Wednesday, June 29, 2016

PENGERTIAN ALAM DUNIA: SEBUAH ALAM KEHIDUPAN YANG PERTAMA






1.    Tinjauan Bahasa

Kata dunia memiliki beberapa rumpun kata yang mengandung kesamaan-arti di dalamnya, di antaranya:
·         Danaa (dal, nun, alif), artinya: dekat, mendekat.
“Kemudian dia mendekat (danaa), lalu dia turun (lebih mendekat).” (QS. An-Najm: 8).
·         Adnaa (alif, dal, nun, ya), artinya: lebih dekat.
“Maka jadilah dia (Jibril) dekat (dengan Muhammad) bagai dua ujung busur panah, atau lebih dekat (adnaa).” (QS. An-Najm: 9).
·         Daan (dal, alif, nun), artinya: yang dekat.
Mereka (bidadari-bidadari) bertelekan di atas permadani yang bagian dalamnya dari sutera. Dan memetik buah-buahan dua surga itu dari dekat (daan).(QS. Ar-Rohman: 54).
·         Daaniyah (dal, alif, nun, ya, ta marbuthoh), artinya: yang dekat.
“... Dan dari pohon kurma dari ruas-ruasnya (keluar) tangkai-tangkai yang dekat (daaniyah)...” (QS. Al-An’am: 99).
·         Dunyaa (dal, nun, ya, alif), artinya: yang dekat, yang hina, yang rendah.
Sesungguhnya Kami telah memperindah langit yang dekat (dunyaa) dengan keindahan, yaitu bintang-bintang.(QS. Ash-Shoffat: 6).
“Sesungguhnya Kami telah memperindah langit yang dekat (dunyaa) dengan bintang-bintang (yang berekor, komet), dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syetan, dan Kami sediakan bagi mereka azab neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk: 5).

Adapun dalam pemahaman sehari-hari, dunia itu menunjukkan kepada bentuk sebuah alam kehidupan, yakni alam kehidupan yang pertama yang kita berada di dalamnya higga hari ini.
Dan, keberadaan alam kehidupan dunia ini adalah sementara (tidak abadi), yang akan berakhir pada hari kiamat nanti.


2.    Sebutan Dunia

Ada beberapa nama lain dalam Al-Quran dan Al-Hadits tentang penyebutan dunia, di antaranya ialah:

·         Al-‘Ajala, artinya: segera, cepat, dekat, instant.
Maksudnya ialah: segala perbuatan, keinginan, cita-cita, harapan dan usaha dibalas/dibayar secara tunai sekarang (saat ini juga, tanpa perlu menunggu waktu lain).
o   “Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (al-‘aajilah), maka Kami segerakan bagi di dalamnya itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki, dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaan terhina dan terusir.” (QS. 18).
o   “Sekali-kali jangan. Sebenarnya kamu mencintai kehidupan yang segera (al-‘aajilah).” (QS. Al-Qiyamah: 20).
o   “Sesungguhnya mereka mencintai kehidupan yang segera (al-‘aajilah) dan mereka meninggalkan di belakang mereka hari yang berat (hari kiamat).” (QS. Al-Insan: 27).

·         Al-Uulaa, artinya: pertama, ke satu, awal.
Maksudnya ialah: menunjukkan bahwa ada alam kehidupan yang ke dua setelah alam dunia ini. Makanya ia (dunia) disebut sebagai yang pertama.
“Dan sungguhnya alam akhirat itu lebih baik dari pada alam yang pertama (uulaa).” (QS. Adh-Dhuha: 4).

·         Al-Mazro’ah, artinya: ladang, perkebunan, pesawahan, tempat bercocok-tanam.
Maksudnya ialah: dunia ini adalah laksana sebuah tempat untuk menanam pohon sebanyak-banyaknya, dan panennya ialah di alam kehidupan yang ke dua nanti (akhirat).
Sabda Rosululloh: “Ad-dunyaa mazro’atul-akhiroh. Dunia adalah ladangnya akhirat.” (Al-Hadits).

·         Al-Mata’, artinya: perhiasan, permata.
Maksudnya ialah: dunia ini penuh dengan keindahan dan kesenangan. Rosululloh kemudian menyebutkan tentang permata yang tertinggi nilainya, ialah:
o   Ad-dunyaa mata’un wa khoiru mata’ihal-mar-atush-sholihah. Dunia adalah permata, dan sebaik-baiknya permata dunia ialah perempuan yang sholihah.” (Al-hadits).
o   “Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah perhiasan, dan sesungguhnya akhirat ialah negeri yang kekal.” (QS. Al-Mukmin: 41).


3.    Perumpamaan Dunia

Kita sekarang ini sedang berada dan merasakan nafas kehidupan di alam dunia. Bisa kita saksikan sendiri apa saja yang sedang terjadi di depan mata. Seperti saat inilah dunia...
Kita melihat apa yang sedang terjadi: ada yang datang, ada yang pergi; ada yang hidup, ada yang mati; ada yang tumbuh, ada yang layu; ada gelap, ada terang; ada tawa, ada tangis; ada susah, ada mudah; ada sedih, ada senang; sukses, bangkrut; gagal, berhasil; maju, mundur; dan yang lain-lainnya...
Semua itu terjadi silih berganti. Artinya, tidak tetap di satu posisi, alias: tidak abadi.
Belajar dari semua itu, Sang Pencipta dunia ini memberikan perumpamaan sebagai berikut:
“Dan berilah perumpamaan kepada mereka, bahwa kehidupan dunia adalah laksana air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, lalu tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan adalah Alloh Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Kahfi: 45).

