orang yang “malas, tak gairah, mati langkah atau  putus-asa ”. Jika terus-terusan berselimut, maka ini alamat “kematian”. Baru terasa penyesalan setelah berada di lobang kubur.
“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: ‘Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal sholih sebagaimana yang telah aku tinggalkan’. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu hanyalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding (yang memisahkan dunia dan akhirat) sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mu’minun: 99-100).
“... Sesungguhnya mereka telah putus-asa terhadap kehidupan akhirat sebagaimana putus-asanya orang-orang kafir dari penghuni kubur.” (QS. Al-Mumtahanah: 13).

2.       “Bangkitlah, lalu berilah peringatan!”

Sebelum menjadi pelopor bagi orang lain, bangkitkan dulu diri sendiri. Kita cambuk diri ini dengan peringatan-peringatan bahwa: esok harus lebih baik!
“... Berlomba-lombalah dalam kebaikan...!” (QS. Al-Baqoroh: 148, Al-Maidah: 48).

3.       “Dan Tuhanmu, agungkanlah!”

Kebangkitan ini harus ada di Jalan Alloh. Karena itu, kita harus...
·         Meng-esa-kan-Nya (tahlil: Laa ilaaha illalloh).
“Alloh menyatakan bahwa: tiada Tuhan melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu (juga menyatakan demikian). Tiada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” ( QS. Ali Imron: 18).
·         Memuji-Nya (tahmid: Al-hamdulillah).
“Segala puji bagi Alloh Tuhan seluruh alam. Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Penguasa hari pengadilan.” (QS. Al-Fatihah: 1-3).
·         Mensucikan-Nya (tasbih: Subhanalloh).
“Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan sore.”(QS. Al-Ahzab: 42).
·         Membesarkan-Nya (takbir: Allohu Akbar).
“... Dan hendaklah kamu membesarkan/mengagungkan Alloh atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”(QS. Al-Baqoroh: 185).
·         Mengerjakan  rukuk dan sujud di hadapan-Nya (melaksanakan ibadah kepada-Nya).
“Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepada sesuatu yang diyakini (kematian).” (QS. Al-Hijr: 99).

4.       “Dan pakaianmu, bersihkanlah!”

Dalam hal ini ada 2 pengertian:
1.       Pakaian jasmani”(luar diri: tubuh, badan), ialah baju, celana dan perlengkapan lainnya.
2.       Pakaian rohani” (dalam diri: hati, jiwa), ialah ikhlas, sabar dan sifat-sifat mulia lainnya.
Catatan: “bersihkanlah” ini menunjukkan kepada pakaian-pakaian yang sudah ada, dan makna lainnya ialah agar tampil wajar, sopan dan dihargai. Sehingga, penilaian orang bukan kepada “apa yang serba baru”, tapi lebih kepada kepandaian kita dalam menata dan menjaga diri.
“Dan janganlah kamu merasa hina, dan janganlah bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imron: 139).

5.       “Dan (segala yang mengandung) dosa, maka tinggalkanlah!”

Ayat ini menandakan sebagai “hijrah perbuatan” (dari dosa menuju pahala), atau sebagai prosesi “pensucian diri”. Jadi, jangan sampai kita mengajak orang lain untuk mengejar kebaikan, sementara diri kita sendiri penuh dengan kotoran.
“Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan, sedang kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab (Al-Quran). Maka apakah kamu tidak berakal?” (QS. Al-Baqoroh: 44).

6.       “Dan janganlah kamu memberi  (dengan berharap) balasan yang lebih banyak.”

