"Ya Alloh...
Izinkanlah aku menuangkan ide-ide tentang hamba-hamba-Mu yang sholih dan sholihat ini: Ibrohim, Hajar dan Ismail.
Aku ingin menghayati perjalanan hidup mereka yang luar biasa itu, yang tidak akan mungkin sesudah mereka ada orang-orang yang mampu menjalani problematika hidup seperti yang pernah mereka alami itu.
Dan, aku memohon ampun pada-Mu, bila retorika dan ilustrasi-ilustrasi yang aku tuangkan itu melebihi dari batas-batas yang Engkau kehendaki. Oleh karena itu, aku mohon petunjuk dan bimbingan-Mu agar selalu dalam kebenaran yang Engkau ridhoi.
Salam dan berkah-Mu untuk Ibrohim, Hajar, Ismail dan orang-orang yang mengikuti mereka hingga hari akhir.
Aamiin ya Mujibussailin..."
***
Hari itu, di bukit kecil Shofa...
"Wahai suamiku, mengapa engkau meninggalkan aku dan bayimu di tempat seperti ini, tanpa teman atau siapa pun?" tanya Hajar tak mengerti.
Ibrohim terus melangkah. Tak menjawab. Bahkan menoleh pun tidak.
"Aku tahu, engkau tak kan setega ini. Berilah aku alasan!" lanjut Hajar penasaran.
Ibrohim masih terus melangkah. Entah apa yang ada dalam pikirannya.
"Apakah ini atas perintah Alloh?" tanya Hajar lagi.
"Ya, atas perintah-Nya," jawab Ibrohim sambil menoleh.
"Kalau begitu, Dia tidak akan menelantarkan kami di sini. Aku menyerahkan segalanya dan pasrah pada-Nya. Silahkan, lanjutkanlah perjalananmu..." ujar Hajar merasa lega melepaskan kepergian suaminya itu.
Ibrohim melanjutkan perjalanannya. Tiba di bukit Tsaniyah, ia berdoa...
"Duhai Tuhan kami, sesungguhnya aku sudah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman di dekat Rumah-Mu yang dihormati (Baitul Haram). Tuhan kami, agar mereka mendirikan sholat, maka jadikanlah hati sebagian manusia condong kepada mereka, dan limpahkanlah rezeki kepada mereka dari buah-buahan, semoga mereka bersyukur."
***
Hajar dan bayinya yang masih merah yang bernama Ismail itu, harus bertahan hidup di tempat yang serba kekurangan, di lembah yang tiada tanam-tanaman.
Di tengah lengangnya suasana tanpa ada orang yang lalu-lalang menghampiri...
Di hamparan tanah berpasir dan bebatuan yang tandus dan gersang tanpa pepohonan...
Di bawah teriknya sinar matahari yang panas dan menyengat hanya berpayung gumpalan awan di langit...
Di dalam cekaman dingin malam yang menusuk tulang-tulang tanpa selimut, diiringi rasa ngeri teror binatang buas yang menerkam...
Di tempat seperti itulah Hajar dan Ismail berada.
Sepeninggal Ibrohim pergi, yang lebih dikhawatirkan oleh Hajar ialah kondisi anaknya yang masih bayi itu.
Tiba-tiba Ismail menangis. Ia lapar. Sementara air susu Hajar sudah tak ada lagi keluar, karena tidak ada makanan yang disantapnya. Bekal yang ditinggalkan Ibrohim sudah habis.
Hajar berdiri memandang ke segala arah, barangkali ada makanan atau air yang bisa ditemui.
Pandangannya berhenti di bukit kecil Marwa di hadapannya. Ia melihat ada bayangan air di sana. Ia segera berlari ke sana.
Tapi Hajar tak menemukan air di bukit kecil Marwa itu. Rupanya ia telah tertipu oleh fatamorgana dari sinar matahari yang bergulung-gulung dengan hawa panas yang keluar dari bumi, yang membuat terjadinya bayangan yang mirip dengan buncahan air.
Hajar segera kembali lagi ke bukit Shofa menemui Ismail yang masih menangis. Pikirannya tak menentu, apa yang harus ia lakukan lagi.
Kembali Hajar berlari kecil ke bukit Marwa. Ia naik ke puncaknya. Mengawasi ke arah bawah, barangkali ada orang yang bisa dimintai pertolongannya.
Hingga tujuh balikan, antara Shofa dan Marwa, Hajar tak mendapatkan makanan atau air yang dibutuhkannya itu.
Namun, setelah ia kembali ke Shofa, ia melihat ada rembesan air di dekat kaki Ismail. Ia mendekatinya...
"Zam, zam, zam..." gumam Hajar sambil menggali pasir di sekitar air itu.
Kemudian air memancar deras dari tempat yang digali oleh Hajar tersebut. Luar biasa gembiranya ia bisa mendapatkan air yang sangat dibutuhkannya itu. Segera ia minumkan Ismail yang sudah lama kehausan itu. Ia juga bisa memanfaatkan air itu untuk mandi, mencuci dan keperluan lainnya yang berhubungan dengan air.
Setelah ada sumber air di lembah tanpa tanaman itu, kehidupan di sekitar wilayah tersebut mengalami kemajuan perlahan-lahan.
Hari demi hari, makin banyak orang-orang yang berkunjung ke lembah yang sudah berubah subur itu. Mereka ramai menyebut sumber air itu dengan sebutan "zamzam", sebagaimana ucapan Hajar sewaktu pertama kali menggali sumber air tersebut.
***
Setelah pulang dari memenuhi panggilan Alloh, Ibrohim berkumpul kembali dengan keluarganya di lembah dekat sumber air Zamzam itu. Dan Ismail saat itu sudah tumbuh dewasa.
Kemudian Ibrohim mengajak Ismail untuk membangun Ka'bah sebagai simbol keberadaan Rumah Alloh (Baitulloh) di bumi.
Hingga hari ini, Baitulloh masih berdiri kokoh. Sementara keadaan di sekitarnya mengalami kemajuan yang cukup pesat, seiring kemampuan pengetahuan orang-orang di setiap zamannya.
Ibrohim, Hajar dan Ismail telah meninggalkan jejak cintanya kepada Alloh yang sangat luar biasa! Kedalamannya dilukiskan oleh keberadaan air Zamzam yang tak pernah surut sepanjang zaman hingga hari ini.
Maka, hati yang tertulis cinta pada Alloh, pastilah akan memenuhi panggilan-Nya untuk datang ke Rumah-Nya yang suci.
"Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak kepada kamu."
"Maka sembahlah Tuhan pemilik Baitulharam ini."
Labbaik Allohumma labbaik...
*****tmt