Dan di ayat lain, Alloh menjelaskan lebih rinci lagi:
“Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunia itu adalah laksana air (hujan) yang Kami turunkan dari langit. Lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa pasti mereka menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya siksa Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan kepada orang-orang yang berpikir.” (QS. Yunus: 24).

Dalam dua ayat di atas, Alloh menjadikan air sebagai sentralnya perumpamaan.
Beberapa karakter air yang umum terlihat ialah:
·         Cair, tidak lengket.
·         Menumbuhkan biji-bijian.
·         Sebagai pembersih atau pencuci kotoran.
·         Sebagai sumber tenaga.
·         Bisa membeku.
·         Selalu mencari tempat yang rendah.
·         Selalu rata permukaannya meskipun tempatnya miring atau berbatu.

Dan, dalam dua ayat tersebut, Alloh menerangkan tentang air hujan yang turun dari langit, lalu bersentuhan dengan unsur-unsur tanaman yang ada di bumi. Setelah itu, tumbuhlah tanam-tanaman dengan subur hingga bisa dipanen. Tapi tiba-tiba, datanglah musibah yang merusakkan tanam-tanam itu seketika, bahkan tak ada yang tersisa sama sekali, seakan-akan tidak pernah ada sebelumnya.

Seperti itulah keberadaan dunia: ...

Maksud dari perumpamaan tersebut ialah, bahwa bila manusia berharap, bergantung atau menyandarkan diri pada kehidupan dunia, maka tidaklah dia akan mendapatkan apa-apa , karena semua itu akan berakhir pada kehancuran.
Intinya ialah, bahwa janganlah menjadikan kehidupan dunia ini sebagai tujuan untuk meraih segala kesenangan dan kepuasan diri, karena kehidupan yang sebenarnya (hakiki) ialah ada setelah dunia ini ini berakhir.


4.    Perjalanan Waktu Di Dunia

Dalam kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Goa), Alloh telah menidurkan beberapa orang pemuda di dalam goa selama 309 tahun. Dan setelah mereka terbangun, mereka mengira telah tertidur hanya satu hari atau setengah hari saja. (Baca selengkapnya di surat Al-Kahfi: 9-26).
Dan dalam beberapa ayat lainnya, Alloh memberikan perbandingan lebih jelas lagi:
·         “Mereka (orang-orang yang berdosa) berbisik-bisik di antara mereka: ‘Kamu tidak berdiam (di dunia) kecuali hanyalah sepuluh hari’.”
“Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalan-hidupnya di antara mereka: ‘Kamu tidak berdiam di dunia, melainkan hanyalah satu hari saja’.” (QS. Thoha: 103-104).
·         “... Dan sesungguhnya satu hari di sisi Tuhan-Mu adalah seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung.” (QS. Al-Hajj: 48).
·         “Alloh bertanya (kepada manusia): ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab: ‘Kami tinggal di bumi (dunia) hanyalah satu hari atau setengah hari saja, maka tanyalah orang-orang yang menghitung’.” (QS. Al-Mukminun: 112-113).
·         “Alloh mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian urusan itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang ukurannya adalah seribu tahun menurut perhitungan mu (manusia).” (QS. As-Sajdah: 5).
·         “Malaikat-malaikat dan Jibril naik menuju Tuhan dalam satu hari yang ukurannya lima-puluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’arij: 4)

Betapa singkatnya perjalanan waktu di dunia ini. Hal ini mengisyaratkan, bahwa dunia bukanlah tempat tinggal terbaik selama hidup ini yang seolah-olah tidak ada lagi kehidupan setelahnya.
Dan juga, hal itu harus menjadi suatu pemikiran, bahwa hendaklah memanfaat kehidupan dunia ini sebaik-baiknya sebelum meninggalkannya.


5.    Karakter Dunia  

Karakter atau jiwanya dunia ialah sebagaimana terungkap dalam ayat di bawah ini:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan, sesuatu yang melalaikan, perhiasan, berbangga-bangga di antara kamu, dan berbanyak-banyak dalam harta dan anak. (Semua itu) seperti hujan yang membuat tanam-tanamannya mengagumkan para petani, (tapi) kemudian tanaman itu menjdi kering, dan kamu lihat warnanya kuning lalu menjadi hancur. Dan di akhirat ada azab yang keras, ada ampunan dari Alloh dan ada keridhoan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20).

Sedikitnya saya akan menguraikan beberapa karakter dari kehidupan dunia ini...

·         Permainan (la’ibun)
Sebuah permainan selalu menggoda dan menyenangkan. Namun seasyik dan seseru apapun sebuah permainan, pada akhirnya akan menimbulkan rasa bosan dan cape, yang kemudian ditinggalkannya.
Permainan ialah sebuah aktifitas yang dilakukan dalam batas waktu tertentu, yang di dalamnya ada tawa, canda, ceria, ramai, semangat dan perasaan-persaan senang lainnya.
Umumnya suatu permainan itu bisa membuat siapapun terbuai, terlena dan lupa diri, sehingga menjadi lalai terhadap pekerjaan lainnya, lengah terhadap keadaan sekitar, lupa dengan program-program ke depan, dan lumpuh semangat mengejar cita-cita yang terbaik.
Adapun muatan-muatan permainan kehidupan dunia ialah seperti: poya-poya (shopping, makan, minum), hura-hura (jalan-jalan, piknik), pesta-pora (dansa, narkoba), dan kesenangan-kesenangan menuruti maunya hawa-nafsu lainnya demi kepuasan-diri semata.
“Dan tidak lain kehidupan dunia ini kecuali hanyalah bercanda-canda dan bermain-main. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka tahu.” (QS. Al-‘Ankabut: 64). 