Adalah manusiawi mengharapkan balasan dari apa yang sudah kita berikan. Tapi, yang pasti, Alloh sudah membalas perbuatan kita. Kalau masih mengharap dari manusia, maka yang wajar dan sepantasnyalah. Itupun, hanya dari orang-orang yang memang punya kemampuan untuk membalas. Misalnya, antara karyawan dan majikan: ketika harga kebutuhan sehari-hari naik (secara global akibat naiknya harga BBM atau lainnya), lalu karyawan menuntut kenaikan gaji, maka hal ini harus disesuaikan dengan kenaikan harga produk. Dan intinya, antara karyawan dan majikan harus ada saling pertimbangan dan pengertian, sehingga tidak ada tuntutan (demo) yang berkepanjangan, dan tidak merugikan pihak manapun.
“Hendaklah berinfak orang yang mampu (kaya) sesuai kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah berinfak sesuai apa-apa yang sudah diberikan Alloh kepadanya. Alloh tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sesuai apa-apa yang sudah Dia berikan. Kelak Alloh akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath-Tholaq: 7).

7.       “Dan demi Tuhanmu, maka bersabarlah!”

Sabar adalah pendamping proses usaha. Dan, sabar adalah salah satu kunci pembuka keberhasilan dan kesuksesan. Yakni:
·         Sabar dalam perjalanan (usaha, perjuangan).
·         Sabar dalam menghadapi rintangan.
·         Sabar dalam menunggu hasil.

“Hai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu, dan kuatkanlah kesabaranmu, dan tetaplah siap-siaga, dan bertakwalah kepada Alloh agar kamu beruntung.” (QS. Ali Imron: 200).

“Hai orang-orang yang beriman! Minta tolonglah dengan sabar dan sholat. Sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqoroh: 153).
“... Sesungguhnya Alloh mencintai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali Imron: 146).

“Sesungguhnya Alloh memberi balasan kepada mereka di hari ini disebabkan kesabaran mereka. Sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang.” (QS. Al-Mu’minun: 111).

***

Semoga kita tidak hanya mengenang perjalanan hidup Rosululloh, tapi juga berusaha untuk mengadaptasinya dalam kehidupan kita ini hingga akhir hayat. Sebab, yang namanya jalan hidup (way of life) bukan hanya teori atau semboyan semata, melainkan harus dijalani selama hidup. Itulah jalan keselamatan...
Dan mudah-mudahan di tahun baru ini kita diberi kekuatan oleh Alloh untuk bisa mengisinya dengan hal-hal yang lebih baik dan menjadi yang terbaik hingga tahun-tahun berikutnya. Insya Alloh...

“Sesungguhnya telah ada pada Rosululloh itu tauladan yang baik: bagi orang yang mengharapkan Alloh, dan hari akhirat dan mengingat Alloh sebanyak-banyaknya.” (QS. Al-Ahzab: 21).

Barokallohu lii wa lakum...

------------------pnsnc-02012015*********



Saturday, December 20, 2014

KELUHAN RAKYAT SAAT HARGA BARANG NAIK




·         PEMIMPIN MELUPAKAN JANJI
·         BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) NAIK
·         RAKYAT RESAH
·         “SAKITNYA TUH DI SINI...!”
_________________________

Naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM), tentu melalui proses pemikiran dan perhitungan yang masak dan logis berdasarkan pertimbangan-pertimbangan demi menutupi kepentingan-kepentingan lain yang mungkin lebih besar manfaatnya.
Tapi, kalau yang naik itu hanya harga bensin, solar, pertamax, oli dan minyak-minyak sejenis lainnya saja, tentu rakyat kebanyakan tidak akan resah, gelisah, mengeluh dan mengaduh.
Masalahnya ialah, karena BBM itu adalah inti bagi operasional-pekerjaan di semua sektor, maka ketika harga BBM naik, tentu saja biaya transportasi dan produksi serentak naik. Imbasnya ialah seluruh harga barang-barang dan jasa, tak bisa ditahan, jelas ikut naik.   
Wajarlah... kalau sebagian besar rakyat menolak kenaikan harga BBM. Sebab, naiknya harga-harga = belum tentu diiringi oleh naiknya pemasukan keuangan, terutama bagi mereka yang berpenghasilan pas-pasan ke bawah.
Ya, akhirnya rakyat hanya bisa menerima pasrah diiringi rasa pusing di otak dan sesak nafas di dada...