·         Percandaan (lahwun)
Percandaan ialah senda-gurau, lawakan, ledekan, sindiran dan hal-hal lainnya yang memancing tawa-ria.
Umumnya bercanda-canda itu dilakukan dengan ungkapan-ungkapan yang penuh banyolan, guyonan dan omong-kosong lainnya. Kadang-kadang menimbulkan salah-paham, pertentangan, keriubutan dan pertumpahan-darah.
Seperti itulah kehidupan dunia. Yang artinya, bahwa semua itu tidak banyak guna dan manfaatnya. Ya, sebaiknya berhati-hatilah, karena semua itu hanyalah senda-gurau belaka...
“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya, dan mereka tinggalkan kamu yang sedang bediri (khutbah). Katakanlah: ‘Apa yang ada di sisi Alloh adalah lebih baik dari permainan dan perniagaan. Dan Alloh sebaik-baik Pemberi rezeki’.” (QS. Al-Jumu’ah: 11).

·         Perhiasan (ziinatun)
Perhiasan, secara umum, ialah barang-barang yang dipakai untuk mempercantik atau memperindah-diri dalam penampilan. Bahkan tidak jarang, perhiasan dijadikan alat-pamer yang didukung oleh rasa sombong dan bangga-diri terhadap apa yang dimiliki.
Dari hal-hal seperti itu, keberadaan perhiasan bisa menyebabkan adanya jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan orang-orang miskin, sehingga melahirkan kecemburuan –sosial, dan hubungan mereka berjalan dalam kondisi yang panas, bagai api dalam sekam yang sewaktu-waktu bisa meledak menjadi peperangan.
Begitu pula ketika manusia sudah menjadikan dunia ini sebagai perhiasan, maka alam kehidupan ini akan menjadi ajang perlombaan dalam meraih kesenangan dan kepuasan sebanyak-banyaknya. Tak bisa dihindari lagi, akan terjadi persaingan yang keras, yang tidak lepas dari aksi sikut kiri dan kanan, sepak depan dan belakang, suap atasan dan injak bawahan, dan aksi-aksi curang dan licik lainnya. Dan semua itu akan terus berjalan hingga berhenti di lobang kubur, alias menemui kematian.

·         Berbangga-bangga (faakhurun)
Ialah sikap membangga-banggakan diri dengan apa yang dimiliki, seperti: harta, jabatan, populeritas dan fasilitas-fasilitas duniawi lainnya.
Prilaku seperti itu adalah merupakan kesombongan di hadapan orang-orang yang lebih rendah status-sosialnya, sedangkan di hadapan orang-orang yang lebih tinggi kedudukannya, dia merasa hina dan rendah-diri.
Maka orang-orang yang seperti itu, mereka berada di dua sisi yang merugikan: celaka (akibat kesombongannya) dan terpuruk (akibat rendah-dirinya).
“Dan janganlah kamu memalingkan wajahmu dari manusia, dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Alloh tidak mencintai orang-orang yang sombong dan bangga-diri.” (QS. Luqman: 18).

·         Berbanyak-banyak (katsurun)
Ialah berbanyak-banyak dalam hal harta dan materi lainnya, seperti: uang, rumah, kendaraan, perhiasan, perusahaan, tanah, pengikut dan yang lainnya.
Orang yang berprilaku seperti itu ialah orang yang serakah, tamak, loba, rakus dan egois. Dia hanya mementingkan dirinya sendiri dan orang-orang yang berada dalam lingkaran-kepentingannya saja. Di luar semua itu, tak ada yang patut dipedulikannya, karena belum tentu memberikan nilai-balik berupa keuntungan bagi dirinya.
o   “Telah melalaikan kamu berbanyak-banyak (materi duniawi). Hingga kamu mendatangi kuburan.” (QS. At-Takatsur: 1-2).
o   “Dan mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya.” (QS. Al-Ma’arij: 18).
o   “Dan sesungguhnya dia sangat kikir saking cintanya pada harta.” (QS. Al-‘Adiyat: 8).

·         Menipu (ghoruur)
Bahwa akhirnya, segala apa yang nampak dalam kehidupan dunia ini, ialah penuh dengan tipuan. Artinya, dunia ini bukan untuk dimiliki sepenuhnya dan selama-lamanya.
Oleh karena itu, orang-orang yang menjadikan kehidupan dunia ini sebagai tempat untuk bersenang-senang dan memuaskan diri sejadi-jadinya, mereka adalah orang-orang yang rugi. Sebab, tempat kesenangan dan kepuasan yang maksimal dan hakiki adanya ialah di akhirat nanti, yaitu di dalam surga.
Inilah gambarannya dari orang-orang yang tertipu oleh pesona kemewahan dunia itu...
“Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehdiupan dunia ini, dan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya.” (QS. Al-Kahfi: 104).


6.    Memilih Dunia

Karena kemewahan, keindahan, kesenangan, kebahagiaan dan segala fasilitas dunia itu lebih dekat, cepat dan mudah untuk didapatkan dan dinikmati (tanpa harus menunggu sampai mati), maka banyaklah manusia-manusia yang tergoda, terbuai dan cinta-berat pada dunia itu.
·         “Ialah orang-orang yang lebih mencintai kehidupan dunia di atas akhirat, dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Alloh, dan menginginkan agar jalan Alloh itu bengkok. Mereka itulah berada dalam kesesatan yang jauh.” (QS. Ibrohim: 3).
·         “Yang demikian itu tersebab sesungguhnya mereka mencintai kehidupan dunia di atas akhirat, dan sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.” (QS. An-Nahl: 107).

Alloh Sang Pencipta alam kehidupan dunia menjelaskan tentang resikonya bagi orang-orang yang memilih kehidupan dunia ini di atas segalanya, di antaranya mereka akan mengalami nasib seperti ini:

·         Rugi
Orang-orang yang memilih dunia, berarti mereka sudah mendapatkan segala apa yang mereka inginkan di dunia ini. Dan di akhirat nanti, mereka tidak mendapatkan apa-apa berupa segala kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan di surga. Firman Alloh menjelaskan dengan tegas:
“Orang yang menginginkan tanaman (keuntungan) akhirat akan Kami tambah baginya dalam hal tanamannya itu; dan orang yang menginginkan tanaman dunia akan Kami berikan dia dari (sebagian) tanaman itu, dan tidaklah baginya di akhirat ada bagiannya.” (QS. Asy-Syuro: 20).
Perhatikan perbedaan doa dari orang yang menginginkan akhirat dan orang yang menginginkan dunia itu.
Inilah doa orang yang menginginkan kesenangan dan kemewahan dalam kehidupan dunia:
“Robbanaa aatinaa fid-dunyaa... Wahai Tuhan kami, berilah kami apa-apa di dunia ini...” (QS. Al-Baqoroh:)

Dan inilah doa orang yang menginginkan kesenangan dan kebahagiaan dalam kehidupan akhirat:
“Robbanaa aatinaafid-dunyaa hasanatan wa fil-aakhiroti hasanatan wa qinaa ‘adzaaban-naar. Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan hindarilah kami dari siksa neraka.” (QS. Al-Baqoroh: 200-201).
Orang yang menginginkan akhirat memohon kepada Alloh “kebaikan di dunia dan di akhirat”, maka dia akan mendapatkan kedua-duanya.
Sedangkan orang yang menginginkan dunia memohon kepada Alloh “kebaikan di dunia” saja, maka Alloh tidak akan memberikan apa-apa di akhirat nanti, sebagaimana firman-Nya ini:
“... dan tiadalah baginya di akhirat ada bagiannya.” (QS. Al-Baqoroh: 200).

·         Menyesal
Penyesalan orang-orang yang telah memilih kehidupan dunia ialah setelah mereka meninggalkan dunia ini dan berada di alam akhirat. Mereka akan menyesal sedalam-dalamnya, karena mereka sudah tidak bisa lagi kembali lagi ke alam kehidupan dunia ini untuk memperbaiki diri dengan berbuat amal-amal sholeh yang banyak.
“Sehingga ketika datang kematian kepada seseorang dari mereka, berkatalah dia: ‘Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal-amal sholeh dalam hal mana aku telah meninggalkan itu’. Tidaklah bisa sama sekali. Sesungguhnya itu hanyalah ucapannya saja. Dan di hadapan mereka (dalam kubur) ada dinding (penghalang) sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mukmin: 99-100).

·         Putus Asa
Karena tidak ada lagi jalan untuk kembali lagi ke alam kehidupan dunia ini, maka orang-orang yang telah memilih kehidupan dunia dan merasa puas di dalamnya, mereka menjadi putus-asa di dalam kuburnya selama-lamanya sampai hari kiamat tiba.
“Seringkali menginginkan orang-orang kafir itu (nanti di akhirat) seandainya mereka dulu (sewaktu di dunia) menjadi orang-orang muslim.” (QS. Al-Hijr: 2).
Dan inilah peringatan bagi orang-orang beriman yang mencintai kehidupan dunia melebihi akhirat:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu ambil penolongmu dari orang-orang yang dimurkai Alloh, sesungguhnya mereka telah putus-asa terhadap alam akhirat sebagaimana yang telah putus-asanya orang-orang kafir yang berada di dalam kubur.” (QS. Al-Mumtahanah: 13).

·         Celaka
Akhirnya, orang-orang yang memilih kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat itu, maka mereka berada dalam kecelakaan. Inilah beberapa pernyataan Alloh tentang mereka...
o   “Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibatnya).” (QS. Al-Hijr: 3).
o   “Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, lalu Kami paksa mereka ke dalam siksa yang dahsyat.” (QS. Luqman: 24).
o   “Dan pada hari saat orang-orang kafir dihadapkan ke neraka (seraya dikatakan): ‘Kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniamu dan kamu telah bersenang-senang dengannya, maka pada hari ini kamu dibalasi  dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa kebenaran, dan karena kamu telah fasik’.” (QS. Al-Ahqof: 20).


7.    Gambaran Dunia Bagi Orang Kafir Dan Orang Mukmin

Inilah dua gambaran kehidupan dunia yang dijelaskan dalam sabda Rosululloh:
·         Ad-dunyaa sijnul-mu’min wa jannatul-kaafir. Dunia ialah (laksana) penjara (bagi) orang beriman dan surga bagi orang kafir.”
·         Hujibatin-naaru bisy-syahawat wa hujibatil-jannatu bil-makarih. Tertutup neraka dengan syahwat dan tertutup surga dengan kebencian.” (HR. Bukhori - Muslim).

Mari kita dalami dua sabda Roaululloh di atas lebih jauh lagi...