Sakitanya tuh di sini, pas kena di hati...
Pusing dan sesak... melihat harga-harga naik, sementara pendapatan keuangan tak ada kenaikan...

Siapa yang salah?
Pemimpin ataukah rakyat?

Pemimpin mungkin tidak mau disalahkan. Karena dia punya hak dan kekuasaan untuk memutuskan masalah, yang bisa jadi hal itu tidak bisa dipahami oleh rakyatnya, padahal lebih besar keuntungannya buat mereka.
Nah, daripada saling salah-menyalahkan, lebih baik menjawab pertanyaan ini:
Siapa yang memilih pemimpin?
Jawabnya: rakyat!
Berarti, “krisis”-nya ada di rakyat!
Salah satu hal yang sangat penting: rakyat harus cerdas dalam memilih pemimpin!
Jadi, koreksi dulu rakyatnya... sebelum menyalahkan pemimpinnya. Atas dasar apa mereka memilih pemimpin: Apakah karena ketampanannya,keluguannya,kesederhanaannya, kekayaannya, titelnya...?
Satu hal yang harus digaris-bawahi: jangan terpesona oleh penampilan-luarnya calon pemimpin, sementara belum tahu-sejatinya isi-isi di dalam dirinya!

Dalam ajaran Islam, poin inti yang harus dimiliki seorang pemimpin ialah rasa   takut dan taat kepada Alloh!
“Tanpa rasa takut + taat pd Alloh, taklah ada pemimpin yg jujur + lurus. Omong kosong  yg ada! Jangankn rakyat, Tuhan aja diboongin !!” (Twitter: @sabda_al).

Lihat saja pada kenyataannya...!
Hampir semua pemimpin negara disumpah, yang beragama Islam disumpah dengan Kitab Suci Al-Quran:
“Demi Alloh, saya akan melaksanakan...” (dan seterusnya yang berisi “janji” dan “kesiapan menjalankan tugas dengan baik”).
Tapi dalam menjalankan tugasnya, banyak para pejabat yang menyelewengkan jabatannya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya hingga melakukan tindakan korupsi.
Bukankah itu merupakan tindakan “pembohongan”?
  • ·   Pembohonghan terhadap rakyat, yakni dengan mengingkari janji-janji yang sudah diucapkannya.
  • ·         Pembohongan terhadap Tuhan, yakni dengan mengabaikan sumpahnya di bawah Kitab Suci.

“Dan demikianlah Kami jadikan pada setiap negeri ialah penjahat-penjahat kakap untuk melakukan tipu-daya di dalam negeri itu. Dan mereka tidak melakukan tipu-daya melainkan terhadap diri mereka sendiri, dan mereka tidak menyadarinya.” (QS. Al-An’am: 123).

Dalam perjalanan sejarah Islam, para pemimpin yang takut dan taat pada Alloh telah dicontohkan oleh pribadi Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khaththob, Utsman Bin Affan dan Ali Bin Abi Tholib, sebagai generasi teladan-awal setelah Rosululloh. Diteruskan kemudian oleh para pemimpin yang takut dan taat pada Alloh lainnya, hingga hari ini.
Itulah figur-figur pemimpin yang takut dan taat pada Alloh. Mereka tidak ambisi terhadap jabatan. Tapi dalam menjalankan kepemimpinannya, mereka sangat hati-hati: lebih mengutamakan kepentingan umum dari pada dirinya sendiri. Karena mereka sangat menyadari sabda Rosululloh ini:
“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan ditanyakan tentang kepemimpinannya itu (di akhirat).”

Ya!
Hanya orang-orang yang takut dan taat pada Alloh sajalah yang menjadikan jabatan sebagai ladang untuk beramal-sholih dalam rangka menyiapkan bekal menuju akhirat.
Dan hanya para pemimpin seperti mereka sajalah yang mengajak rakyatnya menuju jalan keselamatan dunia dan akhirat...

“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Alloh ridho terhadap mereka dan merekapun ridho kepada-Nya. Demikian itulah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. Al-Bayyinah: 8).

Barokallohu lii wa lakum...



****************************05122014, NA