Pertama: Dunia Penjara Bagi Orang beriman
Orang-orang mukmin mempunyai aturan-aturan dari Alloh dalam kehdiupan di dunia ini, dan mereka diberi batasan-batasan dalam menikmati pesona dunia ini, karena kepuasan yang hakiki adanya ialah di akhirat nanti.
Dengan adanya aturan-aturan itu, orang-orang mukmin tidak bebas menikmati segala apa yang diinginkannya dalam hidup ini, seolah-olah mereka hidup dalam penjara yang terbelenggu.

Kedua: Dunia Surga Bagi Orang Kafir
Orang-orang kafir tidak punya aturan-aturan dari Alloh, sehingga mereka merasa bebas melakukan apa saja dalam kehidupan ini. Mereka dibiarkan berpuas-puas dalam kehidupan dunia dengan menikmati segala fasilitas yang sudah tersedia, maka seakan-akan mereka berada dalam surga.

Ketiga: Neraka Tertutup Syahwat
Saking penuhnya oleh kesenangan-kesenangan yang memanjakan nafsu syahwat, sehingga pemandangan ke arah neraka tertutup oleh semua itu. Pesta-pora, poya-poya, hura-hura, jalan-jalan, makan-makan dan kesenangan-kesenangan lainnya... adalah pemandangan-pemandangan indah yang menghiasi di sepanjang jalan menuju neraka. Semua rekayasa itu tidak lepas dari campur-tangan syetan yang licik, yakni agar banyak manusia yang tergoda dan terlena sehingga masuk ke dalam neraka.

Keempat: Surga Tertutup Kebencian
Sangatlah berbeda pemandangan yang ada di jalan menuju surga. Di sana yang terlihat ialah orang-orang mengaji, beribadah, beramal, dan berbuat baik lainnya, yang kesemuanya itu tidak menyenangkan bagi nafsu syahwat, sehingga syetan pun menghalangi manusia dari jalan menuju surga itu, dan dia menebarkan kebencian di sepanjang jalan itu agar banyak manusia yang tidak suka menuju surga itu.
Itulah gambaran tentang dunia yang patut menjadi renungan mendalam......
Bahwa, kesenangan dunia nampak jelas terlihat oleh mata, sebagaimana firman Alloh ini:
“Dijadikan indah bagi manusia kecintaan syahwat (keinginan), yakni dari: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak berupa emas, perak, kuda (kendaraan) pilihan, binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah perhiasan kehidupan dunia, dan Alloh di sisi-Nya ada tempat kembali yang terbaik (surga).” (QS. Ali Imron: 14).

Sedangkan segala kenikmatan di akhirat itu tersembunyi di balik mata, sebagaimana keterangan Alloh ini:
“Maka tidaklah mengetahui seorangpun tentang apa (macam-macam nikmat) yang tersembunyi bagi mereka, yang menyejukkan pandangan mata sebagai balasan kepada apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah: 17).


8.    Sikap Terbaik Terhadap Dunia

Yang jelas, sikap kita terhadap dunia harus hati-hati. Di satu sisi: kita masih membutuhkan dunia untuk fasilitas menuju akhirat, dan di sisi lain: kita harus mewaspadai terhadap kesenangan dan tipuannya yang sewaktu-waktu dapat menjebak dan menjerumuskan dengan cara-cara yang halus, lembut dan indah.
Inilah beberapa sikap terbaik dalam menghadapi kehidupan dunia berdasarkan ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits Rosululloh:

 A.  Jadilah Seperti Orang Asing Di Dunia
Sabda Rosululloh:
“Kun fid-dunyaa ka-annaka ghoriban... Jadilah di dunia ini kamu seakan-akan orang asing...”

Keberadaan orang asing di suatu tempat adalah sementara, tidak untuk menetap selama-lamanya. Atau, bagaikan orang yang merantau, suatu saat akan kembali ke kampung halamannya, seperti kata pepatah: “setinggi-tingginya terbang bangau, dia akan kembali juga ke sarangnya”.
Jadi, jangan jadikan dunia ini sebagai tempat tinggal yang “pertama” dan yang “terakhir”, seperti orang yang berkata: “Puas-puaskanlah di dunia ini, sebab setelah itu belum tentu ada lagi kesempatan...”
Nah, sebagai orang asing, bersiap-siaplah untuk balik lagi ke kampung halaman yang sebenarnya...
·         “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, dan mereka merasa puas dengan kehidupan dunia dan merasa tenteram dengan kehidupan itu, dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya neraka, disebabkan apa yang telah mereka perbuat.” (QS. Yunus: 7).
·         “Yang demikian itu disebabkan mereka sesungguhnya mencintai kehidupan dunia di atas akhirat, dan sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. An-Nahl: 107).

B.  Jadilah Seperti Orang Yang Menyebrang Jalan Di Dunia
Sabda Rosululloh:
Kun fid-dunyaa ka-annaka ghoriban aw ‘abiri sabiil. Jadilah di dunia ini kamu seakan-akan orang asing atau seperti orang yang menyebrang jalan.”
Orang yang menyebrang jalan harus hati-hati, tengok kiri dan kanan, agar tidak tertabrak oleh orang lain atau kendaraan yang lalu-lalang.
Untuk zaman sekarang, di setiap sisi jalan (terutama yang ramai) itu ada rambu-rambu berupa tulisan-tulisan atau lampu-lampu warna-warni, yang menunjuki/menerangkan peraturan-peraturan di jalan agar kita tidak tersesat dan mendapat kecelakaan.
Itu artinya, kita harus hati-hati dalam hidup di dunia ini dan harus tahu ketentuan-ketentuan seperti: halal, haram, perintah, larangan, hak, kewajiban dan yang lainnya yang bisa menyelamatkan dan menghindarkan diri kita dari kesalahan, dosa dan siksa.
Di samping itu, makna “menyebrang jalan” itu ialah, bahwa kita akan meninggalkan dunia ini dan menyebrang ke alam akhirat, yang mana akhirat itu adalah “kampung halaman” kita yang sebenarnya.
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan canda-canda dan main-main. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah yang sebenar-benarnya kehidupan, jika mereka mengetahui.” (QS. Al-‘Ankabut: 64).

C.   Jadikanlah Dunia Sebagai Ladang Tanaman
Sabda Rosululloh:
“Ad-dunyaa mazro’atul-akhiroh. Dunia adalah tempat bercocok-tanamnya akhirat.”
Menanam sebuah pohon tidaklah langsung berbuah. Perlu jarak waktu untuk menghasilkan buah. Sedangkan selama jarak waktu itu, si pohon harus pelihara (disiram dan diberi pupuk), dilindungi (dipagar dan dikontrol) dan dijaga (diawasi dari hama atau maling).
Setelah berlalu beberapa waktu (hari, minggu, bulan, tahun), barulah tiba saat-saat panen itu yang memberikan hasil kepada kita sebagai pemilik ladang tanaman itu.
Seperti itulah... menjadikan dunia sebagai “ladang tanaman”. Kita melakukan suatu pekerjaan di dunia ini, tidaklah langsung mendapat balasannya seketika. Di akhirat itulah kita akan memetik hasilnya dari semua yang kita perbuat itu.
“Maka orang yang mengerjakan kebaikan seberat biji sawi, dia akan melihat (balasannya). Dan orang yang mengerjakan keburukan seberat biji sawi, dia akan melihat (balasannya).” (QS. Az-Zalzalah: 7-8).

Oleh karena itu, mumpung masih hidup di dunia ini, tanamlah sebanyak-banyaknya pohon-pohon kebaikan (amal sholeh), dan bersabarlah dalam menunggu saat-saat tibanya panen di akhirat nanti. Kalau sudah berbuat yang baik, berapapun hasilnya itu lebih berarti, dari pada tidak berbuat sama sekali...
“Atau, jangan sampai ada yang berkata ketika ia melihat azab: ‘Andai sekiranya aku dapat kembali lagi (ke dunia), tentulah aku akan termasuk orang-orang yang berbuat kebaikan’.” (QS. Az-Zumar: 58).

D.   Menyadari Dunia Ini Sementara
Realita yang ada di depan mata, bahwa dunia ini adalah persinggahan sementara (fana).
Lihat saja, setiap saat banyak orang-orang yang datang (lahir dari perut ibu) dan orang-orang yang pergi (menuju lobang kubur). Selalu begitu setiap saat dan selamanya hingga hari kiamat.
Itulah bukti yang nyata yang harus menjadi keyakinan dalam diri ini, bahwa “dunia tidak abadi”!
Kalau sudah tahu dan yakin keberadaan dunia seperti itu, maka sudah semestinyalah tidak menjadikan dunia segala-galanya dalam hidup ini. Artinya, tidak mencintainya secara mati-matian, tetapi memanfaatkannya sebaik-baiknya sebagai kendaraan tunggangan untuk menuju alam kehidupan yang abadi (akhirat), yakni dengan mengumpulkan bekal yang banyak dalam perjalanannya.
“... Berbekallah kalian! Maka sesungguhnya sebaik-baiknya bekal ialah takwa, dan bertakwalah pada-Ku, hai orang-orang yang berakal!” (QS. Al-Baqoroh: 197).

Dengan demikian, maka selalu bersiap-siaplah untuk rela meninggalkan dunia ini kapanpun waktunya, tanpa merasa berat dan menyesal meninggalkan segala apa yang ada di dalamnya, sebagaimana orang-orang terdahulu meninggalkannya...
“Alangkah banyaknya taman dan mata air yang mereka tinggalkan, dan kebun-kebun dan tempat-tempat yang indah, dan kesenangan-kesenangan yang mereka selalu menikmatinya.
Demikianlah, dan Kami wariskan semua itu kepada orang-orang yang lain (sesudahnya).” (QS. Ad-Dukhon: 25-28).

E.   Jangan Lupakan Dunia
“Carilah apa-apa yang telah Alloh berikan kepadamu tentang negeri akhirat, dan janganlah melupakan peruntunganmu dari kehidupan dunia, dan berbuat baiklah sebagaimana Alloh telah berbuat baik padamu, dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Alloh tidak mencintai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qoshosh: 77).

Ada empat bahasan penting dalam ayat tersebut, yakni:
·         Carilah apa-apa yang berhubungan dengan negeri akhirat.
·         Janganlah melupakan dunia.
·         Berbuatlah yang baik.
·         Janganlah membuat kerusakan di bumi.

Dari empat bahasan penting tersebut, adalah dua poin yang menjadi penekanan kajian di sini, ialah:
·         Carilah apa-apa yang berhubungan dengan negeri akhirat.
·         Janganlah melupakan dunia.

Mari ikuti kajiannya baik-baik...!

Dalam teks bahasa Arabnya, perlu diperhatikan posisi kata “akhirat” dan kata “dunia”.
Saat menyebut kata akhirat, Alloh mengawalinya dengan kata daar, yang artinya: negara, wilayah, kampung, atau tempat yang luas.
Dan, saat menyebut kata dunia, Alloh mengawalinya dengan kata min, yang artinya: dari, bagian, atau setengah.
Awal penyebutan yang berbedaa itu, menunjukkan bahwa, akhirat itu lebih luas dan lebih penting; sedangkan dunia, setengahnya saja. Lihat dalam QS. Asy-Syuro: 20, Alloh menggunakan kata-kata “Kami tambah baginya (nazid lahuu)” untuk akhirat, dan Dia menggunakan kata-kata “ darinya/ setengahnya (minhaa)” untuk dunia (teks lengkapnya ayat itu lihat di bawah).
Berarti, akhirat itu harus lebih diutamakan dari pada dunia. Segala aktifitas dalam kehidupan di dunia harus lebih banyak mengarah kepada kepentingan akhirat.
Akan tetapi, kesibukan terhadap urusan-urusan akhirat, janganlah sampai melupakan dunia. Sebab, fasilitas-fasilitas yang ada di dunia adalah sebagai jembatan untuk menuju akhirat.
Hanya saja yang harus diingat baik-baik, ialah ada batasan-batasannya dalam memanfaatkan dan menikmati fasilitas-fasilitas dunia itu. Artinya, jangan menceburkan diri ini sepenuhnya ke dalam danau cintanya dunia, sebab bisa membuat lupa diri, mabok dan tak peduli lagi dengan akhirat.

Catatan:
Kata “lupa (tansa, nasa)” menunjukkan sesuatu pekerjaan yang tidak mengandung ketegasan dalam hal tuntutan pelaksanaan atau pembuktiannya, dan orang yang lupa tidak termasuk ke dalam kategori orang yang melanggar hukum.
Artinya, orang yang tidak mengerjakan suatu perintah gara-gara lupa, maka tindakan sanksi atau hukumnya tidaklah wajib. Seperti ucapan yang sudah sangat umum ini:
“Jangan lupa bawa oleh-oleh ya...?”
Maka ketika orang yang diminta itu tidak membawa oleh-oleh, tidaklah ia kena denda atau hukuman.
Begitu pula ketika seseorang lupa mengerjakan salah satu perintah agama, misalnya: sholat, maka hukumannya ialah dia harus mengerjakannya di waktu yang lain (saat dia ingat) yang sudah ada ketentuannya.

Oleh karena itu, orang yang lupa terhadap dunia karena sibuk dengan urusan-urusan akhirat, maka tidak ada sanksi hukumnya bahwa dia berdosa atau masuk neraka. Dalam Al-Quran tidak ada keterangan tentang hal tersebut.
Tapi, bagi orang yang sibuk dengan urusan-urusan dunia sehingga akhirat terlupakan (tidak diutamakan), maka dia akan rugi di akhirat nanti. Keterangan-keterangan tentang hal itu cukup banyak dalam Al-Quran, di antaranya:
·         “Orang yang menginginkan tanaman (keuntungan) akhirat, Kami akan tambah tanaman itu baginya; dan orang yang menginginkan tanaman dunia , Kami beri dia sebagiannya, dan di akhirat tidaklah dia mendapat bagian (peruntungan) itu.” (QS. Asy-Syuro: 20).
·         “Orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, tentulah Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan.
·         Itulah orang-orang yang tidak mendapatkan di akhirat, kecuali neraka, dan hilanglah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan sewaktu di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud: 15-16).

Jadi, dengan demikian, posisi dunia itu tidak membahayakan di akhirat bila terlupakan. Dan kalau mau mengambilnya, maka nikmatilah sebagiannya saja: jangan serakah dan berlebih-lebihan, sebagaimana gambaran Alloh ini:
·         “Ialah laki-laki yang tidak dilalaikan oleh (aktifitas) perusahaan dan tidak pula oleh jual-beli, dari mengingat Alloh, dan mendirikan sholat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang mana hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. An-Nur: 37).
·         “Apabila telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Alloh, dan ingatlah Alloh sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10).
·         “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengiungat (zikr) pada Alloh. Dan barangsiapa yang berbuat demikian (lalai), maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9).   

F.   Utamakan Akhirat Lebih Dahulu
Di atas sudah dipaparkan, bahwa orang yang mencintai dunia dan melupakan akhirat, maka dia akan rugi dan terancam dengan oleh neraka.
Kenapa demikian?
Mari kita kenali akhirat itu.....

Ada dua hal penting yang harus jadi pegangan tentang akhirat itu, yakni:

Pertama: Hayatul-haqq
Bahwa, akhirat itu adalah kehidupan yang sebenar-benarnya, yakni: tidak ada lagi kehidupan sesudah akhirat itu.
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan bercanda-canda dan bermain-main. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah sebenarnya kehidupan, andai mereka mengetahui.” (QS. Al-‘Ankabut: 64).

Kedua: Daarul-khuld
Dalam banyak ayat Al-Quran, Alloh telah menyebutkan berulang-ulang, bahwa keberadaan surga dan neraka itu adalah kekal selamanya (khuld, abada, baqo) di akhirat.
·         “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal. Mereka kekal (khuld)di dalamnya, mereka tidak ingin pindah darinya.” (QS. Al-Kahfi: 107-108).
·         “Alloh pelindung orang-orang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang kafir, pelindung-pelindung mereka ialah Thoghut (syetan), yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal (khuld) di dalamnya.” (QS. Al-Baqoroh: 257).
·         “Dan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal (baqo).” (QS. Al-A’la: 17).

Maka, dengan demikian, sudah seharusnyalah orang-orang beriman mengutamakan kepentingan-kepentingan akhirat di atas keinginan-keinginan duniawi.
·         “Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagimu dari dunia.” (QS. Adh-Dhuha: 4).
·         “Dan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal (baqo).” (QS. Al-A’la: 17).
·         “Perhatikanlah, bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka di atas sebagian lainnya. Dan pastilah kehidupan akhirat itu lebih tinggi tingkatannya dan lebih besar keistimewaannya.” (QS. Al-Isro: 21).

G.   Waspadai Kematian Yang Tiba-tiba
Kematian adalah akhir dari perjalanan hidup di dunia, dan kejadiannya secara mendadak (tiba-tiba, baghtah). Bila sudah terjadi, maka tak seorangpun bisa menolaknya.
·         “Dan bagi setiap umat (makhluk bernyawa) mempunyai batas-hidup (ajal). Maka apabila telah datang ajal mereka, tidaklah bisa menundanya sebentarpun dan tidak pula bisa menyegerakannya.” (QS. Al-A’rof: 34).
·         “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya: 35).

Itu artinya, kematian harus diwaspadai...!

Mewaspadai kematian bukanlah dengan cara mengintip-intip atau mencari-cari sosok kedatangannya. Melainkan ialah: memanfaatkan hari-hari dalam perjalanan hidup di dunia ini dengan sebaik-baiknya, yakni mengisinya dengan amal-amal sholeh yang maksimal, sehingga ketika tiba kematian itu: tidak ada lagi rasa penyesalan dan kesedihan akiibat melalaikan persiapan-persiapannya, sebagaimana sudah diingatkan oleh Alloh ini:
“Agar jangan sampai ada orang yang berkata: ‘Sangat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (melaksanakan perintah) Alloh, dan adalah aku termasuk orang-orang yang mengejek-ejek (agama)’. ” (QS. Az-Zumar: 56).

Bila persiapan-persiapan sudah maksimal dilakukan untuk menghadapi kematian, maka saat kematian itu tiba, tidaklah diri ini akan terkejut dan ketakutan menerima kejadiannya.
Ya, waspadailah kematian.....!


9.    Kesimpulan

Mudah-mudahan apa yang sudah saya paparkan itu tentang MENGENAL DUNIA ini, bisa dipahami, direnungi, dan menjadi masukan yang berguna untuk menambah kebaikan hidup di dunia ini.

Ada beberapa poin kesimpulan yang bisa diambil dari pemaparan di atas tersebut, antara lain:

ü  Dunia adalah sesuatu yang dekat, cepat dan segera.
ü  Dunia adalah alam kehidupan yang pertama.
ü  Kehidupan di alam dunia ada batasnya (sementara, tak selamanya).
ü  Setelah kehidupan dunia ini, ada alam kehidupan yang kedua sekaligus sebagai alam kehidupan terakhir, yakni alam kehidupan akhirat.
ü  Kematian akan mengakhiri perjalanan hidup di dunia.
ü  Tidak bisa kembali lagi ke dunia kalau sudah meninggalkan dunia ini (mati): sekali pergi adalah untuk selama-lamanya.
ü  Segala perbuatan di dunia ini akan diminta pertanggung-jawabannya di alam akhirat nanti.
ü  Akhir perjalanan hidup manusia dari dunia sampai akhirat: ada yang masuk ke dalam surga (yang penuh kenikmatan), dan ada yang masuk ke dalam neraka (yang penuh siksaan).
ü  Di dalam surga dan di dalam neraka, keduanya abadi selamanya.


10.                      Renungan

Al-hamdulillah...
Kita bersyukur kepada Alloh, hingga saat ini masih diberi nafas kehidupan...
Itu artinya, selama masih ada kesempatan hidup di alam dunia ini, harus benar-benar dimanfaatkan sebaik-baiknya. Semua itu tergantung diri kita masing-masing: Mau apa dan bagaimana dalam hidup di dunia ini?

Adapun sebagai seorang muslim, kita diperintahkan agar menjadikan alam kehidupan dunia ini sebagai tempat beribadah kepada Alloh, sebagaimana pengumuman-Nya sewaktu menciptakan manusia ini:
·         “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56).
·         “Dan sembahlah Tuhanmu hingga datang kepadamu sesuatu yang diyakini (kematian).” (QS. Al-Hijr: 99).
·         “... Dan berbekallah, maka sesungguhnya sebaik-baik bekal ialah takwa, dan bertakwalah hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqoroh: 197).

Pelaksanaan ibadah dalam perjalanan hidup di dunia ini, bukan hanya apa adanya. Tetapi, harus selalu ditingkatkan dalam setiap saatnya. Sebab, Alloh akan menilai siapa yang terbaik amal-amalnya.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan apa yang ada di bumi sebagai keindahan, agar Kami menguji siapa yang paling baik amalannya.” (QS. Al-Kahfi: 7).

Ya, setelah kita MENGENAL DUNIA lebih dekat lagi (berdasarkan uraian singkat di atas), semoga kita lebih tahu lagi: apa yang terbaik kita perbuat di alam kehidupan dunia ini.

Dan akhirnya, semoga perjalanan hidup di alam dunia ini hingga di alam akhirat nanti, kita berada dalam keselamatan dan perlindungan Alloh, sebagaimana doa yang telah diajarkan-Nya ini:
“Robbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanatan wa fil-aakhiroti hasanatan wa qinaa ‘adzaaban-naar. Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan hindarilah kami dari siksa neraka.” (QS. Al-Baqoroh: 201).

Al-hamdulillaahi robbil-‘aalamiin.
Aamiin, ya Mujibus-sailiin......

*****